Rabu, 08 Januari 2014

laporan fisiologi ternak


LAPORAN KELOMPOK
PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK
               



Disusun oleh:
Kelompok IVD 
                         Furiska fani                                      23010112130177
                         Anik Hariyanti                                 23010112130179
                        M. Fahim Ridho                                23010112130186
                        M. Rachkan Novidianto                   23010112140196
                        Alitta Safithri                                     23010112130203
                        Irjon Pakpahan                                 23010112140221
                       

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
JURUSAN PETERNAKAN
PROGRAM STUDI  S-1 PETERNAKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
PRAKTIKUM I
PERTUMBUHAN



BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan secara fisik dalam makhluk hidup yang dapat diamati yang bersifat ireversibel berupa pertambahan massa, pertambahan ukuran, pertambahan bobot badan, dan disertai dengan peningkatan populasi. Fenomena kompleks ini tidak hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga dipengaruhi  oleh hormon tiroid, androgen, glikocortiroid dan insulin.
Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor  intrinsik adalah susunan  genetika, sedangkan  faktor ekstrinsik merupakan pakan dan kondisi lingkungan yang paling penting mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari praktikum pertumbuhan adalah mahasiswa mampu menggunakan alat untuk mengadakan percobaan pengukuran pertumbuhan. Selain itu mahasiswa mampu mengukur pertumbuhan dan mampu menginterpretasikan data yang diperoleh dari pengukuran.

             


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Ayam (Gallus sp.)
            Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Ayam broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain hanya 5-6 minggu sudah siap dipanen. Ayam yang dipelihara adalah ayam broiler yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 2008). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjarna dan Suprijatna, 2006).
            Klasifikasi standar adalah pengelompokkan jenis-jenis ayam `berdasarkan buku yang diterbitkan oleh perhimpunan Peternak Unggas Amerika Serikat, yaitu The American Standard of Perfection. Berdasarkan buku tersebut, terdapat 11 kelas ayam, namun yang dianggap penting hanya 4 kelas, yaitu kelas inggris, kelas amerika, kelas mediterania, dan kelas asia (Suprijatna et al., 2008). Ayam kelas inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Inggris. Karakteristik ayam inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, kulit putih, kerabang telur coklat kekuningan, bulu merapat ke tubuh, dan termasuk tipe pedaging. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas inggris antara lain Dorking, Autralorp, Orpington, Sussex, dan Cornish (Suprijatna et al., 2008). Ciri-ciri umum kelas inggris antara lain kulit telur berwarna coklat, kecuali bangasa ayam darling, cuping telinga berwarna merah, cakar kaki tidak berbulu, kulit berwarna putih kecuali bangsa ayam Cornish. Pada kelas ini terdapat bangsa ayam sebagai berikut, bangsa ayam Cornish, dan bangsa ayam australorp (Yuwanta, 2004). Ayam kelas amerika dikembangkan untuk tujuan dwiguna (dual purpose), yaitu memproduksi telur dan daging. Tanda-tanda umum ayam amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur coklat kecuali telur ayam Lamona berwarna putih, cuping telinga berwarna merah, shank berwarna kuning, dan tidak berbulu. Bangsa ayam amerika yang terkenal adalah Plymouth Rock (PR), Rhode Island Red (RIR), Rhode Island White (RIW), Wyandotte, New Hampshire (NH), White American, Dominique, Java, Lamona, Jersey Black Giant, Buck Eye, dan Delawars (Yuwanta, 2004). Karakteristik kelas amerika adalah bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang, dan kulit berwarna putih.ciri khas lain kulit telur berwarna coklat kekuningan, cakar tidak berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kedalam kelas ini adalah Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New Hampshire, dan Jersey (Suprijatna et al., 2008). Terdapat tiga bangsa yang terkenal dalam kelas asia, misalnya Brahma (di India), Langshan (dari China), dan Cochin (dari Shanghai, China). Tanda spesifik ayam asia adalah bentuk badan besar, mempunyai sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat, cuping telinga merah, dan kerabang telur coklat (Yuwanta, 2004). Ayam kelas asia dibentuk dan dikembangkan di wilayah Asia. Contohnya Brahma, Langshan, dan Cochin China. Karakteristik ayam asia yaitu bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang telur beragam coklat kekuningan sampai putih. Ciri khas lain dari kelas asia ini adalah cakar berbulu, kulit berwarna putih sampai gelap, dan merupakan ayam tipe pedaging (Suprijatna et al., 2008).Kelompok ayam ini dibentuk dan dikembangkan di sekitar negara dan pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Karakteristik ayam kelas mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, kerabang telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini antara lain Leghorn, Ancona, Spanish, Minorca, dan Andalusia (Suprijatna et al., 2008). Kelas mediterania memiliki ciri-ciri umum antara lain ukuran badan relatif kecil, cuping telinga berwarna putih, cakar tidak berbulu, telur banyak dan berwarna putih, kulit berwarna putih kecuali leghorn dan ancona. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini sebagai berikut bangsa ayam Leghorn, Ancona dan Minorca (Yuwanta, 2004)


2.2  Pengertian  Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertumbuhan merupakan perubahan dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah sel dan volume sel dan proses tersebut tidak dapat dibalik (Kadaryanto, 2003). Menurut Anggorodi (1984) periode pertumbuhan terdiri atas :
·         Pertumbuhan awal dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan.
·         periode logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan baik secara eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh) maupun secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan tulang).
·         Periode akhir dari pertumbuhan adalah periode perlambatan yang ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan yang cenderung konstan.  
Pertumbuhan  dan perkembangan pada hewan berbeda-beda antara spesies satu dengan spesies yang lain. Tetapi, pada dasarnya memiliki persamaan tahapan perkembangan (Diah, 2007), yaitu sebagai berikut:
1.         Pembelahan Sel
            Setelah terjadi fertilisasi (pembuahan sel gamet jantan dan sel gamet betina), terbentuklah zigot. Zigot mengalami pembelahan mitosis secara terus-menerus. Pembelahan ini berlangsung sangat cepat. Sel-sel yang dihasilkan dari pembelahan disebut morula. Morula berkembang menjadi bentuk yang berlubang disebut blastula.
2.         Morfogenesis
            Blastula terus mengalami pembelahan sel. Selama pembelahan ini terjadi morfogenesis, yaitu proses perkembangan bentuk berbagai bagian tubuh embrio.
3.         Diferensiasi
Blastula terus membelah dan membentuk gastrula. Dari gastrula terbentuk embrio. Sel-sel embrio berkembang terus membentuk jaringan, organ, dan sistem organ yang membentuk struktur dan fungsi khusus yang nantinya difungsikan pada waktu dewasa.
4.         Pertumbuhan
            Setelah terbentuk organ, terjadi pertumbuhan makhluk hidup menjadi lebih besar. Perkembangan berjalan seiring dengan pertumbuhan. Perkembangan adalah proses mencapai kedewasaan. Perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan, yaitu per-tumbuhan dapat diukur dengan ukuran tertentu, sedangkan perkembangan tidak dapat diukur dengan suatu ukuran.

2.3       Faktor yang memengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup merupakan hasil interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup adalah gen, nutrisi, hormon, dan lingkungan (Isnaeni, 2006).
1.         Gen
Gen adalah faktor pembawa sifat menurun yang terdapat di dalam sel makhluk hidup. Gen berpengaruh pada setiap struktur makhluk hidup dan juga perkembangannya, walaupun gen bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhinya. Artinya, sifat-sifat yang tampak pada makhluk hidup seperti bentuk tubuh, tinggi tubuh, warna mata, warna bulu pada hewan, warna bunga, penambahan ukuran, dan sebagainya dipengaruhi oleh gen yang dimilikinya. Setiap spesies memiliki gen untuk sifat tertentu. Demikian pula pada hewan ternak yang memiliki gen unggul, misalnya pertumbuhannya cepat dan dengan memberikan makanan yang cukup maka akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula. Sebaliknya, jika hewan ternak tersebut tidak memiliki gen unggul dengan pertumbuhan yang cepat, meskipun didukung dengan pemberian makanan yang cukup maka pertumbuhan dan perkembangannya tidak sebaik bila hewan tersebut memiliki gen unggul (Isnaeni, 2006).
2.         Nutrisi
Nutrisi atau makanan berperan pentingdalam pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Fungsi nutrisi di antaranya adalah sebagai bahan pembangun tubuh makhluk hidup. Sampai batas usia tertentu manusia akan mengalami pertumbuhan, yaitu bertambah tinggi dan besar. Hal ini dapat terjadi karena setiap hari manusia makan makanan yang cukup bergizi. Demikian pula hewan, pada batas periode tertentu juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan karena hewan tersebut makan setiap hari. Nutrisi bagi sebagian besar hewan dan manusia dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein merupakan bahan pembangun sel-sel tubuh. Oleh karena itu dalam masa pertumbuhan harus mendapatkan protein yang cukup (Isnaeni, 2006).
3.         Hormon      
Hormon merupakan senyawa organik (zat kimia) pada manusia dan sebagian hewan. Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar buntu, artinya kelenjar itu tidak memiliki saluran. Hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) langsung masuk ke pembuluh darah. Hormon diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah. Hormon mempengaruhi reproduksi, metabolisme, serta pertumbuhan dan perkembangan pada manusia dan sebagian hewan. Pada manusia, hormon pertumbuhan atau Growth Hormone (GH) mempengaruhi kecepatan pertumbuhan seseorang. Seseorang yang kelebihan hormon akan mengalami pertumbuhan yang luar biasa/gigantisme. Sebaliknya, jika seseorang kekurangan hormon pertumbuhan maka dapat mengakibatkan kekerdilan. Hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar gondok (kelenjar tiroid) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bila pada masa kanak-kanak kekurangan hormon tiroksin mengakibatkan kretinisme. Kretinisme yaitu pertumbuhan yang lambat dan mental yang terbelakang, sehingga perkembangannya juga terhambat. Pada hewan tingkat tinggi (vertebrata) misalnya katak, metamorfosis berudu menjadi katak dewasa dipengaruhi oleh hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Hal ini menunjukkan bahwa pada katak, hormon tiroksin mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Pada hewan tingkat rendah (invertebrata) misalnya Hydra memiliki zat kimia yang mirip hormon (neuropeptida). Zat kimia ini merangsang terjadinya pertumbuhan dan regenerasi (Isnaeni, 2006).
4.         Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup terutama tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan berperan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terutama adalah suhu, udara, cahaya, dan kelembapan (Isnaeni, 2006). Pertumbuhan  ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas makanan, suhu lingkungan, dan kesehatan ayam itu sendiri (Sudarmono,  2002).


BAB III
METODE
3.1       Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Ternak mengenai Pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 14 Mei 2013 pukul 08.00-09.30 dan 21 mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi Sruktur dan Fisiologi Ternak, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Matematika  Universitas Diponegoro Semarang.

3.2.      Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah timbangan  untuk mengukur bobot badan ayam, tali untuk mengukur sementara bagian tubuh yang akan diukur yaitu sayap,tibia-tarsus,penggaris untuk mengukur panjang tali yang sudah diukur pada media ukur, ,jangka sorong untuk mengukur panjang paruh,kandang ayam sebagai tempat untuk memelihara ayam dan alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah unggas (ayam boiler)

3.3.      Metode

Hewan percobaan yang dipergunakan dalam praktikum adalah ayam broiler , Hewan percobaan ditimbang menggunakan timbangan untuk mengetahui bobot badan awal dan dilanjutkan dengan pengukuran somatometrik (panjang paruh, panjang sayap, dan panjang tibiotarsus) menggunakan caliper atau mistar. Hewan percobaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu Kelompok I: sebagai kontrol, dan Kelompok II: diperlakukan dengan diberi pakan tambahan berupa konsentrat berprotein tinggi selama dua minggu,Setelah dua minggu, hewan percobaan ditimbang lagi untuk mengetahui bobot setelah perlakuan. Dilakukan pengukuran somatrik.



























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
               Berdasarkan hasil praktikum pengukuran pertumbuhan didapatkan hasil sebagai berikut :  
Tabel 1. Tabel pengukuran bobot tubuh dan somatometrik 

Variabel yang diukur
Minggu 1
Minggu 2


Bobot tubuh (kg)
1,37
1,06

1,34
1,27

1,38
1,53

1,71
1,75

Panjang paruh (cm)
3,3
3,3

2,9
3,8

3,5
3,5

3,4
3,4

Panjang sayap (cm)
17,5
16,7

15,5
15,7

14,5
14,5

14,2
14,2

Panjang tibia-tarsus (cm)
10.4
20,5

9,5
19,5

8,5
20

8,3
20,5

Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013
Berdasarkan dari hasil pengukuran dan pengamatan dalam praktikum yang telah dilakuan bahwa pada ayam broiler  dalam jangka waktu pengamatan yang berbeda yaitu selama 2 minggu mengalami proses pertumbuhan yang ditunjukkan dengan berbagai parameter, baik mengenai bobot tubuh, panjang paruh, panjang sayap, maupun panjang tibia-tarsus. Diperoleh bahwa bobot tubuh rata- rata  dari 1,32 kg  menjadi 1,44 kg, panjang paruh rata-rata dari 3,075 cm menjadi 3,5 cm, panjang sayap rata-rata dari 26,175 cm menjadi 30,5 cm dan panjang tibia-tarsus rata-rataa pada ayam broiler dari 18,575 cm menjadi  20 cm. Hal ini terjadi pertambahan disetiap minggunya  baik dari bobot tubuh maupun panjang somatometrik secara fisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kadaryanto (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah sel dan volume sel dan proses tersebut tidak dapat dibalik.Ditambahkan oleh Anggorodi (1984) yang menyatakan bahwa pertumbuhan awal dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan. Disusul dengan periode logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan baik secara eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh) maupun secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan tulang).



BAB V
SIMPULAN
5.1.      Simpulan
Pertumbuhan adalah perubahan makhluk hidup dari kecil menjadi besar. Pertumbuhan merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Parameter  pengukuran pertumbuhan ayam ini berdasar pada bobot badan, panjang sayap, panjang paru dan panjang tibia-tarsus hal ini untuk mempermudah dalam pengamatan proses pertumbuhan, karena bagian-bagian tersebut yang paling mudah untuk diamati dan diukur dengan peralatan yang sederhana dan dengan hasil yang cukup teliti. Sebenarnya pertumbuhan pada ayam tidak terjadi hanya pada bagian-bagian tertentu saja sebagaimana parameter diatas, namun pertumbuhan itu terjadi pada semua jaringan dan organ badan ayam  tersebut.
5.2 Saran
            Pada praktikum pertumbuhan diperlukan ketelitian untuk mengukur faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.




DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-3. PT Gramedia,   Jakarta.
Diah, A. 2007. Biologi 2.  Erlangga, Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta
Kadaryanto. 2003. Biologi. Yudhistira, Bogor.
Kartasudjana,R dan Edjeng Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya,      Jakarta
Rasyaf, M.  2008.  Panduan Beternak Ayam Pedaging.  Penebar Swadaya,             Jakarta.
Suprijatna, E dan Umiyati, A. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya,          Jakarta.
Suprijatna, E dan U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.













 









PRAKTIKUM II
STATUS DARAH:
KADAR HEMOGLOBIN DAN JUMLAH ERITROSIT










BAB I
PENDAHULUAN
            Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah  mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Darah pada dasarnya terdiri dari dua macam komponen utama yaitu cairan darah atau plasma darah dan sel-sel darah yang terdiri dari berbagai sel seperti eritrosit atau sel darah merah, sel darah putih (leukosit) dan trombosit. Fungsi ketiga macam sel ini berbeda-beda.  Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
Manfaat dari praktikum adalah mahasiswa dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, perhitungan jumlah eritrosit dan dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit dalam kondisi tertentu.          













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Darah
            Darah merupakan jaringan ikat berbentuk cair yang tersusun atas bagian padat berupa sel-sel darah dan bagian cair berupa plasma darah. Darah tersusun atas plasma darah (55%) dan sel-sel darah (45%). Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume darah yang dipadatkan. Nilai hematokrit antara 40-70. Darah merupakan alat transpor utama dalam tubuh. Kadang-kadang darah berwarna merah tua atau merah muda tergantung kadar oksigen dan karbon dioksida dalam darah.  Fungsi darah secara umum sebagai alat pengangkut, sebagai pelindung tubuh terhadap serangan penyakit, dan sebagai keseimbangan asam basa dalam darah untuk menghindari kerusakan darah. Warna merah yang dimiliki darah berasal hemogloblin. Setiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul Hb. Hb  merupakan senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hb mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk oksihemogloblin , sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida disebut deoksihemogloblin. Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Jumlah hemogloblin yang normal 15 gram setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin tergantung pada umur dan jenis kelamin (Setiowati dan Deswaty, 2007).
2.2. Komponen Penyusun Darah
            Komponen penyusun darah terdiri dari sel-sel darah dan plasma darah (cairan). Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula (sel-sel darah) yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.

2.2.1.  Sel-sel darah
2.2.1.1. Leukosit (Sel darah putih)
                                   
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 2. Sel Darah Putih
            Sel darah putih (leukosit) berwarna bening. Umumnya, berukuran lebih besar daripada sel darah merah. Bentuk sel darah putih tidak tetap karena dapat bergerak secara amoeboid. Sel darah putih memiliki inti. Sel darah putih dibentuk di dalam sumsum merah pada tulang pipih, limpa, dan kelenjar limpa. Jumlah sel darah putih lebih sedikit dibandingkan sel darah merah. Jumlah sel darah putih 4000-8000 butir setiap mm3 darah. Jumlah sel darah putih dapat naik (leukositosis) atau turun (leukopeni) tergantung pada ada atau tidaknya infeksi kuman-kuman tertentu (Setiowati dan Deswaty, 2007).
            Berdasarkan ada tidaknya butir-butir dalam sitoplasmanya dibedakan menjadi granulosit dan agranulosit (limfosit dan monosit). Granulosit jenis leukosit yang paling banyak terdapat dalam darah sekitar 75%, memiliki butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam sitoplasma. Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, tetapi juga dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Monosit adalah sel agranulosit berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 µm (Subowo,2009).

2.2.1.2. Eritrosit (Sel darah merah)
                            
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 3. Sel Darah Merah

            Sel darah merah (eritrosit) merupakan bagian uatama dari sel-sel darah. Setiap mm3 darah mengandung 4,5-5 juta sel darah merah. Bentuk sel darah merah bulat pipih dengan cekung dibagian tengah. Sel darah merah tidak berinti. Kira-kira 5-15% eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit) (Setiowati dan Deswaty, 2007).
            Sel darah merah atau eritrosit adalah sel-sel berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan spesialisasi untuk pengakut oksigen. Dalam setiap 1 mm3  darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Komposisi molekuler eritrosit menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen (Subowo,2009). Setiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemogloblin. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida (Setiowati dan Deswaty, 2007).







2.2.1.3. Trombosit (Keping Darah)
                       
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 4. Keping Darah
            Trombosit berasal dari sebuah sel yang sangat besar dalam sumsum tulang yang dinamakan megakarosit. Trombosit berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma yang berukuran 2-5 µm lengkap dengan membran plasma yang mengelilinginya. Oleh karena itu dinamakan keping darah. Jumlah trombosit diperkirakan sekitar 150-300 ribu setiap µl, sedang umurnya sekitar 8 hari (Subowo,2009). Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur, berukuran kecil, tidak berwarna, dan tidak berinti. Trombosit dibuat di dalam sumsum tulang yang berasal dari sel raksasa yang dinamakan megakariosit. Setiap mm3 darah mengandung sejumlah 200.000-300.000 trombosit (Setiowati dan Deswaty, 2007). Keping darah berukuran kecil, memiliki bentuk yang tidak teratur, dan tidak memiliki inti. Keping darah berfungsi untuk proses pembekuan darah, sehingga keping darah disebut juga sel darah pembeku. Keping darah memiliki sifat mudah pecah jika keluar dari pembuluh darah atau tersentuh oleh benda-benda yang permukaannya kasar (Saktiyono, 2004).
2.2.2.  Plasma Darah
            Bagian darah yang cair dan berwarna kekuning-kuningan pada darah. Diperkirakan plasma darah berjumlah 55% dari seluruh jumlah darah, dan sisanya 45% adalah sel-sel darah. Plasma darah terdiri dari 90% air dan sisanya adalah zar-zat terlarut. Plasma darah berfungsi sebagai pengangkut sari-sari makanan, hormon, dan zat-zat sisa metabolisme, misalnya karbon dioksida. Selain itu, plasma darah juga berfungsi dalam pembekuan darah, karena mengandung fibrinogen (Saktiyono,2004). Dalam plasma terdapat protein, seperti fibrinogen  yang berperan dalam pembekuan darah dan serum albumin yang berkaitan dengan proses absorpsi. Dalam plasma darah, juga tedapat serum globulin yang berperan membentuk antibodi yang diperlukan dalam reaksi imunitas. Protein dalam serum darah berfungsi juga memelihar kekentalan (viskositas) darah atau memelihara osmosis darah (Karmana,2008).
2.3. Parameter Status Darah
2.3.1. Eritrosit
            Menghitung sel darah merah dalam volume yang kecil dari darah yang sudah sangat diencerkan tidaklah akurat dan jarang dilakukan. Hitung sel darah merah dilakukan secara langsung dan akurat oleh penghitung elektronik untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan dan reproducible.  Jika sel darah merah dalam konsentrasi tertentu mengalami lisis, terjadi pembebasan hemoglobinyang dapat diukur secara spektofotometris pada panjang gelombang ini, yang konsentrasinya setara dengan densitas optis (Sacher,2000).
 2.3.2. Hemoglobin
            Hemoglobin dapat diukur dengan menggunakan spektofotometer yang tersedia di sebagian laboratorium umum, namun metode yang paling banyak digunakan adalah penghitung sel otomatis yang secara langsung mengukur hemoglobin di dalam saluran sel darah merah. Tiga variabel primer adalah jumlah hemoglobin yang ada di darah lengkap (dalam gram per desiliter); proporsi sel darah merah dalam darah lengkap hematokrit atau packed cell volume dan jumlah absolut sel darah merah dalam darah lengkap, biasanya dinyatakan sebagai juta sel per mikroliter, indeks sel darah merah (indeks korpuskular) untuk perhitungan ukuran rata-rata dan kandungan hemogloblin di masing-masing eritrosit (Sacher,2000).






BAB III
METODOLOGI
Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Status Darah Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit dilaksanakan pada Selasa, 14 Mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah pipet sahli untuk mengambil darah, tabung sahli, tabung hemometer untuk mengukur kadar Hb, aspirator untuk menyedot darah masuk ke dalam tabung sahli, pipet tetes untuk menetesi aquades, improved neubauer untuk mengamati sel darah merah, dan mikroskop untuk alat bantuan melihat eritrosit, pipet eritrosit, cuvet sentrifuse.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah alkohol 70%, kapas, HCl 0,1 N, darah, aquades, larutan Hayem, serum.

3.2. Metode
Cara penentuan kadar hemoglobin antara lain tabung sahli disiapkan terlebih dahulu dengan diisi larutan HCl 0,1N sampai skala 2. Menghisap darah dari tetesan darah yang telah disiapkan menggunakan pipet sahli beserta aspiratornya. Darah yang keluar dihisap sampai batas angka 20 secara perlahan-lahan. Darah yang berada di ujung pipet dibersihkan dan dengan segera darah dikeluarkan dengan cara menghembuskan darah dari pipet ke tabung sahli. Semua darah di dalam pipet diusahakan masuk ke dalam tabung sahli. Tabung sahli diletakkan kembali di antara kedua bagian standart warna dalam alat hemometer. Darah yang telah bercampur dengan HCl 0,1 N didiamkan selama 1 menit sampai 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna coklat. Dengan pipet tetes ditambahkan sedikit-sedikit aquades, sampai warna darah yang bercampur dengan HCl sama dengan warna standart. *fungsi HCl
Cara menentukan jumlah eritrosit dengan menyiapkan kamar/bilik hitung dan mikroskop. Biik hitung diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x sampai terlihat kotak-kotak yang akan dipergunakan untuk menghitung jumlah eritrosit. Menyiapkan pipet eritrosit dengan memasang aspirator pada bagian ujung. Darah yang sudah disiapkan dihisap menggunakan aspirator sampai skala 1,0 dengan pipet eritrosit. Menghisap larutan Hayem juga dan dengan pipet yang sama sampai skala 101. Pipet dikocok membentuk angka 8 sehingga dara dan arutan Hayem bercampur. Tetesan pertama pada pipet eritrosit diteteskan di tisu, setelah itu diteteskan di bilik hitung, diamati dan dihitung.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Jumlah Eritrosit Dalam Darah
Berdasarkan praktikum penentuan jumlah eritrosit dalam darah didapat hasil  sebagai berikut :
Diket : x1= 80,  x2= 81,  x3=84,  x4=91,  x5=107
x1=              80
x2=              81
x3=              84
x4=              91
x5=            107   +  
                 443
Jumlah butir darah merah pada 5 kotak= 443 butir
Jumlah butir darah merah per mm3 darah= 443 x 5000 butir
                                                                  = 2.215.000 butir
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

            Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil perhitungan  jumlah butir darah per mm3 adalah 2.215.000 butir. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa Setiap mm3 darah mengandung 4,5-5 juta sel darah merah.*apa penyebab eritrosit bisa kurang dari 4-5 juta?? Kira-kira 5-15% eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit). Dalam hal ini Subowo (2009) menambahkan bahwa dalam setiap 1 mm3  darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Sel eritrosit berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan spesialisasi untuk pengakut oksigen. Bentuk bikonkaf dari eritrosit ternyata lebih menguntungkan daripada bentuk seperti bola karena pertambahan luas permukaannya menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorpsi dan pelepasan O2. Tidak adanya inti sel juga lebih menguntungkan karena eritrosit akan memberikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak yang diikat.

4.2. Kadar Hemoglobin (Hb)
Berdasarkan hasil praktikum pengukuran kadar hemoglobin didapatkan hasil  berikut :
Kadar Hb = 15 g%
     Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

            Berdasarkan hasil pengamatan kadar Hb 15,5 g%. Kadar Hb di tentukan oleh kadar sel darah merah di dalam tubuh. Menurut pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa jumlah hemogloblin yang normal 15 gram setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin tergantung pada umur dan jenis kelamin.  Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk oksihemogloblin (HbO2), sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida disebut deoksihemogloblin (HbCO2). Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Menurut pendapat Praseno (2001) bahwa proses pelepasan oksigen disebut oksigenasi yang membutuhkan besi dalam bentuk ferro di dalam molekul hemoglobin. Zat gizi tersebut menuju sumsum tulang menjadi bagian dari molekul heme guna membentuk eritrosit.
























. BAB V
SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa jumlah eritrosit yang didapat pada saat praktikum berjumlah 2.215.000 butir, kadar Hb yang didapat adalah 15 g%. Eritrosit berwarna merah pada intinya, leukosit berupa cairan putih kekuningan dan trombosit berupa keping-keping darah. Jumlah eritrosit pada darah tidak normal disebabkan kualitas pakan tidak baik, dan juga keadaan lingkungan yang tidak sesuai. Sedangkan kadar hemoglobin kurang normal, disebabkan karena faktor lingkungan yang tidak mendukung. faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar hemoglobin dalam darah adalah usia, jenis kelamin, faktor fisiologis, lingkungan, kualitas nutrisi ransum, spesies, dan aktivitas sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit.                                    .
* simpulan sesuaikan tujuan : Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.











DAFTAR PUSTAKA
Karmana, O. 2008. Biologi. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Praseno, K. 2001. Fisiologi Hewan, Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi       Hewan, FMIPA UNDIP.
Sacher, R. 2000.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Davis Company : USA.
Saktiyono. 2004. Ipa Biologi SMP dan MTs Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Setiowati,T dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.
Subowo.2009. Histologi Umum. Sagung Seto. Jakarta.















 












PRAKTIKUM III
MENGUKUR TINGKAT KEASAMAN DARAH








BAB I
PENDAHULUAN
            Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah  mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Darah selalu bersifat alkali yaitu kadar alkalinya tergantung dari konsentrasi ion hidrogen dan ini dinyatakan dengan keasaman atau pH darah. Darah selalu mengandung sedikit alkali, dalam keadaan normal, pH darah ayam berkisar antara 6,6 - 7,1. Tingkat keasaman (pH) darah dipertahankan dalam batas-batas yang relatif sempit oleh adanya natrium bikarbonat dalam plasma darah, yang berfungsi untuk menetralisir keasaman darah. Terbentuknya asam karbonat ini akan mengubah harga pH menjadi sekitar 4,5 karena bertambahnya konsentrasi ion H+  yang berasal dari asam karbonat tersebut.
Tujuan Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah untuk mengetahui prinsip dan cara-cara pengukuran pH darah dan mampu membandingkan pH darah hewan pada suatu keadaan  tertentu serta mampu menggunakan  pH indikator secara baik dan  benar.  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Tingkat Keasaman Darah
            Nilai pH darah menunjukkan tingkat keasaman darah dalam tubuh. Nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Nilai pH darah ini berkaitan erat dengan keseimbangan asam basa dalam  tubuh. Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008). Asidosis dalam cairan tubuh mengacu pada peningkatan konsentrasi H+  diatas normal atau penurunan pada HCO3-  di bawah normal, yang mengakibatkan penurunan pH cairan tubuh sampai 7,35 (Tambayong,2000). Skala pH adalah logaritma, yang berarti bahwa perubahan satu skala menunjukkan perubahan sepuluh kali lipat dalam [H+]. Hal terpenting saat  mempertimbangkan pH darah, yang harus berada dalam kisaran sempit (pH 7,35-7,45) agar homestasis dipertahankan. Jika pH darah berada di luar kisaran ini, disfungsi fisiologis akan terjadi dengan cepat (Brooker,2008).
            Perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada di dalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas 7,8 atau turun sampai di bawah 7,0 (Sumardjo,2006).
2.2.      Faktor yang Mempengaruhi pH Darah
            Bila kadar karbon dioksida dalam darah meningkat (hiperkapnea), pH darah menurun menjadi  asam karena karbon dioksida berdifusi dengan cepat ke dalam cairan dan melewati cairan serebrospinal yang pH-nya juga menurun. Rendahnya nilai pH darah umumnya disebabkan oleh hiperkapnea, meskipun pH darah juga dapat menurun  karena sebab lain seperti produksi asam laktat selama metabolisme anaerob. Rendahnya pH darah, secara cepat akan menjadi toksik terhadap semua reaksi kimia dalam tubuh.
            Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008).
            pH darah arteri normal adalah 7,40±0,02. Proses perubahan pH darah ada 2 macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik (karena perubahan konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik (karena perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah. pH darah akan turun (asidosis) apabila PaCO2 ↑(asidosis respiratorik primer) atau jika HCO3-↓ (asidosis metabolik primer). pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis respiratorik primer) atau jika HCO3-↑ (alkalosis metabolik primer) (Djojodibroto, 2007).
             
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 14 mei 2013, pukul 08.00 – 09.30 WIB di Laboratorium Biologi Sistem Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
4.1.      Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah pH indikator sebagai alat ukur untuk mengetahui kadar keasaman darah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah darah hewan percobaan (Ayam).
4.2.      Metode
Mencelupkan pH indikator ke dalam sample darah selama 5 menit, kemudian setelah 5 menit mengangkat dan mengering anginkan pH indikator tersebut. Setelah itu menyesuaikan warna pH indikator tersebut dengan warna standar dan membaca angka pH yang di dapatkan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Dari hasil percobaan Mengukur Tingkat Keasaman Darah didapatkan hasil sebagai berikut :
            pH darah = 8

Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
            Berdasarkan dari pengamatan praktikum, didapatkan hasil bahwa pH darah 8. Hal tersebut berarti pH bersifat alkali atau basa. pH darah normal itu berkisar antara 7,35-7,45. Menurut pendapat Asmadi (2008) bahwa nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008). Dalam hal ini Djojodibroto (2007) berpendapat bahwa pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis respiratorik primer) atau jika HCO3-↑ (alkalosis metabolik primer).
            Menurut pendapat Sumardjo (2006) bahwa perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada di dalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas 7,8 atau turun sampai di bawah 7,0.
BAB V
    SIMPULAN
5.1.      Simpulan
Dari hasil praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah dapat disimpulkan bahwa pH darah pada ayam adalah 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH darah pada ayam bersifat basa/alkalis. pH dapat berbeda karena tergantung pada pengeluaran gas asam yang berlebih melalui urine dan suhu tubuh. Darah dapat bersifat asam maupun basa. Perubahan tingkat keasaman darah tersebut akan terjadi karena beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut antara lain : kondisi makhluk hidup pada saat itu, jumlah larutan Natrium bikarbonat dan suhu. Kemampuan untuk mempertahankan pH darah tergantung pada Natrium bikarbonat yang berfungsi sebagai larutan buffer/penyangga. Natrium bikarbonat dapat menetralisir sifat asam dalam darah.
5.2.      Saran
            Pada peraktikum pengamatan tingkat keasaman darah harus benar-benar teliti untuk mengukur pH agar hasil yang didapat tidak salah.



DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.2008.Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan    Dasar Klien. Salemba Medika.  Jakarta.
Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Terjemahan: Estu Tiar. EGC.           Jakarta. 
Djojodibroto, D. 2005. Respirologi. EGC : Jakarta.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Tambayong, J. 2000.  Patofisiologi untuk keperawatan. EGC.Jakarta.









 








PRAKTIKUM IV
MENGUKUR KADAR GLUKOSA DALAM DARAH












BAB I
PENDAHULUAN
            Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa berasal dari proses katabolisme karbohidrat yang terjadi pada proses glikolisis. Glukosa adalah senyawa yang penting untuk tubuh tingkat karena tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Jika kadar glukosa dalam darah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, dan lain sebagainya. Kadar glukosa darah dalam tubuh setiap mahkluk hidup berbeda-beda, tinggi rendahnya kadar glukosa darah dipengaruhi sekresi hormon insulin dan glukagon sebagai peranan terpenting dalam metabolisme. Dengan meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan sebagai lemak apabila kelebihan. Kadar glukosa darah yang diketahui dapat membantu memprediksi metabolismeme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia.
            Tujuan dari praktikum mengukur kadar glukosa dalam darah adalah agar praktikan dapat mengetahui prinsip dan cara penentuan kadar glukoa darah, mahir dan terampil menggunakan alat yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam darah dan mengukur kadar glukosa darah. Manfaat dari praktikum ini adalah dapat menentukan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat mengatur glukosa dalam darah melalui asupan gizi yang akan diberikan pada ayam.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Glukosa Darah

            Glukosa dalam darah merupakan bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon untuk mensintesis senyawa yang lain yang berada di dalam tubuh manusia (Campbell, 2004). Glukosa darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan glukosa dari persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila laju penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi daripada laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh insulin, yang disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa berpindah dari plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih tinggi daripada dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6 fosfat yang ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas membrane oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk menjaganya tanpa control (Soewolo, 2000).
2.2       Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Glukosa
            Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, dimana gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula 5 darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang pankreas menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soewolo, 2000). Kadar glukosa dapat naik bila seseorang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula berlebihan. Dan juga ketika kelenjar pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin dengan baik, yang mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses dengan sempurna, sehingga mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa darah sebenarnya dapat dicegah. Diantaranya dengan menerapkan pola hidup sehat, menjalankan pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik (olah raga) secara teratur dan memadai.
            Hormon insulin dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas dan sangat penting untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin meningkatkan kecepatan transpor glukosa melalui membran sel hati. Dalam sel hati gula akan mengalami katabolisme atau disimpan. Hormon insulin juga dapat meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, suatu enzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan glikogen.kekurangan insulin dalam tubuh akan mengakibatkan menurunnya tingkat katabolisme glukosa dan menurunkan sintesis dan penyimpanan glikogen, akibatnya kadar gula dalam darah meningkat . Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun.








BAB III
MATERI METODE
Praktikum Fisiologi Ternak dengan acara Pengukura Kadar Glukosa Dalam Darah dilakukan pada hari Selasa tanggal 14 Mei 2013 pada pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1       Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum adalah kapas digunakan  untuk membersihkan alat, jarum francle untuk menusuk atau mengambil darah, Accu Check Active untuk menentukan kadar glukosa darah, test strip untuk mengukur kadar glukosa darah. Alat tulis untuk mencatat hasil dari praktikum. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah sebagai bahan percobaan, alkohol 70% untuk mensterilkan alat.
3.2       Metode
3.2.1.   Pengambilan Darah
            Metode yang dilakukan dalam praktikum adalah membersihkan jarum francle dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam alkohol 70%. Kemudian mengambil darah dengan menggunakan jarum francle, selanjutnya ditusukkan pada vena brachialis bagian sayap ayam dengan arah miring. Tetesan darah yang keluar dipakai untuk pemeriksaan kadar glukosa dalam darah.

3.2.2    Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Accu Check dinyalakan dengan menekan tanda On (S) sehinnga pada layar muncul “ON”. Kemudian memasang test strip pada Accu Check. Tunggu beberapa saat sampai lampu indikator warna merah berkedip-kedip. Berkedipnya lampu menandakan bahwa test strip siap untuk ditetesi darah. Meneteskan darah sebanyak satu tetes diatas area yang berbentuk kotak, berwarna jingga (orange) pada test strip. Tunggu selama 5-7 detik atau hingga muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa darah pada layar. Kemudian mencatat angka yang diperoleh.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah diperoleh hasil, bahwa kadar glukosa darah Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (American Diabetes Association, 2006).
 Sampel darah yang digunakan untuk pengujian kadar glukosa dalam darah berasal dari darah ayam. Kadar gula darah normal pada ternak ruminansia bervariasi, yaitu antara 40 – 60 mg/100 ml dan 35 - 55 mg/100 ml (Poedjiadji 1994). Glukosa darah berasal dari beberapa sumber, antara lain adalah dari karbohidrat makanan, dari senyawa glikogenik melalui glikoneogenesis, dan dari glikogen hati oleh glikogenesis Pada ternak ruminansia, dikenal adanya sistem penjaga kadar glukosa dalam darah melalui proses glikolisis, glikogenesis dan lain sebagainya, sehingga konsentrasi glukosa darah relatif konstan (Poedjiadji 1994).
Hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dari darah ayam adalah 64 mg/ dL. Hal ini menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai glukosa darah pada sampel masih pada batas normal. Sampel tersebut tidak mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah ataupun kekurangan kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh aktifitas tubuh, kesehatan dan faktor genetik. Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis).










BAB V
KESIMPULAN
5.1.      Kesimpulan
                Kesimpulan dari praktikum ini adalah kadar glukosa dalam darah ayam yang diambil yaitu 64 mg/ dL. Hal ini menunjukkan bahwa ampel darah tersebut normal, darah tidak kelebihan glukosa maupun kekurangan glukosa.
5.2.      Saran
            Sebelum mengambil sampel darah disarankan untuk membersihkan alat- alat yang akan digunakan agar tidak menganggu hasil dari praktikum. Dan dalam pelaksanaannya harus lebih teliti.











DAFTAR PUSTAKA
Anonim. January 2006 Diabetes Car2006. "Standards of Medical Care-Table 6 and Table 7, Correlation between A1C level and Mean Plasma Glucose Levels on Multiple Testing over 2-3 monthsStandar Pelayanan Kesehatan Korelasi antara tingkat A1C dan Rata-rata Tingkat Glukosa Plasma. 2006. American Diabetes Association
Campbell, Neil A. 2004 .Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta
Poedjiadji, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Soewolo, dkk. 2000. Fisiologi Manusia. UM. Malang.

















 







PRAKTIKUM V
MENENTUKAN HCG















BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan cairan tubuh yang sangat penting bagi tubuh dan seluruh organ dalam tubuh makhluk hidup. Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh makhluk hidup salah satu fungsi darah yaitu sebagai penyalur oksigen (O2), pengangkut hormone dan penghangat atau penghantar panas dalam tubuh. Darah juga sebagai medium transport penyampai zat-zat makanan beredar di dalam tubuh.
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal. Cairan sisa metabolisme tubuh yang diproses di dalam ginjal, kandungan air yang masi dapat dimanfaatkan oleh tubuh akan di serap didalam ginjal dan menyerahkan pada darah untuk di sebarkan mengelilingi tubuh dan cairan sisa yang sudah tidak digunakan lagi atau dirasa kandungan-kandungan tersebut sudah mencukupi kebutuhan tubuh makhluk hidup tersebut maka cairan tadi akan dieksresikan, dibuang dan dikeluarkan melewati uretra.
Cairan sisa metabolisme ini merupakan cairan yang mengandung urea, amoniak yang merupakan sisa-sisa perombakan protein, zat warna empedu, NaCl, mineral, vitamin yang berlebihan, sisa obat-obatan yang dikonsumsi, dll. sehingga urin tersebut mengandung asam ato dapat dikatakan urin tersebut bersifat asam.
Pada urin wanita hamil dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa bulan kandungan. Pada awal kehamilan juga diekskreikan Human Chorionik Gonadotropin (HCG) yang merupakan glikoprotein yang mengadung galaktosa dan heksosamin ke dalam urin. Didalam HCG tersebut juga terdapat proses reaksi antigen – antibodi. 
Tujuan praktikum dalam penentuan HCG dalam urin adalah untuk mengetahui prinsip - prinsip dan cara-cara penentuan HCG dalam urin secara kualitatif dan diharapkan praktikan mampu menggunakan alat test pack untuk mengadakan percobaan HCG dalam urin. Manfaat dalam praktikum dasar fisiologi ternak ini memberikan pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan HCG yang terdapat dalam urin serta dapat mendeteksi urin pada wanita hamil. 






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Untuk tes kehamilan menggunakan urine, karena dalam urine wanita hamil mengandung HCG ( Human chorionic gonadotropin) . HCG yaitu suatu hormon gliko protein yang mempertahankan sistem reproduksi ternak (sapi) dalam keadaan cocok untuk kehamilan.
    Kelompok hormon gonadotropin (FSH, LH dan HCG) bertanggung jawab atas proses gametogenesis dan steriodogenesis dalam kelenjar, sedangkan hormon merupakan glikoprotein dengan masa molekul + 75 kda. Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan dasar bagi banyak tes kehamilan (Murray et al., 1999).
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah Hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh chorion pada placenta ternak hamil kira-kira 30 sampai 60 hari sesudah menstruasi terakhir dan disekresikan melalui urine (Toelihere, 1979).
Bersamaan dengan perkembangan sel-sel trofoblas dari ovum yang baru mengalami fertilisasi, hormon khorionic gonadotropin disekresi oleh sel-sel sinsisio-trofoblas kedalam cairan ternak hamil. Sekresi hormon ini pertama kali dapat diukur 8 hari setelah ovulasi tepat saat ovum mengadakan implantansi pertama kali dalam endometrium. kemudian sekresinya meningkat dengan cepat dan mencapai maksimal kira-kira 7 hari setelah ovulasi dan berkurang relatif rendah menjelang 16 minggu setelah ovulasi. Dalam analisa kimia, HCG mempuyai berat molekul 50.000 dan banyak sekali mengandung karbohidrat (hexose, fuktrose, hexosamin dan asam sialat), sedang asam amino yang dikandungnya kira-kira 57% (Partodihardjo, 1980).
Uji laboratorium untuk tes kehamilan dilakukan penentuan HCG sebagai penentuan paling logis pada awal kehamilan yaitu ovulasi pada tiga bulan yang pertama. Beberapa tes mengenai keberadaan HCG tergantung kekhusuan reaksi antara antigen antibodi. Jika tes urine tidak mengandung HCG, maka penambahan serum tidak akan dinetralkan. Ketika suspensi HCG ditambahkan maka anti serum yang aktif akan bereaksi dengan partikel HCG yang menyebabkan aglutinasi dan inilah yang akan memberi hasil positif tes kehamilan (Sood, 1987).
Tes yang paling umum berdasarkan pada tes hambatan aglutinasi. Eritrosit domba atau partikel lateks diselubungi oleh HCG. Bila agen yang terselubung tadi diberikan pada anti HCG, maka terjadi aglutinasi yang dapat terlihat dengan terbentuknya gumpalan dan presipitasi. Urine yang akan dites HCG nya dicampur dengan anti serum khusus untuk HCG dan campuran itu dites dengan agen terselubung. Bila urine mengandung HCG maka tidak terrjadi aglutinasi karena antibodi bereaksi dengan HCG urine dan tidak tersedia HCG untuk mengaglutinasi sel atau partikel yang terselubung tadi. Sebaliknya urine yang tidak mengandung HCG akan membentuk presipitasi menunjukan tidak adanya kehamilan. Tes imonologi semacam ini sudah sangat berkembang dan sangat teliti. Sekarang isotopik hormon dibuat kompleks dengan anti serum memungkinkan pengukuran dengan RIA, suatu teknik yang sangat sensitif dan cepat. RIA dapat menguji konsentrasi dalam plasma sedangkan urine menyimpulkan aras hormon plasma (Nalbandov, 1990).
Untuk mendeteksi adanya hormon HCG dalam urine dapat menggunakan test kehamilan instant. Apabila muncul garis merah pada alat test tersebut berarti test dilakukan dengan benar. Jika muncul dua garis merah muda berarti hasilnya positif dan artinya adalah hamil. Sedangkan apabila hanya muncul satu garis merah muda berarti hasilnya negatif dan artinya tidak hamil. Dengan cara ini, kehamilan sudah dapat dideteksi pada hari ke 3 - 6 setelah terlambat haid. Jika ragu dengan hasil yang didapat test tersebut dapat di ulang dalam jangka  2 -3 hari (OneMed Health Care). 




















BAB III
MATERI DAN METODE
            Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Pencernaau Unggas dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 21 Mei 2013, pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
           
3.1.      Materi
Alat yang digunakan untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah testpek yang digunakan untuk mengecek kehamilan.
Bahan yang digunakan untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah darah yang akan diukur kadar glukosanya, urine ternak hamil yang akan di cek dengan testpek.

3.2.      Metode
Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Menampung di dalam botol kering urine pertama di pagi hari pada ternak hamil. Kemasan alumunium foil dari test pack dibuka, strip dikeluarkan kemudian dicelupkan dalam sampel urine sampai batas maksimum selama 30 detik. Strip diangkat dari sampel urine yang diuji dan diletakkan di tempat kering. Setelah 2-3 menit akan keluar hasil test yang dilakukan. Bila strip muncul 1 garis berarti hasil negatif, apabila strip muncul 2 garis, berarti hasil positif. Hasil pengamatan dicatat pada lembar kerja.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
.1. HCG
Garis indikator = 1 (negatif)
Warna garis indikator : merah
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan pengamatan praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG, pertama kali yang dilakukan adalah mengkoleksi urine ternak hamil lalu diteliti di laboratorium dengan menggunakan testpack yang berfungsi untuk mengetahui terdapat kehamilan atau tidak di dalam urine tersebut. HCG merupakan suatu hormon yang cocok untuk kehamilan hal ini sesuai pendapat (Murray et al., 1999) yang menyatakan bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan dasar bagi banyak tes kehamilan.
*HCG urine ternak hamil??? Ternak emang hamil????
* beri penjelasan perbedaan antara urine ibu hamil dan urine ternak “hamil”




BAB  V
KESIMPULAN
            Berdasarkan hail praktikum dapat disimpulkan bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Setelah dilakukan pengetesan dengan menggunakan testpack didapat hasil  negtif yaitu ditandai dengan adanya Garis indikator = 1.











DAFTAR PUSTAKA
Murray, Robert K. et al. 1999. Biokimia Harper. ECG. Jakarta.
Nalbandov. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. UI Press,
Jakarta.

Partodihardjo, S, Dr. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Penerbit Mutiara.







               










 












PRAKTIKUM VI
PENCERNAAN UNGGAS









BAB I
PENDAHULUAN
            Ternak unggas merupakan asset nasional yang turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Seiring dengan meningkatnya konsumen terhadap kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan produk peternakan membuktikan bahwa usaha peternakan dewasa ini mengalami kemjuan. Diantara produk-produk tersebut unggas memegang peranan yang sangat penting karena digemari dan banyak dikenla oleh masyarakat. Kemajuan tersebut tidak lepas dari pertumbuhan unggas yang semakin membaik. Asupan nutrisi untuk unggas harus diperhatikan sebagai salah satu faktor pertumbuhan. Nutrisi tidak dapat lepas dengan pakan yang diberikan kepada ternak unggas itu sendiri, sedangkan  pakan akan di absorbsi di dalam tubuh ungas yang disebut dengan pencernaan. Sehingga pencernaan unggas menjadi salah satu faktor pertumbuhan yang harus dipelajari secara mendalam untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi dalam tubuh unggas agar unggas dapat tumbuh serta berkembang secara optimal.
            Tujuan dari praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Pencernaan Unggas adalah mengetahui fungsi setiap kompartemen penyusun serta prinsip pengukuran keasaman dalam sistem pencernaan unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah mendapatkan informasi mengenai organ dari sistem pencernaan beserta fungsi dan kondisi pHnya.






TINJAUAN PUSTAKA
*dibuat perpoin.
+ klasifikasi ayam (Gallus sp.)
Sistem  digesti adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan antara lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan. Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan sejak masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Komara (2008) menyatakan bahwa pencernaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencernaan dan absorsi zat makanan mulai dari paruh sampai ke anus, serta juga bertanggung jawab pula terhadap pengeluaran bahan yang lengkap yang tidak dapat dicerna.
Secara garis besar fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan. Sistem pencernaan meliputi saluran pencernaan (paruh, mulut, faring, esofagus, proventrikulus, ventrikulus (gizzard), usus halus (small intestine), sekum, rektum, kloaka) dan alat tambahan hati, getah empedu, pankreas, lien. (Yuwanta, 2004).

Unggas mengalami proses pencernaan yang berbeda dengan hewan lain, meskipun mempunyai kesamaan pada prosesnya. Pola pencernaan makanan pada unggas umumnya mengikuti pola pencernaan makanan pada ternak non ruminansia. Tetapi terdapat berbagai modifikasi. Unggas memiliki usus besar yang pendek dibandingkan dengan hewan non ruminansia yang lain. Di usus besar ini aktivitas jasad renik, tetapi sangat rendah dibandingkan dengan ternak non ruminansia lain (Hartadi et all., 2008).
Menurut Yuwanta (2008), panjang alat pencernaan pada ayam sekitar 245-255 cm, tergantung pada umur dan jenis ayam. Prinsip pencernaan pada ayam ada tiga macam, yaitu pencrnaan secara mekanik (fisik), pencernaan secara kima (enzimatik), dan pencernaan secara mikrobiologik. Secara umum pencernaan pada unggas meliputi aspek digesti, absorpsi dan metabolisme.
Sebagaimana hewan lain proses pada saluran pencernaan ayam menggunakan tiga prinsip:
a)                  Secara mekanik. Pencernaan secara mekanik pada unggas berlangsung pada empedal. Pakan di dalam empedal dengan adanya kontraksi otot empedal dengan bantuan grit akan diubah menjadi pasta.
b)                  Secara khemis/enzimatis. Pencernaan secara enzimatis terutama dibantu dengan adanya senyawa kimia dan kerja dari enzim yang dihasilkan oleh alat-alat pencernaan.
c)                  Secara mikrobiologik. Pencernaan secara mikrobiologik terjadi dengan adanya mikrobia yang ikut berperan dalam proses pencernaan. Pada ayam pencernaan secara mikrobiologik tidak berperan besar seperti pada ternak yang  lain, hanya sedikit ditemukan mikrobia pada tembolok dan usus besarnya. Pada tembolok ditemukan beberapa bakteri aktif yang menghasilkan asam organik seperti asam asetat dan asam laktat dan juga pada ceca terjadi sedikit pencernaan hemiselulosa oleh bakteri.











BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.      Materi
            Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Pencernaau Unggas dilaksanakan di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
           
3.2.      Metode
*prosedur kerja dicek lagi. Ayamnya bukan dibius, tapi dipotong terus dibedah, kemudian diisolasi sistem digestorianya
            Pada praktikum pencernaan unggas metode praktikum atau prosedur kerja sebagai berikut, hewan yang digunakan dalam percobaan praktikum adalah unggas (ayam), kemudian hewan percobaan dari setiap kelompok di korbankan dengan pembiuasan. Setelah hewan benar-benar pingsan dilakukan pembedahan dengan menggunakan pisau dan gunting bedah, kemudian diisolasi sistema digetoria, dari rongga mulut hingga kloaka. Sistema digestoria kemudian ditempaatkan pada meja observasi untuk kemudian diamati kompartemen penyusun traktus alimentarius dan organ asesori penyusun sistem digestoria. Setelah diamati kemudian dilakukan dokumentasi berupa gambar ilustrasi sistem digestoria, disertai dengan keterangan gambar. Setelah digambar kemudian dilakukan pengukuran pH pada setiap kompartemen traktus alimentarius mulai dari rongga mulut hingga rektum. Data yang diperoleh ditabulai pada lembar kerja yang tersedia.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Sistem Pencernaan Ayam
            Berdasarkan hasil pengamatan sistem pencernaan pada ayam didapatkan hasil sebagai berikut:


2013-05-21-1796.jpg
           












Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013


Keterangan :
a.      Esophagus  *bahasa indonesiakan
b.      Proventrikulus
c.       Ventrikulus
d.      Hati
e.       Pankreas
f.       Usus halus
g.      Usus besar
h.      Kloaka


Ilustrasi 6. Sistem Pencernaan Unggas

Tabel 2. Hasil Pengamatan Sistem Pencernaan Ayam
Kompartemen traktus alimentarius
Fungsi
Sekresi
pH
Komposisi
Mulut (paruh)
Mengambil makanan dan pencernaan secara mekanik dan kimiawi
Saliva
-

Esophagus
Membasahi makanan sehingga makanan licin
-
5

Tembolok
Tempat penyimpanan pakan
-
-

Proventrikulus
Penghasil kelenjar
Pepsin dan hidrocoloric acid
6

Ventrikulus
Pencernaan makanan secara mekanik
-
4

Pankreas
Penghasil kelenjar
Pancreas
-

Usus halus
Tempat berlangsungnya pencernaan dan absobsi produk pencernaan
Empedu
8

Caecum
Penyerapan air dengan skala sedikit
-
8

 Usus besar
Mengatur kadar air sisa makanan
-


Kloaka
Tempat pengeluaran sisa pencernaan, urinari dan genital
-
-

Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa sistem digesti ayam mulai dari pakan masuk sampai keluar sebagai ekskreta antara lain mulut/paruh, oesophagus, crop (tembolok), proventriculus, gizzard (empedal/ventrikulus), small intestinum yang terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum, coecum, usus besar(rektum), dan kloaka. Di samping itu terdapat kelenjar pencernaan yag berperan sebagai penghasil enzim dalam proses pencernaan makanan yaitu pankreas, hati dan limfa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) yang menyatakan bahwa organ pencernaan ayam tediri atas mulut, faring, esophagus, temblok, lambung kelenjar, lambung otot, usus halus, usu buntu, usus besar, kloaka dan alat asesoris yang berupa hati, limpa dan pankreas. mulut/paruh ayam berbentuk seperti corong yang runcing dan didalamnya terdapat lidah yang tebal serta menghasilkan saliva untuk membantu proses pencernaan di dalam mulut. Hal ini sesuai dengan pendapat  Yuwanta (2008), bahwa mulut ayam menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva yang membantu proses pencernaan didalam mulut. produksi saliva 7 sampai 30 ml/ hari tergantung pada jenis pakan. Pakan dari mulut menuju esophagus dan diteruskan ke tembolok. Esophagus setelah dilakukan pengukuran kadar pH menunjukkan angka 7 atau netral. Hal ini sesuai pendapat Wahju (1997) bahwa esophagus mempunyai pH netral. Tembolok merupakan modifikasi dari oesophagus yang memiliki fungsi sebagsai tempat menampung pakan sementara didalam tubuh ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarto (2000) bahwa fungsi utama tembolok adalah untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Proventikulus atau lambung kelenjar merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis. Berdasarkan hasil pengukuran pH di dalam proventrikulus yaitu sebesar 6, hal ini berarti suasana di dalam proventrikulus adalah asam, karena dapat mengekskresikan HCL, pepsin. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa Proventrikulus merupakan perut kelenjar atau succenturiate ventricle atau glandular stomach yang mengekskresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Ventriculus (gizzard) disebut juga perut muscular (muscular stomach) yang merupakan perpanjangan dari proventrikulus dan fungsi utamanya untuk memecah / melumat  pakan dan mencampur dengan air pasta yang disebut chymne.  Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pH di dalam gizzard diperoleh hasil pH didalam gizzard adalah 4, hal ini berarti  suasana didalam gizzard adalah asam. hal ini sesuai dengan pendapat Kustono (2008), bahwa gizzard bersifat asam dengan pH 2 sampai 3,5 dan tidak ada digesti enzim. Usus terdiri atas saluran makanan yang dimulai dari duodenum, yaitu usus halus di bagian depan, jejunum, ileum dan berakhir di rektum atau usus besar di bagian paling belakang. Usus bersifat basa dengan skala indicator pH menunjukkan angka 8, hal ini sesuai pendapat Wahju (1997) bahwa intestinum bersifat basa dikarenakan sekresi bikarbonat dari pankreas. Unggas memiliki caecum yaitu sepasang caeca (saluran buntu) yang merupakan percabangan dari ujung usus halus. Dari hasil pengukuran pH didalam caecum adalah baa, dengan derajat 8.  Di dalam caecum terjadi proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme yang mencerna serat kasar. Large intestinum atau usus besar pada unggas lebih pendek jika dibandingkan dengan usus hewan non-ruminansia lain. Usus besar menyerap zat-zat yang mungkin masih dibutuhkan oleh tubuh unggas dan menyerap air. Pada beberapa sumber buku, disebutkan bahwa large intestinum pada unggas sama dengan rektum. Rektum merupakan penampung kotoran sementara yang terhubung dengan kloaka. Menurut Yuwanta (2004), pada bagian rektum juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urin yang bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan ekskreta. Kloaka merupakan tempat keluarnya ekskreta (Yuwanta, 2000). Kloaka pada unggas terdiri dari 3 bagian, yaitu kuprodeum, urodeum, dan protodeum. Kuprodeum merupakan muara tempat keluarnya feses.
 *pakai bahasa ilmiah. Misalnya: Large intestinum diganti dengan
Kolon



BAB V
SIMPULAN
5.1.      Simpulan
            Sistem pencernaan ayam berdasarkan hasil pengamatan terdiri atas mulut (paruh), kerongkongan (esophagus), tembolok, lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot (gizzard), usus halus yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, usus besar, usus buntu (caecum) dan kloaka. Masing-masing organ mempunyai fungsi tersendiri dalam peranannya untuk menceerna makanan. Pengujian kadar pH terhadap beberapa organ pencernaan ayam diperoleh data sebagai berikut : Esophagus bersifat netral, Proventrikulus dan gizzard bersifat asam dan usus serta caecum bersifat basa.
5.2.      Saran
            Selama praktikum berlangsung hendaknya praktikan melaksanakannya dengan hati-hati dan teliti terutama saat melakukan pembedahan terhadap ayam agar tidak merusak organ yang akan  diamati dan memperoleh data yang valid.









DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka.             Jakarta.
Hartadi, H., Kustantinah, E. Indarto, N.D. Dono, dan Zuprizal. 2008. Bahan Ajar.            Nutrisi Ternak Dasar. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas          Peternakan UGM.
                   Komara, Toni. 2008. Pemeliharaan Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kustono, D.T. Widayati, Ismaya, dan S. Bintara. 2008. Bahan Ajar.            Fisiologi Ternak. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak.          Bagian             Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. UGM.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Winarto. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Pustaka Media. Yogyakarta.
            Yuwanta, Tri. 2000. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas          Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2008. Dasar Ternak Unggas Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta.







PRAKTIKUM I
PERTUMBUHAN



BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan secara fisik dalam makhluk hidup yang dapat diamati yang bersifat ireversibel berupa pertambahan massa, pertambahan ukuran, pertambahan bobot badan, dan disertai dengan peningkatan populasi. Fenomena kompleks ini tidak hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga dipengaruhi  oleh hormon tiroid, androgen, glikocortiroid dan insulin.
Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor  intrinsik adalah susunan  genetika, sedangkan  faktor ekstrinsik merupakan pakan dan kondisi lingkungan yang paling penting mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari praktikum pertumbuhan adalah mahasiswa mampu menggunakan alat untuk mengadakan percobaan pengukuran pertumbuhan. Selain itu mahasiswa mampu mengukur pertumbuhan dan mampu menginterpretasikan data yang diperoleh dari pengukuran.

             


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Ayam (Gallus sp.)
            Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Ayam broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain hanya 5-6 minggu sudah siap dipanen. Ayam yang dipelihara adalah ayam broiler yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 2008). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjarna dan Suprijatna, 2006).
            Klasifikasi standar adalah pengelompokkan jenis-jenis ayam `berdasarkan buku yang diterbitkan oleh perhimpunan Peternak Unggas Amerika Serikat, yaitu The American Standard of Perfection. Berdasarkan buku tersebut, terdapat 11 kelas ayam, namun yang dianggap penting hanya 4 kelas, yaitu kelas inggris, kelas amerika, kelas mediterania, dan kelas asia (Suprijatna et al., 2008). Ayam kelas inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Inggris. Karakteristik ayam inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, kulit putih, kerabang telur coklat kekuningan, bulu merapat ke tubuh, dan termasuk tipe pedaging. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas inggris antara lain Dorking, Autralorp, Orpington, Sussex, dan Cornish (Suprijatna et al., 2008). Ciri-ciri umum kelas inggris antara lain kulit telur berwarna coklat, kecuali bangasa ayam darling, cuping telinga berwarna merah, cakar kaki tidak berbulu, kulit berwarna putih kecuali bangsa ayam Cornish. Pada kelas ini terdapat bangsa ayam sebagai berikut, bangsa ayam Cornish, dan bangsa ayam australorp (Yuwanta, 2004). Ayam kelas amerika dikembangkan untuk tujuan dwiguna (dual purpose), yaitu memproduksi telur dan daging. Tanda-tanda umum ayam amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur coklat kecuali telur ayam Lamona berwarna putih, cuping telinga berwarna merah, shank berwarna kuning, dan tidak berbulu. Bangsa ayam amerika yang terkenal adalah Plymouth Rock (PR), Rhode Island Red (RIR), Rhode Island White (RIW), Wyandotte, New Hampshire (NH), White American, Dominique, Java, Lamona, Jersey Black Giant, Buck Eye, dan Delawars (Yuwanta, 2004). Karakteristik kelas amerika adalah bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang, dan kulit berwarna putih.ciri khas lain kulit telur berwarna coklat kekuningan, cakar tidak berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kedalam kelas ini adalah Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New Hampshire, dan Jersey (Suprijatna et al., 2008). Terdapat tiga bangsa yang terkenal dalam kelas asia, misalnya Brahma (di India), Langshan (dari China), dan Cochin (dari Shanghai, China). Tanda spesifik ayam asia adalah bentuk badan besar, mempunyai sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat, cuping telinga merah, dan kerabang telur coklat (Yuwanta, 2004). Ayam kelas asia dibentuk dan dikembangkan di wilayah Asia. Contohnya Brahma, Langshan, dan Cochin China. Karakteristik ayam asia yaitu bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang telur beragam coklat kekuningan sampai putih. Ciri khas lain dari kelas asia ini adalah cakar berbulu, kulit berwarna putih sampai gelap, dan merupakan ayam tipe pedaging (Suprijatna et al., 2008).Kelompok ayam ini dibentuk dan dikembangkan di sekitar negara dan pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Karakteristik ayam kelas mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, kerabang telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini antara lain Leghorn, Ancona, Spanish, Minorca, dan Andalusia (Suprijatna et al., 2008). Kelas mediterania memiliki ciri-ciri umum antara lain ukuran badan relatif kecil, cuping telinga berwarna putih, cakar tidak berbulu, telur banyak dan berwarna putih, kulit berwarna putih kecuali leghorn dan ancona. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini sebagai berikut bangsa ayam Leghorn, Ancona dan Minorca (Yuwanta, 2004)


2.2  Pengertian  Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertumbuhan merupakan perubahan dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah sel dan volume sel dan proses tersebut tidak dapat dibalik (Kadaryanto, 2003). Menurut Anggorodi (1984) periode pertumbuhan terdiri atas :
·         Pertumbuhan awal dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan.
·         periode logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan baik secara eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh) maupun secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan tulang).
·         Periode akhir dari pertumbuhan adalah periode perlambatan yang ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan yang cenderung konstan.  
Pertumbuhan  dan perkembangan pada hewan berbeda-beda antara spesies satu dengan spesies yang lain. Tetapi, pada dasarnya memiliki persamaan tahapan perkembangan (Diah, 2007), yaitu sebagai berikut:
1.         Pembelahan Sel
            Setelah terjadi fertilisasi (pembuahan sel gamet jantan dan sel gamet betina), terbentuklah zigot. Zigot mengalami pembelahan mitosis secara terus-menerus. Pembelahan ini berlangsung sangat cepat. Sel-sel yang dihasilkan dari pembelahan disebut morula. Morula berkembang menjadi bentuk yang berlubang disebut blastula.
2.         Morfogenesis
            Blastula terus mengalami pembelahan sel. Selama pembelahan ini terjadi morfogenesis, yaitu proses perkembangan bentuk berbagai bagian tubuh embrio.
3.         Diferensiasi
Blastula terus membelah dan membentuk gastrula. Dari gastrula terbentuk embrio. Sel-sel embrio berkembang terus membentuk jaringan, organ, dan sistem organ yang membentuk struktur dan fungsi khusus yang nantinya difungsikan pada waktu dewasa.
4.         Pertumbuhan
            Setelah terbentuk organ, terjadi pertumbuhan makhluk hidup menjadi lebih besar. Perkembangan berjalan seiring dengan pertumbuhan. Perkembangan adalah proses mencapai kedewasaan. Perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan, yaitu per-tumbuhan dapat diukur dengan ukuran tertentu, sedangkan perkembangan tidak dapat diukur dengan suatu ukuran.

2.3       Faktor yang memengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup merupakan hasil interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup adalah gen, nutrisi, hormon, dan lingkungan (Isnaeni, 2006).
1.         Gen
Gen adalah faktor pembawa sifat menurun yang terdapat di dalam sel makhluk hidup. Gen berpengaruh pada setiap struktur makhluk hidup dan juga perkembangannya, walaupun gen bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhinya. Artinya, sifat-sifat yang tampak pada makhluk hidup seperti bentuk tubuh, tinggi tubuh, warna mata, warna bulu pada hewan, warna bunga, penambahan ukuran, dan sebagainya dipengaruhi oleh gen yang dimilikinya. Setiap spesies memiliki gen untuk sifat tertentu. Demikian pula pada hewan ternak yang memiliki gen unggul, misalnya pertumbuhannya cepat dan dengan memberikan makanan yang cukup maka akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula. Sebaliknya, jika hewan ternak tersebut tidak memiliki gen unggul dengan pertumbuhan yang cepat, meskipun didukung dengan pemberian makanan yang cukup maka pertumbuhan dan perkembangannya tidak sebaik bila hewan tersebut memiliki gen unggul (Isnaeni, 2006).
2.         Nutrisi
Nutrisi atau makanan berperan pentingdalam pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Fungsi nutrisi di antaranya adalah sebagai bahan pembangun tubuh makhluk hidup. Sampai batas usia tertentu manusia akan mengalami pertumbuhan, yaitu bertambah tinggi dan besar. Hal ini dapat terjadi karena setiap hari manusia makan makanan yang cukup bergizi. Demikian pula hewan, pada batas periode tertentu juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan karena hewan tersebut makan setiap hari. Nutrisi bagi sebagian besar hewan dan manusia dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein merupakan bahan pembangun sel-sel tubuh. Oleh karena itu dalam masa pertumbuhan harus mendapatkan protein yang cukup (Isnaeni, 2006).
3.         Hormon      
Hormon merupakan senyawa organik (zat kimia) pada manusia dan sebagian hewan. Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar buntu, artinya kelenjar itu tidak memiliki saluran. Hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) langsung masuk ke pembuluh darah. Hormon diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah. Hormon mempengaruhi reproduksi, metabolisme, serta pertumbuhan dan perkembangan pada manusia dan sebagian hewan. Pada manusia, hormon pertumbuhan atau Growth Hormone (GH) mempengaruhi kecepatan pertumbuhan seseorang. Seseorang yang kelebihan hormon akan mengalami pertumbuhan yang luar biasa/gigantisme. Sebaliknya, jika seseorang kekurangan hormon pertumbuhan maka dapat mengakibatkan kekerdilan. Hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar gondok (kelenjar tiroid) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bila pada masa kanak-kanak kekurangan hormon tiroksin mengakibatkan kretinisme. Kretinisme yaitu pertumbuhan yang lambat dan mental yang terbelakang, sehingga perkembangannya juga terhambat. Pada hewan tingkat tinggi (vertebrata) misalnya katak, metamorfosis berudu menjadi katak dewasa dipengaruhi oleh hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Hal ini menunjukkan bahwa pada katak, hormon tiroksin mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Pada hewan tingkat rendah (invertebrata) misalnya Hydra memiliki zat kimia yang mirip hormon (neuropeptida). Zat kimia ini merangsang terjadinya pertumbuhan dan regenerasi (Isnaeni, 2006).
4.         Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup terutama tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan berperan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terutama adalah suhu, udara, cahaya, dan kelembapan (Isnaeni, 2006). Pertumbuhan  ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas makanan, suhu lingkungan, dan kesehatan ayam itu sendiri (Sudarmono,  2002).


BAB III
METODE
3.1       Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Ternak mengenai Pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 14 Mei 2013 pukul 08.00-09.30 dan 21 mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi Sruktur dan Fisiologi Ternak, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Matematika  Universitas Diponegoro Semarang.

3.2.      Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah timbangan  untuk mengukur bobot badan ayam, tali untuk mengukur sementara bagian tubuh yang akan diukur yaitu sayap,tibia-tarsus,penggaris untuk mengukur panjang tali yang sudah diukur pada media ukur, ,jangka sorong untuk mengukur panjang paruh,kandang ayam sebagai tempat untuk memelihara ayam dan alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah unggas (ayam boiler)

3.3.      Metode

Hewan percobaan yang dipergunakan dalam praktikum adalah ayam broiler , Hewan percobaan ditimbang menggunakan timbangan untuk mengetahui bobot badan awal dan dilanjutkan dengan pengukuran somatometrik (panjang paruh, panjang sayap, dan panjang tibiotarsus) menggunakan caliper atau mistar. Hewan percobaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu Kelompok I: sebagai kontrol, dan Kelompok II: diperlakukan dengan diberi pakan tambahan berupa konsentrat berprotein tinggi selama dua minggu,Setelah dua minggu, hewan percobaan ditimbang lagi untuk mengetahui bobot setelah perlakuan. Dilakukan pengukuran somatrik.



























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
               Berdasarkan hasil praktikum pengukuran pertumbuhan didapatkan hasil sebagai berikut :  
Tabel 1. Tabel pengukuran bobot tubuh dan somatometrik 

Variabel yang diukur
Minggu 1
Minggu 2


Bobot tubuh (kg)
1,37
1,06

1,34
1,27

1,38
1,53

1,71
1,75

Panjang paruh (cm)
3,3
3,3

2,9
3,8

3,5
3,5

3,4
3,4

Panjang sayap (cm)
17,5
16,7

15,5
15,7

14,5
14,5

14,2
14,2

Panjang tibia-tarsus (cm)
10.4
20,5

9,5
19,5

8,5
20

8,3
20,5

Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013
Berdasarkan dari hasil pengukuran dan pengamatan dalam praktikum yang telah dilakuan bahwa pada ayam broiler  dalam jangka waktu pengamatan yang berbeda yaitu selama 2 minggu mengalami proses pertumbuhan yang ditunjukkan dengan berbagai parameter, baik mengenai bobot tubuh, panjang paruh, panjang sayap, maupun panjang tibia-tarsus. Diperoleh bahwa bobot tubuh rata- rata  dari 1,32 kg  menjadi 1,44 kg, panjang paruh rata-rata dari 3,075 cm menjadi 3,5 cm, panjang sayap rata-rata dari 26,175 cm menjadi 30,5 cm dan panjang tibia-tarsus rata-rataa pada ayam broiler dari 18,575 cm menjadi  20 cm. Hal ini terjadi pertambahan disetiap minggunya  baik dari bobot tubuh maupun panjang somatometrik secara fisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kadaryanto (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah sel dan volume sel dan proses tersebut tidak dapat dibalik.Ditambahkan oleh Anggorodi (1984) yang menyatakan bahwa pertumbuhan awal dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan. Disusul dengan periode logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan baik secara eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh) maupun secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan tulang).



BAB V
SIMPULAN
5.1.      Simpulan
Pertumbuhan adalah perubahan makhluk hidup dari kecil menjadi besar. Pertumbuhan merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Parameter  pengukuran pertumbuhan ayam ini berdasar pada bobot badan, panjang sayap, panjang paru dan panjang tibia-tarsus hal ini untuk mempermudah dalam pengamatan proses pertumbuhan, karena bagian-bagian tersebut yang paling mudah untuk diamati dan diukur dengan peralatan yang sederhana dan dengan hasil yang cukup teliti. Sebenarnya pertumbuhan pada ayam tidak terjadi hanya pada bagian-bagian tertentu saja sebagaimana parameter diatas, namun pertumbuhan itu terjadi pada semua jaringan dan organ badan ayam  tersebut.
5.2 Saran
            Pada praktikum pertumbuhan diperlukan ketelitian untuk mengukur faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.




DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-3. PT Gramedia,   Jakarta.
Diah, A. 2007. Biologi 2.  Erlangga, Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta
Kadaryanto. 2003. Biologi. Yudhistira, Bogor.
Kartasudjana,R dan Edjeng Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya,      Jakarta
Rasyaf, M.  2008.  Panduan Beternak Ayam Pedaging.  Penebar Swadaya,             Jakarta.
Suprijatna, E dan Umiyati, A. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya,          Jakarta.
Suprijatna, E dan U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.













 









PRAKTIKUM II
STATUS DARAH:
KADAR HEMOGLOBIN DAN JUMLAH ERITROSIT










BAB I
PENDAHULUAN
            Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah  mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Darah pada dasarnya terdiri dari dua macam komponen utama yaitu cairan darah atau plasma darah dan sel-sel darah yang terdiri dari berbagai sel seperti eritrosit atau sel darah merah, sel darah putih (leukosit) dan trombosit. Fungsi ketiga macam sel ini berbeda-beda.  Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
Manfaat dari praktikum adalah mahasiswa dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, perhitungan jumlah eritrosit dan dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit dalam kondisi tertentu.          













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Darah
            Darah merupakan jaringan ikat berbentuk cair yang tersusun atas bagian padat berupa sel-sel darah dan bagian cair berupa plasma darah. Darah tersusun atas plasma darah (55%) dan sel-sel darah (45%). Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume darah yang dipadatkan. Nilai hematokrit antara 40-70. Darah merupakan alat transpor utama dalam tubuh. Kadang-kadang darah berwarna merah tua atau merah muda tergantung kadar oksigen dan karbon dioksida dalam darah.  Fungsi darah secara umum sebagai alat pengangkut, sebagai pelindung tubuh terhadap serangan penyakit, dan sebagai keseimbangan asam basa dalam darah untuk menghindari kerusakan darah. Warna merah yang dimiliki darah berasal hemogloblin. Setiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul Hb. Hb  merupakan senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hb mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk oksihemogloblin , sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida disebut deoksihemogloblin. Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Jumlah hemogloblin yang normal 15 gram setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin tergantung pada umur dan jenis kelamin (Setiowati dan Deswaty, 2007).
2.2. Komponen Penyusun Darah
            Komponen penyusun darah terdiri dari sel-sel darah dan plasma darah (cairan). Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula (sel-sel darah) yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.

2.2.1.  Sel-sel darah
2.2.1.1. Leukosit (Sel darah putih)
                                   
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 2. Sel Darah Putih
            Sel darah putih (leukosit) berwarna bening. Umumnya, berukuran lebih besar daripada sel darah merah. Bentuk sel darah putih tidak tetap karena dapat bergerak secara amoeboid. Sel darah putih memiliki inti. Sel darah putih dibentuk di dalam sumsum merah pada tulang pipih, limpa, dan kelenjar limpa. Jumlah sel darah putih lebih sedikit dibandingkan sel darah merah. Jumlah sel darah putih 4000-8000 butir setiap mm3 darah. Jumlah sel darah putih dapat naik (leukositosis) atau turun (leukopeni) tergantung pada ada atau tidaknya infeksi kuman-kuman tertentu (Setiowati dan Deswaty, 2007).
            Berdasarkan ada tidaknya butir-butir dalam sitoplasmanya dibedakan menjadi granulosit dan agranulosit (limfosit dan monosit). Granulosit jenis leukosit yang paling banyak terdapat dalam darah sekitar 75%, memiliki butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam sitoplasma. Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, tetapi juga dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Monosit adalah sel agranulosit berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 µm (Subowo,2009).

2.2.1.2. Eritrosit (Sel darah merah)
                            
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 3. Sel Darah Merah

            Sel darah merah (eritrosit) merupakan bagian uatama dari sel-sel darah. Setiap mm3 darah mengandung 4,5-5 juta sel darah merah. Bentuk sel darah merah bulat pipih dengan cekung dibagian tengah. Sel darah merah tidak berinti. Kira-kira 5-15% eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit) (Setiowati dan Deswaty, 2007).
            Sel darah merah atau eritrosit adalah sel-sel berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan spesialisasi untuk pengakut oksigen. Dalam setiap 1 mm3  darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Komposisi molekuler eritrosit menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen (Subowo,2009). Setiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemogloblin. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida (Setiowati dan Deswaty, 2007).







2.2.1.3. Trombosit (Keping Darah)
                       
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 4. Keping Darah
            Trombosit berasal dari sebuah sel yang sangat besar dalam sumsum tulang yang dinamakan megakarosit. Trombosit berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma yang berukuran 2-5 µm lengkap dengan membran plasma yang mengelilinginya. Oleh karena itu dinamakan keping darah. Jumlah trombosit diperkirakan sekitar 150-300 ribu setiap µl, sedang umurnya sekitar 8 hari (Subowo,2009). Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur, berukuran kecil, tidak berwarna, dan tidak berinti. Trombosit dibuat di dalam sumsum tulang yang berasal dari sel raksasa yang dinamakan megakariosit. Setiap mm3 darah mengandung sejumlah 200.000-300.000 trombosit (Setiowati dan Deswaty, 2007). Keping darah berukuran kecil, memiliki bentuk yang tidak teratur, dan tidak memiliki inti. Keping darah berfungsi untuk proses pembekuan darah, sehingga keping darah disebut juga sel darah pembeku. Keping darah memiliki sifat mudah pecah jika keluar dari pembuluh darah atau tersentuh oleh benda-benda yang permukaannya kasar (Saktiyono, 2004).
2.2.2.  Plasma Darah
            Bagian darah yang cair dan berwarna kekuning-kuningan pada darah. Diperkirakan plasma darah berjumlah 55% dari seluruh jumlah darah, dan sisanya 45% adalah sel-sel darah. Plasma darah terdiri dari 90% air dan sisanya adalah zar-zat terlarut. Plasma darah berfungsi sebagai pengangkut sari-sari makanan, hormon, dan zat-zat sisa metabolisme, misalnya karbon dioksida. Selain itu, plasma darah juga berfungsi dalam pembekuan darah, karena mengandung fibrinogen (Saktiyono,2004). Dalam plasma terdapat protein, seperti fibrinogen  yang berperan dalam pembekuan darah dan serum albumin yang berkaitan dengan proses absorpsi. Dalam plasma darah, juga tedapat serum globulin yang berperan membentuk antibodi yang diperlukan dalam reaksi imunitas. Protein dalam serum darah berfungsi juga memelihar kekentalan (viskositas) darah atau memelihara osmosis darah (Karmana,2008).
2.3. Parameter Status Darah
2.3.1. Eritrosit
            Menghitung sel darah merah dalam volume yang kecil dari darah yang sudah sangat diencerkan tidaklah akurat dan jarang dilakukan. Hitung sel darah merah dilakukan secara langsung dan akurat oleh penghitung elektronik untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan dan reproducible.  Jika sel darah merah dalam konsentrasi tertentu mengalami lisis, terjadi pembebasan hemoglobinyang dapat diukur secara spektofotometris pada panjang gelombang ini, yang konsentrasinya setara dengan densitas optis (Sacher,2000).
 2.3.2. Hemoglobin
            Hemoglobin dapat diukur dengan menggunakan spektofotometer yang tersedia di sebagian laboratorium umum, namun metode yang paling banyak digunakan adalah penghitung sel otomatis yang secara langsung mengukur hemoglobin di dalam saluran sel darah merah. Tiga variabel primer adalah jumlah hemoglobin yang ada di darah lengkap (dalam gram per desiliter); proporsi sel darah merah dalam darah lengkap hematokrit atau packed cell volume dan jumlah absolut sel darah merah dalam darah lengkap, biasanya dinyatakan sebagai juta sel per mikroliter, indeks sel darah merah (indeks korpuskular) untuk perhitungan ukuran rata-rata dan kandungan hemogloblin di masing-masing eritrosit (Sacher,2000).






BAB III
METODOLOGI
Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Status Darah Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit dilaksanakan pada Selasa, 14 Mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah pipet sahli untuk mengambil darah, tabung sahli, tabung hemometer untuk mengukur kadar Hb, aspirator untuk menyedot darah masuk ke dalam tabung sahli, pipet tetes untuk menetesi aquades, improved neubauer untuk mengamati sel darah merah, dan mikroskop untuk alat bantuan melihat eritrosit, pipet eritrosit, cuvet sentrifuse.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah alkohol 70%, kapas, HCl 0,1 N, darah, aquades, larutan Hayem, serum.

3.2. Metode
Cara penentuan kadar hemoglobin antara lain tabung sahli disiapkan terlebih dahulu dengan diisi larutan HCl 0,1N sampai skala 2. Menghisap darah dari tetesan darah yang telah disiapkan menggunakan pipet sahli beserta aspiratornya. Darah yang keluar dihisap sampai batas angka 20 secara perlahan-lahan. Darah yang berada di ujung pipet dibersihkan dan dengan segera darah dikeluarkan dengan cara menghembuskan darah dari pipet ke tabung sahli. Semua darah di dalam pipet diusahakan masuk ke dalam tabung sahli. Tabung sahli diletakkan kembali di antara kedua bagian standart warna dalam alat hemometer. Darah yang telah bercampur dengan HCl 0,1 N didiamkan selama 1 menit sampai 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna coklat. Dengan pipet tetes ditambahkan sedikit-sedikit aquades, sampai warna darah yang bercampur dengan HCl sama dengan warna standart. *fungsi HCl
Cara menentukan jumlah eritrosit dengan menyiapkan kamar/bilik hitung dan mikroskop. Biik hitung diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x sampai terlihat kotak-kotak yang akan dipergunakan untuk menghitung jumlah eritrosit. Menyiapkan pipet eritrosit dengan memasang aspirator pada bagian ujung. Darah yang sudah disiapkan dihisap menggunakan aspirator sampai skala 1,0 dengan pipet eritrosit. Menghisap larutan Hayem juga dan dengan pipet yang sama sampai skala 101. Pipet dikocok membentuk angka 8 sehingga dara dan arutan Hayem bercampur. Tetesan pertama pada pipet eritrosit diteteskan di tisu, setelah itu diteteskan di bilik hitung, diamati dan dihitung.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Jumlah Eritrosit Dalam Darah
Berdasarkan praktikum penentuan jumlah eritrosit dalam darah didapat hasil  sebagai berikut :
Diket : x1= 80,  x2= 81,  x3=84,  x4=91,  x5=107
x1=              80
x2=              81
x3=              84
x4=              91
x5=            107   +  
                 443
Jumlah butir darah merah pada 5 kotak= 443 butir
Jumlah butir darah merah per mm3 darah= 443 x 5000 butir
                                                                  = 2.215.000 butir
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

            Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil perhitungan  jumlah butir darah per mm3 adalah 2.215.000 butir. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa Setiap mm3 darah mengandung 4,5-5 juta sel darah merah.*apa penyebab eritrosit bisa kurang dari 4-5 juta?? Kira-kira 5-15% eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit). Dalam hal ini Subowo (2009) menambahkan bahwa dalam setiap 1 mm3  darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Sel eritrosit berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan spesialisasi untuk pengakut oksigen. Bentuk bikonkaf dari eritrosit ternyata lebih menguntungkan daripada bentuk seperti bola karena pertambahan luas permukaannya menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorpsi dan pelepasan O2. Tidak adanya inti sel juga lebih menguntungkan karena eritrosit akan memberikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak yang diikat.

4.2. Kadar Hemoglobin (Hb)
Berdasarkan hasil praktikum pengukuran kadar hemoglobin didapatkan hasil  berikut :
Kadar Hb = 15 g%
     Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

            Berdasarkan hasil pengamatan kadar Hb 15,5 g%. Kadar Hb di tentukan oleh kadar sel darah merah di dalam tubuh. Menurut pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa jumlah hemogloblin yang normal 15 gram setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin tergantung pada umur dan jenis kelamin.  Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk oksihemogloblin (HbO2), sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida disebut deoksihemogloblin (HbCO2). Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Menurut pendapat Praseno (2001) bahwa proses pelepasan oksigen disebut oksigenasi yang membutuhkan besi dalam bentuk ferro di dalam molekul hemoglobin. Zat gizi tersebut menuju sumsum tulang menjadi bagian dari molekul heme guna membentuk eritrosit.
























. BAB V
SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa jumlah eritrosit yang didapat pada saat praktikum berjumlah 2.215.000 butir, kadar Hb yang didapat adalah 15 g%. Eritrosit berwarna merah pada intinya, leukosit berupa cairan putih kekuningan dan trombosit berupa keping-keping darah. Jumlah eritrosit pada darah tidak normal disebabkan kualitas pakan tidak baik, dan juga keadaan lingkungan yang tidak sesuai. Sedangkan kadar hemoglobin kurang normal, disebabkan karena faktor lingkungan yang tidak mendukung. faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar hemoglobin dalam darah adalah usia, jenis kelamin, faktor fisiologis, lingkungan, kualitas nutrisi ransum, spesies, dan aktivitas sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit.                                    .
* simpulan sesuaikan tujuan : Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.











DAFTAR PUSTAKA
Karmana, O. 2008. Biologi. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Praseno, K. 2001. Fisiologi Hewan, Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi       Hewan, FMIPA UNDIP.
Sacher, R. 2000.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Davis Company : USA.
Saktiyono. 2004. Ipa Biologi SMP dan MTs Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Setiowati,T dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.
Subowo.2009. Histologi Umum. Sagung Seto. Jakarta.















 












PRAKTIKUM III
MENGUKUR TINGKAT KEASAMAN DARAH








BAB I
PENDAHULUAN
            Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah  mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Darah selalu bersifat alkali yaitu kadar alkalinya tergantung dari konsentrasi ion hidrogen dan ini dinyatakan dengan keasaman atau pH darah. Darah selalu mengandung sedikit alkali, dalam keadaan normal, pH darah ayam berkisar antara 6,6 - 7,1. Tingkat keasaman (pH) darah dipertahankan dalam batas-batas yang relatif sempit oleh adanya natrium bikarbonat dalam plasma darah, yang berfungsi untuk menetralisir keasaman darah. Terbentuknya asam karbonat ini akan mengubah harga pH menjadi sekitar 4,5 karena bertambahnya konsentrasi ion H+  yang berasal dari asam karbonat tersebut.
Tujuan Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah untuk mengetahui prinsip dan cara-cara pengukuran pH darah dan mampu membandingkan pH darah hewan pada suatu keadaan  tertentu serta mampu menggunakan  pH indikator secara baik dan  benar.  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Tingkat Keasaman Darah
            Nilai pH darah menunjukkan tingkat keasaman darah dalam tubuh. Nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Nilai pH darah ini berkaitan erat dengan keseimbangan asam basa dalam  tubuh. Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008). Asidosis dalam cairan tubuh mengacu pada peningkatan konsentrasi H+  diatas normal atau penurunan pada HCO3-  di bawah normal, yang mengakibatkan penurunan pH cairan tubuh sampai 7,35 (Tambayong,2000). Skala pH adalah logaritma, yang berarti bahwa perubahan satu skala menunjukkan perubahan sepuluh kali lipat dalam [H+]. Hal terpenting saat  mempertimbangkan pH darah, yang harus berada dalam kisaran sempit (pH 7,35-7,45) agar homestasis dipertahankan. Jika pH darah berada di luar kisaran ini, disfungsi fisiologis akan terjadi dengan cepat (Brooker,2008).
            Perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada di dalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas 7,8 atau turun sampai di bawah 7,0 (Sumardjo,2006).
2.2.      Faktor yang Mempengaruhi pH Darah
            Bila kadar karbon dioksida dalam darah meningkat (hiperkapnea), pH darah menurun menjadi  asam karena karbon dioksida berdifusi dengan cepat ke dalam cairan dan melewati cairan serebrospinal yang pH-nya juga menurun. Rendahnya nilai pH darah umumnya disebabkan oleh hiperkapnea, meskipun pH darah juga dapat menurun  karena sebab lain seperti produksi asam laktat selama metabolisme anaerob. Rendahnya pH darah, secara cepat akan menjadi toksik terhadap semua reaksi kimia dalam tubuh.
            Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008).
            pH darah arteri normal adalah 7,40±0,02. Proses perubahan pH darah ada 2 macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik (karena perubahan konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik (karena perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah. pH darah akan turun (asidosis) apabila PaCO2 ↑(asidosis respiratorik primer) atau jika HCO3-↓ (asidosis metabolik primer). pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis respiratorik primer) atau jika HCO3-↑ (alkalosis metabolik primer) (Djojodibroto, 2007).
             
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 14 mei 2013, pukul 08.00 – 09.30 WIB di Laboratorium Biologi Sistem Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
4.1.      Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah pH indikator sebagai alat ukur untuk mengetahui kadar keasaman darah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah darah hewan percobaan (Ayam).
4.2.      Metode
Mencelupkan pH indikator ke dalam sample darah selama 5 menit, kemudian setelah 5 menit mengangkat dan mengering anginkan pH indikator tersebut. Setelah itu menyesuaikan warna pH indikator tersebut dengan warna standar dan membaca angka pH yang di dapatkan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Dari hasil percobaan Mengukur Tingkat Keasaman Darah didapatkan hasil sebagai berikut :
            pH darah = 8

Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
            Berdasarkan dari pengamatan praktikum, didapatkan hasil bahwa pH darah 8. Hal tersebut berarti pH bersifat alkali atau basa. pH darah normal itu berkisar antara 7,35-7,45. Menurut pendapat Asmadi (2008) bahwa nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008). Dalam hal ini Djojodibroto (2007) berpendapat bahwa pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis respiratorik primer) atau jika HCO3-↑ (alkalosis metabolik primer).
            Menurut pendapat Sumardjo (2006) bahwa perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada di dalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas 7,8 atau turun sampai di bawah 7,0.
BAB V
    SIMPULAN
5.1.      Simpulan
Dari hasil praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah dapat disimpulkan bahwa pH darah pada ayam adalah 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH darah pada ayam bersifat basa/alkalis. pH dapat berbeda karena tergantung pada pengeluaran gas asam yang berlebih melalui urine dan suhu tubuh. Darah dapat bersifat asam maupun basa. Perubahan tingkat keasaman darah tersebut akan terjadi karena beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut antara lain : kondisi makhluk hidup pada saat itu, jumlah larutan Natrium bikarbonat dan suhu. Kemampuan untuk mempertahankan pH darah tergantung pada Natrium bikarbonat yang berfungsi sebagai larutan buffer/penyangga. Natrium bikarbonat dapat menetralisir sifat asam dalam darah.
5.2.      Saran
            Pada peraktikum pengamatan tingkat keasaman darah harus benar-benar teliti untuk mengukur pH agar hasil yang didapat tidak salah.



DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.2008.Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan    Dasar Klien. Salemba Medika.  Jakarta.
Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Terjemahan: Estu Tiar. EGC.           Jakarta. 
Djojodibroto, D. 2005. Respirologi. EGC : Jakarta.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Tambayong, J. 2000.  Patofisiologi untuk keperawatan. EGC.Jakarta.









 








PRAKTIKUM IV
MENGUKUR KADAR GLUKOSA DALAM DARAH












BAB I
PENDAHULUAN
            Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa berasal dari proses katabolisme karbohidrat yang terjadi pada proses glikolisis. Glukosa adalah senyawa yang penting untuk tubuh tingkat karena tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Jika kadar glukosa dalam darah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, dan lain sebagainya. Kadar glukosa darah dalam tubuh setiap mahkluk hidup berbeda-beda, tinggi rendahnya kadar glukosa darah dipengaruhi sekresi hormon insulin dan glukagon sebagai peranan terpenting dalam metabolisme. Dengan meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan sebagai lemak apabila kelebihan. Kadar glukosa darah yang diketahui dapat membantu memprediksi metabolismeme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia.
            Tujuan dari praktikum mengukur kadar glukosa dalam darah adalah agar praktikan dapat mengetahui prinsip dan cara penentuan kadar glukoa darah, mahir dan terampil menggunakan alat yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam darah dan mengukur kadar glukosa darah. Manfaat dari praktikum ini adalah dapat menentukan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat mengatur glukosa dalam darah melalui asupan gizi yang akan diberikan pada ayam.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Glukosa Darah

            Glukosa dalam darah merupakan bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon untuk mensintesis senyawa yang lain yang berada di dalam tubuh manusia (Campbell, 2004). Glukosa darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan glukosa dari persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila laju penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi daripada laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh insulin, yang disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa berpindah dari plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih tinggi daripada dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6 fosfat yang ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas membrane oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk menjaganya tanpa control (Soewolo, 2000).
2.2       Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Glukosa
            Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, dimana gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula 5 darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang pankreas menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soewolo, 2000). Kadar glukosa dapat naik bila seseorang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula berlebihan. Dan juga ketika kelenjar pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin dengan baik, yang mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses dengan sempurna, sehingga mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa darah sebenarnya dapat dicegah. Diantaranya dengan menerapkan pola hidup sehat, menjalankan pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik (olah raga) secara teratur dan memadai.
            Hormon insulin dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas dan sangat penting untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin meningkatkan kecepatan transpor glukosa melalui membran sel hati. Dalam sel hati gula akan mengalami katabolisme atau disimpan. Hormon insulin juga dapat meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, suatu enzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan glikogen.kekurangan insulin dalam tubuh akan mengakibatkan menurunnya tingkat katabolisme glukosa dan menurunkan sintesis dan penyimpanan glikogen, akibatnya kadar gula dalam darah meningkat . Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun.








BAB III
MATERI METODE
Praktikum Fisiologi Ternak dengan acara Pengukura Kadar Glukosa Dalam Darah dilakukan pada hari Selasa tanggal 14 Mei 2013 pada pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1       Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum adalah kapas digunakan  untuk membersihkan alat, jarum francle untuk menusuk atau mengambil darah, Accu Check Active untuk menentukan kadar glukosa darah, test strip untuk mengukur kadar glukosa darah. Alat tulis untuk mencatat hasil dari praktikum. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah sebagai bahan percobaan, alkohol 70% untuk mensterilkan alat.
3.2       Metode
3.2.1.   Pengambilan Darah
            Metode yang dilakukan dalam praktikum adalah membersihkan jarum francle dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam alkohol 70%. Kemudian mengambil darah dengan menggunakan jarum francle, selanjutnya ditusukkan pada vena brachialis bagian sayap ayam dengan arah miring. Tetesan darah yang keluar dipakai untuk pemeriksaan kadar glukosa dalam darah.

3.2.2    Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Accu Check dinyalakan dengan menekan tanda On (S) sehinnga pada layar muncul “ON”. Kemudian memasang test strip pada Accu Check. Tunggu beberapa saat sampai lampu indikator warna merah berkedip-kedip. Berkedipnya lampu menandakan bahwa test strip siap untuk ditetesi darah. Meneteskan darah sebanyak satu tetes diatas area yang berbentuk kotak, berwarna jingga (orange) pada test strip. Tunggu selama 5-7 detik atau hingga muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa darah pada layar. Kemudian mencatat angka yang diperoleh.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah diperoleh hasil, bahwa kadar glukosa darah Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (American Diabetes Association, 2006).
 Sampel darah yang digunakan untuk pengujian kadar glukosa dalam darah berasal dari darah ayam. Kadar gula darah normal pada ternak ruminansia bervariasi, yaitu antara 40 – 60 mg/100 ml dan 35 - 55 mg/100 ml (Poedjiadji 1994). Glukosa darah berasal dari beberapa sumber, antara lain adalah dari karbohidrat makanan, dari senyawa glikogenik melalui glikoneogenesis, dan dari glikogen hati oleh glikogenesis Pada ternak ruminansia, dikenal adanya sistem penjaga kadar glukosa dalam darah melalui proses glikolisis, glikogenesis dan lain sebagainya, sehingga konsentrasi glukosa darah relatif konstan (Poedjiadji 1994).
Hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dari darah ayam adalah 64 mg/ dL. Hal ini menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai glukosa darah pada sampel masih pada batas normal. Sampel tersebut tidak mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah ataupun kekurangan kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh aktifitas tubuh, kesehatan dan faktor genetik. Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis).










BAB V
KESIMPULAN
5.1.      Kesimpulan
                Kesimpulan dari praktikum ini adalah kadar glukosa dalam darah ayam yang diambil yaitu 64 mg/ dL. Hal ini menunjukkan bahwa ampel darah tersebut normal, darah tidak kelebihan glukosa maupun kekurangan glukosa.
5.2.      Saran
            Sebelum mengambil sampel darah disarankan untuk membersihkan alat- alat yang akan digunakan agar tidak menganggu hasil dari praktikum. Dan dalam pelaksanaannya harus lebih teliti.











DAFTAR PUSTAKA
Anonim. January 2006 Diabetes Car2006. "Standards of Medical Care-Table 6 and Table 7, Correlation between A1C level and Mean Plasma Glucose Levels on Multiple Testing over 2-3 monthsStandar Pelayanan Kesehatan Korelasi antara tingkat A1C dan Rata-rata Tingkat Glukosa Plasma. 2006. American Diabetes Association
Campbell, Neil A. 2004 .Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta
Poedjiadji, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Soewolo, dkk. 2000. Fisiologi Manusia. UM. Malang.

















 







PRAKTIKUM V
MENENTUKAN HCG















BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan cairan tubuh yang sangat penting bagi tubuh dan seluruh organ dalam tubuh makhluk hidup. Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh makhluk hidup salah satu fungsi darah yaitu sebagai penyalur oksigen (O2), pengangkut hormone dan penghangat atau penghantar panas dalam tubuh. Darah juga sebagai medium transport penyampai zat-zat makanan beredar di dalam tubuh.
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal. Cairan sisa metabolisme tubuh yang diproses di dalam ginjal, kandungan air yang masi dapat dimanfaatkan oleh tubuh akan di serap didalam ginjal dan menyerahkan pada darah untuk di sebarkan mengelilingi tubuh dan cairan sisa yang sudah tidak digunakan lagi atau dirasa kandungan-kandungan tersebut sudah mencukupi kebutuhan tubuh makhluk hidup tersebut maka cairan tadi akan dieksresikan, dibuang dan dikeluarkan melewati uretra.
Cairan sisa metabolisme ini merupakan cairan yang mengandung urea, amoniak yang merupakan sisa-sisa perombakan protein, zat warna empedu, NaCl, mineral, vitamin yang berlebihan, sisa obat-obatan yang dikonsumsi, dll. sehingga urin tersebut mengandung asam ato dapat dikatakan urin tersebut bersifat asam.
Pada urin wanita hamil dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa bulan kandungan. Pada awal kehamilan juga diekskreikan Human Chorionik Gonadotropin (HCG) yang merupakan glikoprotein yang mengadung galaktosa dan heksosamin ke dalam urin. Didalam HCG tersebut juga terdapat proses reaksi antigen – antibodi. 
Tujuan praktikum dalam penentuan HCG dalam urin adalah untuk mengetahui prinsip - prinsip dan cara-cara penentuan HCG dalam urin secara kualitatif dan diharapkan praktikan mampu menggunakan alat test pack untuk mengadakan percobaan HCG dalam urin. Manfaat dalam praktikum dasar fisiologi ternak ini memberikan pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan HCG yang terdapat dalam urin serta dapat mendeteksi urin pada wanita hamil. 






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Untuk tes kehamilan menggunakan urine, karena dalam urine wanita hamil mengandung HCG ( Human chorionic gonadotropin) . HCG yaitu suatu hormon gliko protein yang mempertahankan sistem reproduksi ternak (sapi) dalam keadaan cocok untuk kehamilan.
    Kelompok hormon gonadotropin (FSH, LH dan HCG) bertanggung jawab atas proses gametogenesis dan steriodogenesis dalam kelenjar, sedangkan hormon merupakan glikoprotein dengan masa molekul + 75 kda. Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan dasar bagi banyak tes kehamilan (Murray et al., 1999).
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah Hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh chorion pada placenta ternak hamil kira-kira 30 sampai 60 hari sesudah menstruasi terakhir dan disekresikan melalui urine (Toelihere, 1979).
Bersamaan dengan perkembangan sel-sel trofoblas dari ovum yang baru mengalami fertilisasi, hormon khorionic gonadotropin disekresi oleh sel-sel sinsisio-trofoblas kedalam cairan ternak hamil. Sekresi hormon ini pertama kali dapat diukur 8 hari setelah ovulasi tepat saat ovum mengadakan implantansi pertama kali dalam endometrium. kemudian sekresinya meningkat dengan cepat dan mencapai maksimal kira-kira 7 hari setelah ovulasi dan berkurang relatif rendah menjelang 16 minggu setelah ovulasi. Dalam analisa kimia, HCG mempuyai berat molekul 50.000 dan banyak sekali mengandung karbohidrat (hexose, fuktrose, hexosamin dan asam sialat), sedang asam amino yang dikandungnya kira-kira 57% (Partodihardjo, 1980).
Uji laboratorium untuk tes kehamilan dilakukan penentuan HCG sebagai penentuan paling logis pada awal kehamilan yaitu ovulasi pada tiga bulan yang pertama. Beberapa tes mengenai keberadaan HCG tergantung kekhusuan reaksi antara antigen antibodi. Jika tes urine tidak mengandung HCG, maka penambahan serum tidak akan dinetralkan. Ketika suspensi HCG ditambahkan maka anti serum yang aktif akan bereaksi dengan partikel HCG yang menyebabkan aglutinasi dan inilah yang akan memberi hasil positif tes kehamilan (Sood, 1987).
Tes yang paling umum berdasarkan pada tes hambatan aglutinasi. Eritrosit domba atau partikel lateks diselubungi oleh HCG. Bila agen yang terselubung tadi diberikan pada anti HCG, maka terjadi aglutinasi yang dapat terlihat dengan terbentuknya gumpalan dan presipitasi. Urine yang akan dites HCG nya dicampur dengan anti serum khusus untuk HCG dan campuran itu dites dengan agen terselubung. Bila urine mengandung HCG maka tidak terrjadi aglutinasi karena antibodi bereaksi dengan HCG urine dan tidak tersedia HCG untuk mengaglutinasi sel atau partikel yang terselubung tadi. Sebaliknya urine yang tidak mengandung HCG akan membentuk presipitasi menunjukan tidak adanya kehamilan. Tes imonologi semacam ini sudah sangat berkembang dan sangat teliti. Sekarang isotopik hormon dibuat kompleks dengan anti serum memungkinkan pengukuran dengan RIA, suatu teknik yang sangat sensitif dan cepat. RIA dapat menguji konsentrasi dalam plasma sedangkan urine menyimpulkan aras hormon plasma (Nalbandov, 1990).
Untuk mendeteksi adanya hormon HCG dalam urine dapat menggunakan test kehamilan instant. Apabila muncul garis merah pada alat test tersebut berarti test dilakukan dengan benar. Jika muncul dua garis merah muda berarti hasilnya positif dan artinya adalah hamil. Sedangkan apabila hanya muncul satu garis merah muda berarti hasilnya negatif dan artinya tidak hamil. Dengan cara ini, kehamilan sudah dapat dideteksi pada hari ke 3 - 6 setelah terlambat haid. Jika ragu dengan hasil yang didapat test tersebut dapat di ulang dalam jangka  2 -3 hari (OneMed Health Care). 




















BAB III
MATERI DAN METODE
            Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Pencernaau Unggas dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 21 Mei 2013, pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
           
3.1.      Materi
Alat yang digunakan untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah testpek yang digunakan untuk mengecek kehamilan.
Bahan yang digunakan untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah darah yang akan diukur kadar glukosanya, urine ternak hamil yang akan di cek dengan testpek.

3.2.      Metode
Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Menampung di dalam botol kering urine pertama di pagi hari pada ternak hamil. Kemasan alumunium foil dari test pack dibuka, strip dikeluarkan kemudian dicelupkan dalam sampel urine sampai batas maksimum selama 30 detik. Strip diangkat dari sampel urine yang diuji dan diletakkan di tempat kering. Setelah 2-3 menit akan keluar hasil test yang dilakukan. Bila strip muncul 1 garis berarti hasil negatif, apabila strip muncul 2 garis, berarti hasil positif. Hasil pengamatan dicatat pada lembar kerja.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
.1. HCG
Garis indikator = 1 (negatif)
Warna garis indikator : merah
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan pengamatan praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG, pertama kali yang dilakukan adalah mengkoleksi urine ternak hamil lalu diteliti di laboratorium dengan menggunakan testpack yang berfungsi untuk mengetahui terdapat kehamilan atau tidak di dalam urine tersebut. HCG merupakan suatu hormon yang cocok untuk kehamilan hal ini sesuai pendapat (Murray et al., 1999) yang menyatakan bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan dasar bagi banyak tes kehamilan.
*HCG urine ternak hamil??? Ternak emang hamil????
* beri penjelasan perbedaan antara urine ibu hamil dan urine ternak “hamil”




BAB  V
KESIMPULAN
            Berdasarkan hail praktikum dapat disimpulkan bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Setelah dilakukan pengetesan dengan menggunakan testpack didapat hasil  negtif yaitu ditandai dengan adanya Garis indikator = 1.











DAFTAR PUSTAKA
Murray, Robert K. et al. 1999. Biokimia Harper. ECG. Jakarta.
Nalbandov. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. UI Press,
Jakarta.

Partodihardjo, S, Dr. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Penerbit Mutiara.







               










 












PRAKTIKUM VI
PENCERNAAN UNGGAS









BAB I
PENDAHULUAN
            Ternak unggas merupakan asset nasional yang turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Seiring dengan meningkatnya konsumen terhadap kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan produk peternakan membuktikan bahwa usaha peternakan dewasa ini mengalami kemjuan. Diantara produk-produk tersebut unggas memegang peranan yang sangat penting karena digemari dan banyak dikenla oleh masyarakat. Kemajuan tersebut tidak lepas dari pertumbuhan unggas yang semakin membaik. Asupan nutrisi untuk unggas harus diperhatikan sebagai salah satu faktor pertumbuhan. Nutrisi tidak dapat lepas dengan pakan yang diberikan kepada ternak unggas itu sendiri, sedangkan  pakan akan di absorbsi di dalam tubuh ungas yang disebut dengan pencernaan. Sehingga pencernaan unggas menjadi salah satu faktor pertumbuhan yang harus dipelajari secara mendalam untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi dalam tubuh unggas agar unggas dapat tumbuh serta berkembang secara optimal.
            Tujuan dari praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Pencernaan Unggas adalah mengetahui fungsi setiap kompartemen penyusun serta prinsip pengukuran keasaman dalam sistem pencernaan unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah mendapatkan informasi mengenai organ dari sistem pencernaan beserta fungsi dan kondisi pHnya.






TINJAUAN PUSTAKA
*dibuat perpoin.
+ klasifikasi ayam (Gallus sp.)
Sistem  digesti adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan antara lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan. Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan sejak masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Komara (2008) menyatakan bahwa pencernaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencernaan dan absorsi zat makanan mulai dari paruh sampai ke anus, serta juga bertanggung jawab pula terhadap pengeluaran bahan yang lengkap yang tidak dapat dicerna.
Secara garis besar fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan. Sistem pencernaan meliputi saluran pencernaan (paruh, mulut, faring, esofagus, proventrikulus, ventrikulus (gizzard), usus halus (small intestine), sekum, rektum, kloaka) dan alat tambahan hati, getah empedu, pankreas, lien. (Yuwanta, 2004).

Unggas mengalami proses pencernaan yang berbeda dengan hewan lain, meskipun mempunyai kesamaan pada prosesnya. Pola pencernaan makanan pada unggas umumnya mengikuti pola pencernaan makanan pada ternak non ruminansia. Tetapi terdapat berbagai modifikasi. Unggas memiliki usus besar yang pendek dibandingkan dengan hewan non ruminansia yang lain. Di usus besar ini aktivitas jasad renik, tetapi sangat rendah dibandingkan dengan ternak non ruminansia lain (Hartadi et all., 2008).
Menurut Yuwanta (2008), panjang alat pencernaan pada ayam sekitar 245-255 cm, tergantung pada umur dan jenis ayam. Prinsip pencernaan pada ayam ada tiga macam, yaitu pencrnaan secara mekanik (fisik), pencernaan secara kima (enzimatik), dan pencernaan secara mikrobiologik. Secara umum pencernaan pada unggas meliputi aspek digesti, absorpsi dan metabolisme.
Sebagaimana hewan lain proses pada saluran pencernaan ayam menggunakan tiga prinsip:
a)                  Secara mekanik. Pencernaan secara mekanik pada unggas berlangsung pada empedal. Pakan di dalam empedal dengan adanya kontraksi otot empedal dengan bantuan grit akan diubah menjadi pasta.
b)                  Secara khemis/enzimatis. Pencernaan secara enzimatis terutama dibantu dengan adanya senyawa kimia dan kerja dari enzim yang dihasilkan oleh alat-alat pencernaan.
c)                  Secara mikrobiologik. Pencernaan secara mikrobiologik terjadi dengan adanya mikrobia yang ikut berperan dalam proses pencernaan. Pada ayam pencernaan secara mikrobiologik tidak berperan besar seperti pada ternak yang  lain, hanya sedikit ditemukan mikrobia pada tembolok dan usus besarnya. Pada tembolok ditemukan beberapa bakteri aktif yang menghasilkan asam organik seperti asam asetat dan asam laktat dan juga pada ceca terjadi sedikit pencernaan hemiselulosa oleh bakteri.











BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.      Materi
            Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan materi Pencernaau Unggas dilaksanakan di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
           
3.2.      Metode
*prosedur kerja dicek lagi. Ayamnya bukan dibius, tapi dipotong terus dibedah, kemudian diisolasi sistem digestorianya
            Pada praktikum pencernaan unggas metode praktikum atau prosedur kerja sebagai berikut, hewan yang digunakan dalam percobaan praktikum adalah unggas (ayam), kemudian hewan percobaan dari setiap kelompok di korbankan dengan pembiuasan. Setelah hewan benar-benar pingsan dilakukan pembedahan dengan menggunakan pisau dan gunting bedah, kemudian diisolasi sistema digetoria, dari rongga mulut hingga kloaka. Sistema digestoria kemudian ditempaatkan pada meja observasi untuk kemudian diamati kompartemen penyusun traktus alimentarius dan organ asesori penyusun sistem digestoria. Setelah diamati kemudian dilakukan dokumentasi berupa gambar ilustrasi sistem digestoria, disertai dengan keterangan gambar. Setelah digambar kemudian dilakukan pengukuran pH pada setiap kompartemen traktus alimentarius mulai dari rongga mulut hingga rektum. Data yang diperoleh ditabulai pada lembar kerja yang tersedia.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Sistem Pencernaan Ayam
            Berdasarkan hasil pengamatan sistem pencernaan pada ayam didapatkan hasil sebagai berikut:


2013-05-21-1796.jpg
           












Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013


Keterangan :
a.      Esophagus  *bahasa indonesiakan
b.      Proventrikulus
c.       Ventrikulus
d.      Hati
e.       Pankreas
f.       Usus halus
g.      Usus besar
h.      Kloaka


Ilustrasi 6. Sistem Pencernaan Unggas

Tabel 2. Hasil Pengamatan Sistem Pencernaan Ayam
Kompartemen traktus alimentarius
Fungsi
Sekresi
pH
Komposisi
Mulut (paruh)
Mengambil makanan dan pencernaan secara mekanik dan kimiawi
Saliva
-

Esophagus
Membasahi makanan sehingga makanan licin
-
5

Tembolok
Tempat penyimpanan pakan
-
-

Proventrikulus
Penghasil kelenjar
Pepsin dan hidrocoloric acid
6

Ventrikulus
Pencernaan makanan secara mekanik
-
4

Pankreas
Penghasil kelenjar
Pancreas
-

Usus halus
Tempat berlangsungnya pencernaan dan absobsi produk pencernaan
Empedu
8

Caecum
Penyerapan air dengan skala sedikit
-
8

 Usus besar
Mengatur kadar air sisa makanan
-


Kloaka
Tempat pengeluaran sisa pencernaan, urinari dan genital
-
-

Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa sistem digesti ayam mulai dari pakan masuk sampai keluar sebagai ekskreta antara lain mulut/paruh, oesophagus, crop (tembolok), proventriculus, gizzard (empedal/ventrikulus), small intestinum yang terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum, coecum, usus besar(rektum), dan kloaka. Di samping itu terdapat kelenjar pencernaan yag berperan sebagai penghasil enzim dalam proses pencernaan makanan yaitu pankreas, hati dan limfa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) yang menyatakan bahwa organ pencernaan ayam tediri atas mulut, faring, esophagus, temblok, lambung kelenjar, lambung otot, usus halus, usu buntu, usus besar, kloaka dan alat asesoris yang berupa hati, limpa dan pankreas. mulut/paruh ayam berbentuk seperti corong yang runcing dan didalamnya terdapat lidah yang tebal serta menghasilkan saliva untuk membantu proses pencernaan di dalam mulut. Hal ini sesuai dengan pendapat  Yuwanta (2008), bahwa mulut ayam menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva yang membantu proses pencernaan didalam mulut. produksi saliva 7 sampai 30 ml/ hari tergantung pada jenis pakan. Pakan dari mulut menuju esophagus dan diteruskan ke tembolok. Esophagus setelah dilakukan pengukuran kadar pH menunjukkan angka 7 atau netral. Hal ini sesuai pendapat Wahju (1997) bahwa esophagus mempunyai pH netral. Tembolok merupakan modifikasi dari oesophagus yang memiliki fungsi sebagsai tempat menampung pakan sementara didalam tubuh ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarto (2000) bahwa fungsi utama tembolok adalah untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Proventikulus atau lambung kelenjar merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis. Berdasarkan hasil pengukuran pH di dalam proventrikulus yaitu sebesar 6, hal ini berarti suasana di dalam proventrikulus adalah asam, karena dapat mengekskresikan HCL, pepsin. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa Proventrikulus merupakan perut kelenjar atau succenturiate ventricle atau glandular stomach yang mengekskresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Ventriculus (gizzard) disebut juga perut muscular (muscular stomach) yang merupakan perpanjangan dari proventrikulus dan fungsi utamanya untuk memecah / melumat  pakan dan mencampur dengan air pasta yang disebut chymne.  Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pH di dalam gizzard diperoleh hasil pH didalam gizzard adalah 4, hal ini berarti  suasana didalam gizzard adalah asam. hal ini sesuai dengan pendapat Kustono (2008), bahwa gizzard bersifat asam dengan pH 2 sampai 3,5 dan tidak ada digesti enzim. Usus terdiri atas saluran makanan yang dimulai dari duodenum, yaitu usus halus di bagian depan, jejunum, ileum dan berakhir di rektum atau usus besar di bagian paling belakang. Usus bersifat basa dengan skala indicator pH menunjukkan angka 8, hal ini sesuai pendapat Wahju (1997) bahwa intestinum bersifat basa dikarenakan sekresi bikarbonat dari pankreas. Unggas memiliki caecum yaitu sepasang caeca (saluran buntu) yang merupakan percabangan dari ujung usus halus. Dari hasil pengukuran pH didalam caecum adalah baa, dengan derajat 8.  Di dalam caecum terjadi proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme yang mencerna serat kasar. Large intestinum atau usus besar pada unggas lebih pendek jika dibandingkan dengan usus hewan non-ruminansia lain. Usus besar menyerap zat-zat yang mungkin masih dibutuhkan oleh tubuh unggas dan menyerap air. Pada beberapa sumber buku, disebutkan bahwa large intestinum pada unggas sama dengan rektum. Rektum merupakan penampung kotoran sementara yang terhubung dengan kloaka. Menurut Yuwanta (2004), pada bagian rektum juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urin yang bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan ekskreta. Kloaka merupakan tempat keluarnya ekskreta (Yuwanta, 2000). Kloaka pada unggas terdiri dari 3 bagian, yaitu kuprodeum, urodeum, dan protodeum. Kuprodeum merupakan muara tempat keluarnya feses.
 *pakai bahasa ilmiah. Misalnya: Large intestinum diganti dengan
Kolon



BAB V
SIMPULAN
5.1.      Simpulan
            Sistem pencernaan ayam berdasarkan hasil pengamatan terdiri atas mulut (paruh), kerongkongan (esophagus), tembolok, lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot (gizzard), usus halus yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, usus besar, usus buntu (caecum) dan kloaka. Masing-masing organ mempunyai fungsi tersendiri dalam peranannya untuk menceerna makanan. Pengujian kadar pH terhadap beberapa organ pencernaan ayam diperoleh data sebagai berikut : Esophagus bersifat netral, Proventrikulus dan gizzard bersifat asam dan usus serta caecum bersifat basa.
5.2.      Saran
            Selama praktikum berlangsung hendaknya praktikan melaksanakannya dengan hati-hati dan teliti terutama saat melakukan pembedahan terhadap ayam agar tidak merusak organ yang akan  diamati dan memperoleh data yang valid.









DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka.             Jakarta.
Hartadi, H., Kustantinah, E. Indarto, N.D. Dono, dan Zuprizal. 2008. Bahan Ajar.            Nutrisi Ternak Dasar. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas          Peternakan UGM.
                   Komara, Toni. 2008. Pemeliharaan Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kustono, D.T. Widayati, Ismaya, dan S. Bintara. 2008. Bahan Ajar.            Fisiologi Ternak. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak.          Bagian             Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. UGM.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Winarto. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Pustaka Media. Yogyakarta.
            Yuwanta, Tri. 2000. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas          Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2008. Dasar Ternak Unggas Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar