LAPORAN KELOMPOK
PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK
Disusun oleh:
Kelompok IVD
Furiska fani 23010112130177
Anik Hariyanti 23010112130179
M. Fahim Ridho 23010112130186
M. Rachkan
Novidianto 23010112140196
Alitta
Safithri 23010112130203
Irjon Pakpahan 23010112140221
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
JURUSAN PETERNAKAN
PROGRAM STUDI
S-1 PETERNAKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
PRAKTIKUM I
PERTUMBUHAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan
merupakan suatu proses perubahan secara
fisik dalam makhluk hidup yang dapat diamati yang bersifat ireversibel berupa pertambahan massa, pertambahan ukuran, pertambahan bobot badan, dan disertai dengan
peningkatan populasi. Fenomena kompleks ini tidak
hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga dipengaruhi oleh hormon tiroid,
androgen, glikocortiroid dan insulin.
Faktor - faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah susunan genetika,
sedangkan faktor ekstrinsik merupakan
pakan dan kondisi lingkungan yang paling penting mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari praktikum pertumbuhan adalah mahasiswa mampu
menggunakan alat untuk mengadakan percobaan pengukuran pertumbuhan.
Selain itu mahasiswa mampu mengukur pertumbuhan dan mampu
menginterpretasikan data yang diperoleh dari pengukuran.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Ayam (Gallus
sp.)
Ayam broiler
adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan
tujuan sebagi penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Ayam
broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain
hanya 5-6 minggu sudah siap dipanen. Ayam yang dipelihara adalah ayam broiler
yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 2008). Pertumbuhan
yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian
mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjarna dan
Suprijatna, 2006).
Klasifikasi
standar adalah pengelompokkan jenis-jenis ayam `berdasarkan buku yang
diterbitkan oleh perhimpunan Peternak Unggas Amerika Serikat, yaitu The
American Standard of Perfection. Berdasarkan buku tersebut, terdapat 11 kelas
ayam, namun yang dianggap penting hanya 4 kelas, yaitu kelas inggris, kelas
amerika, kelas mediterania, dan kelas asia (Suprijatna et al., 2008). Ayam
kelas inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Inggris.
Karakteristik ayam inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah,
kulit putih, kerabang telur coklat kekuningan, bulu merapat ke tubuh, dan
termasuk tipe pedaging. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas inggris antara
lain Dorking, Autralorp, Orpington, Sussex, dan Cornish (Suprijatna et al.,
2008). Ciri-ciri umum kelas inggris antara lain kulit telur berwarna coklat,
kecuali bangasa ayam darling, cuping telinga berwarna merah, cakar kaki tidak
berbulu, kulit berwarna putih kecuali bangsa ayam Cornish. Pada kelas ini
terdapat bangsa ayam sebagai berikut, bangsa ayam Cornish, dan bangsa ayam
australorp (Yuwanta, 2004). Ayam kelas amerika dikembangkan untuk tujuan dwiguna
(dual purpose), yaitu memproduksi telur dan daging. Tanda-tanda umum ayam
amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur coklat kecuali telur ayam
Lamona berwarna putih, cuping telinga berwarna merah, shank berwarna kuning,
dan tidak berbulu. Bangsa ayam amerika yang terkenal adalah Plymouth Rock (PR),
Rhode Island Red (RIR), Rhode Island White (RIW), Wyandotte, New Hampshire
(NH), White American, Dominique, Java, Lamona, Jersey Black Giant, Buck Eye,
dan Delawars (Yuwanta, 2004). Karakteristik kelas amerika adalah bentuk tubuh
sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang, dan kulit berwarna
putih.ciri khas lain kulit telur berwarna coklat kekuningan, cakar tidak
berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk
kedalam kelas ini adalah Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New
Hampshire, dan Jersey (Suprijatna et al., 2008). Terdapat tiga bangsa yang
terkenal dalam kelas asia, misalnya Brahma (di India), Langshan (dari China),
dan Cochin (dari Shanghai, China). Tanda spesifik ayam asia adalah bentuk badan
besar, mempunyai sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat,
cuping telinga merah, dan kerabang telur coklat (Yuwanta, 2004). Ayam kelas
asia dibentuk dan dikembangkan di wilayah Asia. Contohnya Brahma, Langshan, dan
Cochin China. Karakteristik ayam asia yaitu bentuk tubuh besar, bulu merapat ke
tubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang telur beragam coklat kekuningan
sampai putih. Ciri khas lain dari kelas asia ini adalah cakar berbulu, kulit
berwarna putih sampai gelap, dan merupakan ayam tipe pedaging (Suprijatna et
al., 2008).Kelompok ayam ini dibentuk dan dikembangkan di sekitar negara dan
pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Karakteristik ayam kelas
mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, kerabang
telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Bangsa-bangsa ayam yang
termasuk kelas ini antara lain Leghorn, Ancona, Spanish, Minorca, dan Andalusia
(Suprijatna et al., 2008). Kelas mediterania memiliki ciri-ciri umum antara
lain ukuran badan relatif kecil, cuping telinga berwarna putih, cakar tidak
berbulu, telur banyak dan berwarna putih, kulit berwarna putih kecuali leghorn
dan ancona. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini sebagai berikut bangsa
ayam Leghorn, Ancona dan Minorca (Yuwanta, 2004)
2.2 Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertumbuhan merupakan perubahan dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah
sel dan volume sel dan proses tersebut tidak dapat dibalik (Kadaryanto, 2003).
Menurut Anggorodi
(1984) periode pertumbuhan
terdiri atas :
·
Pertumbuhan awal
dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan.
·
periode
logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan baik secara
eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh) maupun
secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan tulang).
·
Periode akhir
dari pertumbuhan adalah periode perlambatan yang ditandai dengan penurunan laju
pertumbuhan yang cenderung konstan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan
berbeda-beda antara spesies satu dengan spesies yang lain. Tetapi, pada
dasarnya memiliki persamaan tahapan perkembangan (Diah, 2007), yaitu sebagai berikut:
1. Pembelahan Sel
Setelah terjadi fertilisasi (pembuahan sel gamet jantan dan sel gamet
betina), terbentuklah zigot. Zigot mengalami pembelahan mitosis secara
terus-menerus. Pembelahan ini berlangsung sangat cepat. Sel-sel yang dihasilkan
dari pembelahan disebut morula. Morula berkembang menjadi bentuk yang berlubang
disebut blastula.
2. Morfogenesis
Blastula terus mengalami pembelahan sel. Selama pembelahan ini terjadi
morfogenesis, yaitu proses perkembangan bentuk berbagai bagian tubuh embrio.
3. Diferensiasi
Blastula terus membelah dan
membentuk gastrula. Dari gastrula terbentuk embrio. Sel-sel embrio berkembang
terus membentuk jaringan, organ, dan sistem organ yang membentuk struktur dan
fungsi khusus yang nantinya difungsikan pada waktu dewasa.
4. Pertumbuhan
Setelah terbentuk organ, terjadi pertumbuhan makhluk
hidup menjadi lebih besar. Perkembangan berjalan seiring dengan pertumbuhan.
Perkembangan adalah proses mencapai kedewasaan. Perbedaan antara pertumbuhan
dan perkembangan, yaitu per-tumbuhan dapat diukur dengan ukuran tertentu,
sedangkan perkembangan tidak dapat diukur dengan suatu ukuran.
2.3 Faktor yang memengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk
hidup merupakan hasil interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup adalah gen, nutrisi, hormon, dan lingkungan (Isnaeni, 2006).
1. Gen
Gen adalah
faktor pembawa sifat menurun yang terdapat di dalam sel makhluk hidup. Gen
berpengaruh pada setiap struktur makhluk hidup dan juga perkembangannya,
walaupun gen bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhinya. Artinya, sifat-sifat
yang tampak pada makhluk hidup seperti bentuk tubuh, tinggi tubuh, warna mata,
warna bulu pada hewan, warna bunga, penambahan ukuran, dan sebagainya
dipengaruhi oleh gen yang dimilikinya. Setiap spesies memiliki gen untuk sifat tertentu. Demikian pula pada hewan ternak
yang memiliki gen unggul, misalnya pertumbuhannya cepat dan dengan memberikan
makanan yang cukup maka akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik
pula. Sebaliknya, jika hewan ternak tersebut tidak memiliki gen unggul dengan
pertumbuhan yang cepat, meskipun didukung dengan pemberian makanan yang cukup
maka pertumbuhan dan perkembangannya tidak sebaik bila hewan tersebut memiliki
gen unggul (Isnaeni, 2006).
2. Nutrisi
Nutrisi atau makanan berperan pentingdalam pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.
Fungsi nutrisi di antaranya adalah sebagai bahan pembangun tubuh makhluk hidup.
Sampai batas usia tertentu manusia akan mengalami pertumbuhan, yaitu bertambah
tinggi dan besar. Hal ini dapat terjadi karena setiap hari manusia makan
makanan yang cukup bergizi. Demikian pula hewan, pada batas periode tertentu
juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan karena hewan tersebut makan setiap
hari. Nutrisi bagi sebagian besar hewan dan manusia dapat berupa protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein merupakan bahan pembangun
sel-sel tubuh. Oleh karena itu dalam masa pertumbuhan harus mendapatkan protein
yang cukup (Isnaeni, 2006).
3. Hormon
Hormon
merupakan senyawa organik (zat kimia) pada manusia dan sebagian hewan. Hormon
dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar buntu,
artinya kelenjar itu tidak memiliki saluran. Hasil sekresi kelenjar endokrin
(hormon) langsung masuk ke pembuluh darah. Hormon diedarkan ke seluruh tubuh
oleh darah. Hormon mempengaruhi reproduksi, metabolisme, serta pertumbuhan dan
perkembangan pada manusia dan sebagian hewan. Pada manusia, hormon pertumbuhan atau Growth
Hormone (GH) mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan seseorang. Seseorang yang kelebihan hormon akan mengalami
pertumbuhan yang luar biasa/gigantisme. Sebaliknya, jika seseorang kekurangan
hormon pertumbuhan maka dapat mengakibatkan kekerdilan. Hormon tiroksin yang
dihasilkan oleh kelenjar gondok (kelenjar tiroid) mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Bila pada masa kanak-kanak kekurangan hormon tiroksin
mengakibatkan kretinisme. Kretinisme yaitu pertumbuhan yang lambat dan mental
yang terbelakang, sehingga perkembangannya juga terhambat. Pada hewan tingkat
tinggi (vertebrata) misalnya katak, metamorfosis berudu menjadi katak dewasa
dipengaruhi oleh hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Hal ini
menunjukkan bahwa pada katak, hormon tiroksin mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Pada hewan tingkat rendah (invertebrata) misalnya Hydra memiliki
zat kimia yang mirip hormon (neuropeptida). Zat kimia ini merangsang terjadinya
pertumbuhan dan regenerasi (Isnaeni, 2006).
4. Lingkungan
Pertumbuhan
dan perkembangan makhluk hidup terutama tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Faktor lingkungan berperan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan terutama adalah suhu, udara, cahaya, dan kelembapan (Isnaeni,
2006).
Pertumbuhan
ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kualitas makanan, suhu lingkungan, dan kesehatan ayam itu sendiri (Sudarmono,
2002).
BAB
III
METODE
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi
Ternak mengenai Pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 14 Mei 2013 pukul
08.00-09.30 dan 21 mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi Sruktur dan Fisiologi
Ternak, Jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Semarang.
3.2. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum
adalah timbangan untuk mengukur bobot badan ayam, tali untuk mengukur
sementara bagian tubuh yang akan diukur yaitu sayap,tibia-tarsus,penggaris
untuk mengukur panjang tali yang sudah diukur pada media ukur, ,jangka sorong
untuk mengukur panjang paruh,kandang
ayam sebagai tempat untuk memelihara ayam dan alat tulis digunakan untuk
mencatat hasil pengamatan
Bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah unggas (ayam boiler)
3.3. Metode
Hewan percobaan yang dipergunakan dalam praktikum adalah
ayam broiler , Hewan percobaan ditimbang menggunakan timbangan untuk mengetahui
bobot badan awal dan dilanjutkan dengan pengukuran somatometrik (panjang paruh,
panjang sayap, dan panjang tibiotarsus) menggunakan caliper atau mistar. Hewan
percobaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu Kelompok I: sebagai kontrol, dan
Kelompok II: diperlakukan dengan diberi pakan tambahan berupa konsentrat
berprotein tinggi selama dua minggu,Setelah dua minggu, hewan percobaan
ditimbang lagi untuk mengetahui bobot setelah perlakuan. Dilakukan pengukuran
somatrik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum pengukuran pertumbuhan
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel pengukuran bobot tubuh dan somatometrik
|
|||
Variabel yang diukur
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
|
Bobot tubuh (kg)
|
1,37
|
1,06
|
|
1,34
|
1,27
|
||
1,38
|
1,53
|
||
1,71
|
1,75
|
||
Panjang paruh (cm)
|
3,3
|
3,3
|
|
2,9
|
3,8
|
||
3,5
|
3,5
|
||
3,4
|
3,4
|
||
Panjang sayap (cm)
|
17,5
|
16,7
|
|
15,5
|
15,7
|
||
14,5
|
14,5
|
||
14,2
|
14,2
|
||
Panjang tibia-tarsus (cm)
|
10.4
|
20,5
|
|
9,5
|
19,5
|
||
8,5
|
20
|
||
8,3
|
20,5
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Fisiologi Ternak, 2013
Berdasarkan dari hasil pengukuran dan pengamatan dalam praktikum yang telah dilakuan bahwa pada ayam broiler dalam jangka
waktu pengamatan yang berbeda yaitu selama 2 minggu mengalami proses
pertumbuhan yang ditunjukkan dengan berbagai parameter, baik mengenai bobot
tubuh, panjang paruh, panjang sayap, maupun panjang tibia-tarsus. Diperoleh bahwa bobot tubuh rata- rata dari 1,32
kg menjadi 1,44 kg, panjang paruh rata-rata
dari 3,075 cm menjadi 3,5 cm, panjang sayap rata-rata
dari 26,175 cm menjadi 30,5
cm dan panjang tibia-tarsus rata-rataa pada ayam broiler dari 18,575 cm menjadi 20 cm. Hal ini terjadi pertambahan disetiap minggunya baik dari bobot tubuh maupun panjang somatometrik secara fisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kadaryanto (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan
dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah sel dan volume sel dan
proses tersebut tidak dapat dibalik.Ditambahkan oleh Anggorodi
(1984) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan
awal dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan. Disusul
dengan periode logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya
pertumbuhan baik secara eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki,
dan panjang paruh) maupun secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan
tulang).
BAB
V
SIMPULAN
5.1.
Simpulan
Pertumbuhan adalah perubahan makhluk hidup dari kecil menjadi
besar. Pertumbuhan merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Parameter
pengukuran pertumbuhan ayam ini berdasar pada bobot badan, panjang
sayap, panjang paru dan panjang tibia-tarsus hal ini untuk mempermudah dalam
pengamatan proses pertumbuhan, karena bagian-bagian tersebut yang paling mudah
untuk diamati dan diukur dengan peralatan yang sederhana dan dengan hasil yang
cukup teliti. Sebenarnya pertumbuhan pada ayam tidak terjadi hanya pada
bagian-bagian tertentu saja sebagaimana parameter diatas, namun pertumbuhan itu
terjadi pada semua jaringan dan organ badan ayam tersebut.
5.2
Saran
Pada praktikum pertumbuhan diperlukan ketelitian untuk
mengukur faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum.
Cetakan ke-3. PT Gramedia, Jakarta.
Diah, A. 2007. Biologi 2. Erlangga, Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta
Kadaryanto. 2003. Biologi. Yudhistira, Bogor.
Kartasudjana,R dan Edjeng Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta
Rasyaf, M. 2008. Panduan
Beternak Ayam Pedaging. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E dan Umiyati, A. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E dan U. Atmomarsono, R. Kartasudjana.
2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yuwanta, T. 2004.
Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
PRAKTIKUM II
STATUS DARAH:
KADAR HEMOGLOBIN DAN JUMLAH
ERITROSIT
BAB
I
PENDAHULUAN
Darah merupakan suatu suspensi sel
dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan
jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh
sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh
terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Darah pada dasarnya terdiri dari
dua macam komponen utama yaitu cairan darah atau plasma darah dan sel-sel darah
yang
terdiri dari berbagai sel seperti eritrosit
atau sel darah merah, sel darah putih
(leukosit) dan trombosit. Fungsi
ketiga macam sel ini berbeda-beda. Darah berwarna merah, antara merah terang
apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah
pada darah disebabkan oleh hemoglobin,
protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi
dalam bentuk heme,
yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Tujuan dari praktikum darah adalah agar
dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat
mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar
hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
Manfaat dari praktikum adalah mahasiswa
dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, perhitungan
jumlah eritrosit dan dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah
eritrosit dalam kondisi tertentu.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Definisi Darah
Darah
merupakan jaringan ikat berbentuk cair yang tersusun atas bagian padat berupa
sel-sel darah dan bagian cair berupa plasma darah. Darah tersusun atas plasma
darah (55%) dan sel-sel darah (45%). Angka ini dinyatakan dalam nilai
hematokrit atau volume darah yang dipadatkan. Nilai hematokrit antara 40-70.
Darah merupakan alat transpor utama dalam tubuh. Kadang-kadang darah berwarna
merah tua atau merah muda tergantung kadar oksigen dan karbon dioksida dalam
darah. Fungsi darah secara umum sebagai
alat pengangkut, sebagai pelindung tubuh terhadap serangan penyakit, dan
sebagai keseimbangan asam basa dalam darah untuk menghindari kerusakan darah.
Warna merah yang dimiliki darah berasal hemogloblin. Setiap sel darah merah
mengandung 200 juta molekul Hb. Hb merupakan
senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hb mempunyai daya ikat
terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk
oksihemogloblin , sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida
disebut deoksihemogloblin. Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam
mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Jumlah hemogloblin yang normal 15 gram
setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin tergantung pada umur dan jenis kelamin
(Setiowati dan Deswaty, 2007).
2.2. Komponen Penyusun
Darah
Komponen
penyusun darah terdiri dari sel-sel darah dan plasma darah (cairan). Darah
terdiri daripada beberapa jenis korpuskula (sel-sel darah) yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk
medium cairan darah yang disebut plasma darah.
2.2.1. Sel-sel darah
2.2.1.1. Leukosit (Sel
darah putih)
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 2. Sel Darah Putih
Sel darah putih (leukosit) berwarna
bening. Umumnya, berukuran lebih besar daripada sel darah merah. Bentuk sel
darah putih tidak tetap karena dapat bergerak secara amoeboid. Sel darah putih
memiliki inti. Sel darah putih dibentuk di dalam sumsum merah pada tulang
pipih, limpa, dan kelenjar limpa. Jumlah sel darah putih lebih sedikit
dibandingkan sel darah merah. Jumlah sel darah putih 4000-8000 butir setiap mm3
darah. Jumlah sel darah putih dapat naik (leukositosis) atau turun (leukopeni)
tergantung pada ada atau tidaknya infeksi kuman-kuman tertentu (Setiowati dan
Deswaty, 2007).
Berdasarkan ada tidaknya butir-butir
dalam sitoplasmanya dibedakan menjadi granulosit dan agranulosit (limfosit dan
monosit). Granulosit jenis leukosit yang paling banyak terdapat dalam darah
sekitar 75%, memiliki butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam
sitoplasma. Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas
tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, tetapi juga
dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Monosit adalah sel
agranulosit berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel ini merupakan sel
yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 µm
(Subowo,2009).
2.2.1.2. Eritrosit (Sel darah merah)
Sumber: Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 3. Sel Darah Merah
Sel darah merah (eritrosit)
merupakan bagian uatama dari sel-sel darah. Setiap mm3 darah
mengandung 4,5-5 juta sel darah merah. Bentuk sel darah merah bulat pipih
dengan cekung dibagian tengah. Sel darah merah tidak berinti. Kira-kira 5-15%
eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit) (Setiowati
dan Deswaty, 2007).
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel-sel berbentuk
cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan
spesialisasi untuk pengakut oksigen. Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh
karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel
tersebut. Komposisi molekuler eritrosit menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya
terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Eritrosit
mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang
dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk
hemoglobin untuk mengikat oksigen
(Subowo,2009). Setiap sel darah merah mengandung 200
juta molekul hemogloblin. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa protein yang
mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat terhadap oksigen
dan karbon dioksida (Setiowati dan Deswaty, 2007).
2.2.1.3.
Trombosit (Keping Darah)
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 4. Keping Darah
Trombosit berasal dari sebuah sel
yang sangat besar dalam sumsum tulang yang dinamakan megakarosit. Trombosit
berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma yang berukuran 2-5 µm lengkap dengan
membran plasma yang mengelilinginya. Oleh karena itu dinamakan keping darah.
Jumlah trombosit diperkirakan sekitar 150-300 ribu setiap µl, sedang umurnya
sekitar 8 hari (Subowo,2009). Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur,
berukuran kecil, tidak berwarna, dan tidak berinti. Trombosit dibuat di dalam
sumsum tulang yang berasal dari sel raksasa yang dinamakan megakariosit. Setiap
mm3 darah mengandung sejumlah 200.000-300.000 trombosit (Setiowati dan Deswaty,
2007). Keping darah berukuran kecil, memiliki bentuk yang tidak teratur, dan
tidak memiliki inti. Keping darah berfungsi untuk proses pembekuan darah,
sehingga keping darah disebut juga sel darah pembeku. Keping darah memiliki
sifat mudah pecah jika keluar dari pembuluh darah atau tersentuh oleh
benda-benda yang permukaannya kasar (Saktiyono, 2004).
2.2.2. Plasma Darah
Bagian darah yang cair dan berwarna
kekuning-kuningan pada darah. Diperkirakan plasma darah berjumlah 55% dari
seluruh jumlah darah, dan sisanya 45% adalah sel-sel darah. Plasma darah
terdiri dari 90% air dan sisanya adalah zar-zat terlarut. Plasma darah
berfungsi sebagai pengangkut sari-sari makanan, hormon, dan zat-zat sisa
metabolisme, misalnya karbon dioksida. Selain itu, plasma darah juga berfungsi
dalam pembekuan darah, karena mengandung fibrinogen (Saktiyono,2004). Dalam
plasma terdapat protein, seperti fibrinogen
yang berperan dalam pembekuan darah dan serum albumin yang berkaitan
dengan proses absorpsi. Dalam plasma darah, juga tedapat serum globulin yang
berperan membentuk antibodi yang diperlukan dalam reaksi imunitas. Protein
dalam serum darah berfungsi juga memelihar kekentalan (viskositas) darah atau
memelihara osmosis darah (Karmana,2008).
2.3. Parameter Status
Darah
2.3.1. Eritrosit
Menghitung sel darah merah dalam
volume yang kecil dari darah yang sudah sangat diencerkan tidaklah akurat dan
jarang dilakukan. Hitung sel darah merah dilakukan secara langsung dan akurat
oleh penghitung elektronik untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan dan reproducible. Jika sel darah merah dalam konsentrasi
tertentu mengalami lisis, terjadi pembebasan hemoglobinyang dapat diukur secara
spektofotometris pada panjang gelombang ini, yang konsentrasinya setara dengan
densitas optis (Sacher,2000).
2.3.2.
Hemoglobin
Hemoglobin dapat diukur dengan
menggunakan spektofotometer yang tersedia di sebagian laboratorium umum, namun
metode yang paling banyak digunakan adalah penghitung sel otomatis yang secara
langsung mengukur hemoglobin di dalam saluran sel darah merah. Tiga variabel
primer adalah jumlah hemoglobin yang ada di darah lengkap (dalam gram per desiliter);
proporsi sel darah merah dalam darah lengkap hematokrit atau packed cell volume
dan jumlah absolut sel darah merah dalam darah lengkap, biasanya dinyatakan
sebagai juta sel per mikroliter, indeks sel darah merah (indeks korpuskular)
untuk perhitungan ukuran rata-rata dan kandungan hemogloblin di masing-masing
eritrosit (Sacher,2000).
BAB
III
METODOLOGI
Praktikum
Fisiologi Ternak dengan materi Status Darah Kadar Hemoglobin dan Jumlah
Eritrosit dilaksanakan pada Selasa, 14 Mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi
Struktur dan Fisiologi Hewan,
Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar
hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah pipet sahli untuk mengambil darah,
tabung sahli, tabung hemometer untuk mengukur kadar Hb, aspirator untuk
menyedot darah masuk ke dalam tabung sahli, pipet tetes untuk menetesi aquades,
improved neubauer untuk mengamati sel darah merah, dan mikroskop untuk alat
bantuan melihat eritrosit, pipet eritrosit, cuvet sentrifuse.
Bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar
hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah alkohol 70%, kapas, HCl 0,1 N, darah,
aquades, larutan Hayem, serum.
3.2.
Metode
Cara penentuan kadar
hemoglobin antara lain tabung sahli disiapkan terlebih dahulu dengan diisi larutan
HCl 0,1N sampai skala 2. Menghisap darah dari tetesan darah yang telah
disiapkan menggunakan pipet sahli beserta aspiratornya. Darah yang keluar
dihisap sampai batas angka 20 secara perlahan-lahan. Darah yang berada di ujung
pipet dibersihkan dan dengan segera darah dikeluarkan dengan cara menghembuskan
darah dari pipet ke tabung sahli. Semua darah di dalam pipet diusahakan masuk
ke dalam tabung sahli. Tabung sahli diletakkan kembali di antara kedua bagian
standart warna dalam alat hemometer. Darah yang telah bercampur dengan HCl 0,1
N didiamkan selama 1 menit sampai 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang
berwarna coklat. Dengan pipet tetes ditambahkan sedikit-sedikit aquades, sampai
warna darah yang bercampur dengan HCl sama dengan warna standart. *fungsi HCl
Cara menentukan jumlah
eritrosit dengan menyiapkan kamar/bilik hitung dan mikroskop. Biik hitung
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x sampai terlihat kotak-kotak
yang akan dipergunakan untuk menghitung jumlah eritrosit. Menyiapkan pipet
eritrosit dengan memasang aspirator pada bagian ujung. Darah yang sudah
disiapkan dihisap menggunakan aspirator sampai skala 1,0 dengan pipet
eritrosit. Menghisap larutan Hayem juga dan dengan pipet yang sama sampai skala
101. Pipet dikocok membentuk angka 8 sehingga dara dan arutan Hayem bercampur.
Tetesan pertama pada pipet eritrosit diteteskan di tisu, setelah itu diteteskan
di bilik hitung, diamati dan dihitung.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Jumlah Eritrosit Dalam
Darah
Berdasarkan
praktikum penentuan jumlah eritrosit dalam darah didapat hasil sebagai berikut :
Diket : x1=
80, x2= 81, x3=84, x4=91, x5=107
x1=
80
x2= 81
x3=
84
x4=
91
x5= 107
+
443
Jumlah butir darah merah pada 5 kotak=
443 butir
Jumlah butir darah merah per mm3
darah= 443 x 5000 butir
=
2.215.000 butir
Sumber : Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
hasil perhitungan jumlah butir darah per
mm3 adalah 2.215.000 butir. Hal tersebut tidak sesuai dengan
pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa Setiap mm3 darah
mengandung 4,5-5 juta sel darah merah.*apa penyebab eritrosit bisa kurang dari 4-5 juta??
Kira-kira 5-15% eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa
(retikulosit). Dalam
hal ini
Subowo (2009) menambahkan bahwa
dalam setiap 1 mm3 darah
terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang
tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Sel eritrosit berbentuk cakram
bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan
spesialisasi untuk pengakut oksigen. Bentuk bikonkaf dari eritrosit ternyata
lebih menguntungkan daripada bentuk seperti bola karena pertambahan luas
permukaannya menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorpsi dan pelepasan O2.
Tidak adanya inti sel juga lebih menguntungkan karena eritrosit akan
memberikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak
yang diikat.
4.2. Kadar Hemoglobin (Hb)
Berdasarkan
hasil praktikum pengukuran kadar hemoglobin didapatkan hasil berikut :
Kadar Hb = 15 g%
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan
hasil pengamatan kadar Hb 15,5 g%. Kadar Hb di tentukan oleh kadar sel darah
merah di dalam tubuh. Menurut pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa
jumlah hemogloblin yang normal 15 gram setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa
protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat
terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk
oksihemogloblin (HbO2), sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida
disebut deoksihemogloblin (HbCO2). Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam
mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Menurut pendapat Praseno (2001) bahwa proses pelepasan oksigen disebut
oksigenasi yang membutuhkan besi dalam bentuk ferro di dalam molekul
hemoglobin. Zat gizi tersebut menuju sumsum tulang menjadi bagian dari molekul
heme guna membentuk eritrosit.
. BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat
disimpulkan bahwa jumlah eritrosit yang didapat pada saat praktikum berjumlah
2.215.000 butir, kadar Hb yang didapat adalah 15 g%. Eritrosit berwarna merah
pada intinya, leukosit berupa cairan putih kekuningan dan trombosit berupa
keping-keping darah. Jumlah eritrosit pada darah tidak normal disebabkan
kualitas pakan tidak baik, dan juga keadaan lingkungan yang tidak sesuai.
Sedangkan kadar hemoglobin kurang normal, disebabkan karena faktor lingkungan
yang tidak mendukung. faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar
hemoglobin dalam darah adalah usia, jenis kelamin, faktor fisiologis,
lingkungan, kualitas nutrisi ransum, spesies, dan aktivitas sumsum tulang dalam
memproduksi eritrosit. .
* simpulan sesuaikan tujuan : Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
* simpulan sesuaikan tujuan : Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
Karmana,
O. 2008. Biologi. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Praseno, K. 2001. Fisiologi Hewan,
Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan,
FMIPA UNDIP.
Sacher,
R. 2000.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Davis Company : USA.
Saktiyono. 2004. Ipa
Biologi SMP dan MTs Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Setiowati,T
dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.
Subowo.2009.
Histologi Umum. Sagung Seto. Jakarta.
PRAKTIKUM III
MENGUKUR TINGKAT KEASAMAN DARAH
BAB
I
PENDAHULUAN
Darah merupakan suatu suspensi sel
dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan
jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh
sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh
terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Darah selalu bersifat alkali yaitu kadar
alkalinya tergantung dari konsentrasi ion hidrogen dan ini dinyatakan dengan
keasaman atau pH darah. Darah selalu mengandung sedikit alkali, dalam keadaan
normal, pH darah ayam berkisar antara 6,6 - 7,1. Tingkat keasaman (pH) darah dipertahankan
dalam batas-batas yang relatif sempit oleh adanya natrium bikarbonat dalam plasma darah, yang berfungsi untuk
menetralisir keasaman darah. Terbentuknya asam karbonat ini akan
mengubah harga pH menjadi sekitar 4,5 karena bertambahnya konsentrasi ion H+
yang berasal dari asam karbonat
tersebut.
Tujuan Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan
materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah untuk mengetahui prinsip dan
cara-cara pengukuran pH darah dan mampu membandingkan pH darah hewan pada suatu
keadaan tertentu serta mampu menggunakan
pH indikator secara baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tingkat Keasaman Darah
Nilai pH darah menunjukkan tingkat
keasaman darah dalam tubuh. Nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Nilai pH
darah ini berkaitan erat dengan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Pada kondisi asidosis (pH darah
menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat
ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap
oksigen meningkat (Asmadi,2008). Asidosis dalam cairan tubuh mengacu pada
peningkatan konsentrasi H+ diatas normal atau penurunan pada HCO3-
di bawah normal, yang
mengakibatkan penurunan pH cairan tubuh sampai 7,35 (Tambayong,2000). Skala pH
adalah logaritma, yang berarti bahwa perubahan satu skala menunjukkan perubahan
sepuluh kali lipat dalam [H+]. Hal terpenting saat mempertimbangkan pH darah, yang harus berada
dalam kisaran sempit (pH 7,35-7,45) agar homestasis dipertahankan. Jika pH
darah berada di luar kisaran ini, disfungsi fisiologis akan terjadi dengan
cepat (Brooker,2008).
Perubahan kecil saja pada pH normal
dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada di dalam tubuh, berubahnya
kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia yang
akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas
7,8 atau turun sampai di bawah 7,0 (Sumardjo,2006).
2.2. Faktor yang Mempengaruhi pH Darah
Bila kadar karbon dioksida dalam
darah meningkat (hiperkapnea), pH darah menurun menjadi asam karena karbon dioksida berdifusi dengan
cepat ke dalam cairan dan melewati cairan serebrospinal yang pH-nya juga menurun.
Rendahnya nilai pH darah umumnya disebabkan oleh hiperkapnea, meskipun pH darah
juga dapat menurun karena sebab lain
seperti produksi asam laktat selama metabolisme anaerob. Rendahnya pH darah,
secara cepat akan menjadi toksik terhadap semua reaksi kimia dalam tubuh.
Pada kondisi asidosis (pH darah
menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat
ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas
Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008).
pH darah arteri normal adalah 7,40±0,02. Proses perubahan pH darah ada 2
macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik (karena perubahan
konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat
respiratorik (karena perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan
gangguan respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH
darah. pH darah akan turun (asidosis) apabila PaCO2 ↑(asidosis
respiratorik primer) atau jika HCO3-↓ (asidosis metabolik
primer). pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis
respiratorik primer) atau jika HCO3-↑ (alkalosis
metabolik primer) (Djojodibroto, 2007).
BAB
III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar Fisiologi
Ternak dengan materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah dilaksanakan pada hari Selasa
tanggal 14 mei 2013, pukul 08.00 – 09.30 WIB di Laboratorium
Biologi
Sistem Fisiologi Hewan,
Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
4.1. Materi
Alat yang digunakan dalam
praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah pH indikator sebagai alat ukur untuk mengetahui kadar keasaman darah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah darah
hewan percobaan (Ayam).
4.2. Metode
Mencelupkan pH indikator ke dalam sample darah
selama 5 menit, kemudian setelah 5 menit mengangkat dan mengering anginkan pH
indikator tersebut. Setelah itu menyesuaikan warna pH indikator tersebut dengan
warna standar dan membaca angka pH yang di dapatkan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil percobaan Mengukur Tingkat Keasaman Darah didapatkan hasil sebagai
berikut :
pH darah = 8
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan dari pengamatan
praktikum, didapatkan hasil bahwa pH darah 8. Hal tersebut berarti pH bersifat
alkali atau basa. pH darah normal itu berkisar antara 7,35-7,45. Menurut
pendapat Asmadi (2008) bahwa nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Pada
kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang,
sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi
alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008).
Dalam hal ini Djojodibroto (2007) berpendapat bahwa pH darah akan naik
(alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis respiratorik primer) atau jika
HCO3-↑ (alkalosis metabolik primer).
Menurut pendapat Sumardjo (2006)
bahwa perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat
yang ada di dalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan
berhentinya beberapa reaksi biokimia yang akhirnya dapat mengakibatkan
kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas 7,8 atau turun sampai di
bawah 7,0.
BAB
V
SIMPULAN
5.1. Simpulan
Dari hasil
praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah dapat disimpulkan bahwa pH darah pada
ayam adalah 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH darah pada ayam bersifat basa/alkalis. pH dapat
berbeda karena tergantung pada pengeluaran gas asam yang berlebih melalui urine
dan suhu tubuh. Darah dapat bersifat asam maupun basa. Perubahan tingkat
keasaman darah tersebut akan terjadi karena beberapa faktor. Faktor – faktor
tersebut antara lain : kondisi makhluk hidup pada saat itu, jumlah larutan
Natrium bikarbonat dan suhu. Kemampuan untuk mempertahankan pH darah tergantung
pada Natrium bikarbonat yang berfungsi sebagai larutan buffer/penyangga. Natrium
bikarbonat dapat menetralisir sifat asam dalam darah.
5.2. Saran
Pada peraktikum pengamatan
tingkat keasaman darah harus benar-benar teliti untuk mengukur pH agar hasil
yang didapat tidak salah.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.2008.Teknik
Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika.
Jakarta.
Brooker,
C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Terjemahan: Estu Tiar. EGC. Jakarta.
Djojodibroto, D. 2005. Respirologi. EGC : Jakarta.
Sumardjo,
D. 2006. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Tambayong,
J. 2000. Patofisiologi untuk
keperawatan. EGC.Jakarta.
PRAKTIKUM IV
MENGUKUR KADAR GLUKOSA DALAM DARAH
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Glukosa,
suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa berasal dari
proses katabolisme karbohidrat yang terjadi pada proses glikolisis. Glukosa
adalah senyawa yang penting untuk tubuh tingkat karena tidak mudah bereaksi
secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Jika kadar glukosa dalam
darah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, dan
lain sebagainya. Kadar glukosa darah dalam tubuh setiap mahkluk hidup
berbeda-beda, tinggi rendahnya kadar glukosa darah dipengaruhi sekresi hormon
insulin dan glukagon sebagai peranan terpenting dalam metabolisme. Dengan
meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu
membawa gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau
disimpan sebagai lemak apabila kelebihan. Kadar glukosa darah yang diketahui
dapat membantu memprediksi metabolismeme yang mungkin terjadi dalam sel dengan
kandungan gula yang tersedia.
Tujuan dari
praktikum mengukur kadar glukosa dalam darah adalah agar praktikan dapat
mengetahui prinsip dan cara penentuan kadar glukoa darah, mahir dan terampil
menggunakan alat yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam darah
dan mengukur kadar glukosa darah. Manfaat dari praktikum ini adalah dapat
menentukan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat mengatur glukosa dalam
darah melalui asupan gizi yang akan diberikan pada ayam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Glukosa Darah
Glukosa dalam darah merupakan bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon untuk mensintesis senyawa yang lain yang berada di dalam tubuh manusia (Campbell, 2004). Glukosa darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan glukosa dari persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila laju penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi daripada laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh insulin, yang disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa berpindah dari plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih tinggi daripada dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6 fosfat yang ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas membrane oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk menjaganya tanpa control (Soewolo, 2000).
2.2 Faktor Yang
Mempengaruhi Kadar Glukosa
Kadar gula
darah sepanjang hari bervariasi, dimana gula darah akan meningkat setelah makan
dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula 5 darah yang normal pada pagi
hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar
gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau
minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah
yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap)
setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang pankreas
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soewolo, 2000).
Kadar glukosa dapat naik bila seseorang banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung gula berlebihan. Dan juga ketika kelenjar pankreas tidak dapat
menghasilkan hormon insulin dengan baik, yang mengakibatkan seluruh gula
(glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses dengan sempurna, sehingga
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa
darah sebenarnya dapat dicegah. Diantaranya dengan menerapkan pola hidup sehat,
menjalankan pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik (olah raga) secara
teratur dan memadai.
Hormon
insulin dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas dan sangat penting untuk
menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin meningkatkan kecepatan transpor
glukosa melalui membran sel hati. Dalam sel hati gula akan mengalami
katabolisme atau disimpan. Hormon insulin juga dapat meningkatkan aktivitas
enzim glukokinase, suatu enzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan
glikogen.kekurangan insulin dalam tubuh akan mengakibatkan menurunnya tingkat
katabolisme glukosa dan menurunkan sintesis dan penyimpanan glikogen, akibatnya
kadar gula dalam darah meningkat . Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak
bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang
akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun.
BAB
III
MATERI METODE
Praktikum
Fisiologi Ternak dengan acara Pengukura Kadar Glukosa Dalam Darah dilakukan
pada hari Selasa tanggal 14 Mei 2013 pada pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium
Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1 Materi
Alat
yang digunakan dalam praktikum adalah kapas digunakan untuk membersihkan alat, jarum francle untuk
menusuk atau mengambil darah, Accu Check Active untuk menentukan kadar glukosa
darah, test strip untuk mengukur kadar glukosa darah. Alat tulis untuk mencatat
hasil dari praktikum. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah sebagai
bahan percobaan, alkohol 70% untuk mensterilkan alat.
3.2 Metode
3.2.1. Pengambilan Darah
Metode yang dilakukan dalam
praktikum adalah membersihkan jarum francle dengan kapas yang telah dicelupkan
ke dalam alkohol 70%. Kemudian mengambil darah dengan menggunakan jarum
francle, selanjutnya ditusukkan pada vena brachialis bagian sayap ayam dengan
arah miring. Tetesan darah yang keluar dipakai untuk pemeriksaan kadar glukosa
dalam darah.
3.2.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Accu
Check dinyalakan dengan menekan tanda On (S) sehinnga pada layar muncul “ON”.
Kemudian memasang test strip pada Accu Check. Tunggu beberapa saat sampai lampu
indikator warna merah berkedip-kedip. Berkedipnya lampu menandakan bahwa test
strip siap untuk ditetesi darah. Meneteskan darah sebanyak satu tetes diatas
area yang berbentuk kotak, berwarna jingga (orange) pada test strip. Tunggu
selama 5-7 detik atau hingga muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa darah
pada layar. Kemudian mencatat angka yang diperoleh.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah diperoleh hasil, bahwa
kadar glukosa darah Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa
di dalam darah.
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di
dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi
untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang
sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah
makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang
makan (American Diabetes Association, 2006).
Sampel darah yang digunakan untuk pengujian kadar glukosa
dalam darah berasal dari darah ayam. Kadar gula darah normal pada ternak
ruminansia bervariasi, yaitu antara 40 – 60 mg/100 ml dan 35 - 55 mg/100 ml
(Poedjiadji 1994). Glukosa darah berasal dari beberapa sumber, antara lain
adalah dari karbohidrat makanan, dari senyawa glikogenik melalui
glikoneogenesis, dan dari glikogen hati oleh glikogenesis Pada ternak
ruminansia, dikenal adanya sistem penjaga kadar glukosa dalam darah melalui
proses glikolisis, glikogenesis dan lain sebagainya, sehingga konsentrasi
glukosa darah relatif konstan (Poedjiadji 1994).
Hasil pengamatan dan perhitungan
menunjukkan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dari darah ayam adalah 64 mg/
dL. Hal ini menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai
glukosa darah pada sampel masih pada batas normal. Sampel tersebut tidak
mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah ataupun kekurangan kadar glukosa
dalam darah. Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh aktifitas tubuh, kesehatan
dan faktor genetik. Tingkat gula darah diatur melalui umpan
balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa
di dalam darah dimonitor oleh pankreas.
Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di
lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses
ini disebut glikogenolisis).
BAB V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan
dari praktikum ini adalah kadar glukosa dalam darah ayam yang diambil yaitu 64 mg/ dL. Hal ini menunjukkan bahwa
ampel darah
tersebut normal, darah tidak kelebihan glukosa maupun kekurangan glukosa.
5.2. Saran
Sebelum
mengambil sampel darah disarankan untuk membersihkan alat- alat yang akan
digunakan agar tidak menganggu hasil dari praktikum. Dan dalam pelaksanaannya
harus lebih teliti.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. January
2006 Diabetes Car2006. "Standards of Medical Care-Table 6 and Table 7,
Correlation between A1C level and Mean Plasma Glucose Levels on Multiple
Testing over 2-3 monthsStandar Pelayanan Kesehatan Korelasi antara tingkat A1C
dan Rata-rata Tingkat Glukosa Plasma. 2006. American Diabetes Association
Campbell, Neil
A. 2004 .Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta
Poedjiadji,
Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Soewolo, dkk.
2000. Fisiologi Manusia. UM. Malang.
PRAKTIKUM V
MENENTUKAN HCG
BAB
I
PENDAHULUAN
Darah
merupakan cairan tubuh yang sangat penting bagi tubuh dan seluruh organ dalam
tubuh makhluk hidup. Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh makhluk
hidup salah satu fungsi darah yaitu sebagai penyalur oksigen (O2),
pengangkut hormone
dan penghangat atau penghantar panas dalam tubuh. Darah juga sebagai medium
transport penyampai zat-zat makanan beredar di dalam tubuh.
Urin
merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal. Cairan sisa metabolisme
tubuh yang diproses di dalam ginjal, kandungan air yang masi dapat dimanfaatkan
oleh tubuh akan di serap didalam ginjal dan menyerahkan pada darah untuk di
sebarkan mengelilingi tubuh dan cairan sisa yang sudah tidak digunakan lagi
atau dirasa kandungan-kandungan tersebut sudah mencukupi kebutuhan tubuh
makhluk hidup tersebut maka cairan tadi akan dieksresikan, dibuang dan
dikeluarkan melewati uretra.
Cairan
sisa metabolisme ini merupakan cairan yang mengandung urea, amoniak yang
merupakan sisa-sisa perombakan protein, zat warna empedu, NaCl, mineral,
vitamin yang berlebihan, sisa obat-obatan yang dikonsumsi, dll. sehingga urin
tersebut mengandung asam ato dapat dikatakan urin tersebut bersifat asam.
Pada
urin wanita hamil dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa bulan kandungan.
Pada awal kehamilan juga diekskreikan Human
Chorionik Gonadotropin (HCG) yang merupakan glikoprotein yang mengadung
galaktosa dan heksosamin ke dalam urin. Didalam HCG tersebut juga terdapat
proses reaksi antigen – antibodi.
Tujuan
praktikum dalam penentuan HCG dalam urin adalah untuk mengetahui prinsip -
prinsip dan cara-cara penentuan HCG dalam urin secara kualitatif dan diharapkan
praktikan mampu menggunakan alat test pack untuk mengadakan percobaan HCG dalam
urin. Manfaat dalam praktikum dasar fisiologi ternak ini memberikan
pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan HCG yang terdapat dalam urin serta
dapat mendeteksi urin pada wanita hamil.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk tes kehamilan menggunakan urine, karena dalam urine wanita hamil
mengandung HCG ( Human chorionic gonadotropin) . HCG yaitu suatu hormon gliko
protein yang mempertahankan sistem reproduksi ternak (sapi) dalam keadaan cocok untuk kehamilan.
Kelompok hormon gonadotropin (FSH,
LH dan HCG) bertanggung jawab atas proses gametogenesis dan steriodogenesis
dalam kelenjar, sedangkan hormon merupakan glikoprotein dengan masa molekul +
75 kda. Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis
oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling
menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah
implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan
dasar bagi banyak tes kehamilan (Murray et
al., 1999).
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah Hormon gonadotropin yang
dihasilkan oleh chorion pada placenta ternak hamil kira-kira 30 sampai 60 hari sesudah menstruasi terakhir dan
disekresikan melalui urine (Toelihere, 1979).
Bersamaan dengan perkembangan sel-sel trofoblas dari ovum yang baru
mengalami fertilisasi, hormon khorionic gonadotropin disekresi oleh sel-sel
sinsisio-trofoblas kedalam cairan ternak hamil. Sekresi hormon ini pertama kali dapat diukur 8 hari setelah ovulasi tepat
saat ovum mengadakan implantansi pertama kali dalam endometrium. kemudian
sekresinya meningkat dengan cepat dan mencapai maksimal kira-kira 7 hari
setelah ovulasi dan berkurang relatif rendah menjelang 16 minggu setelah
ovulasi. Dalam analisa kimia, HCG mempuyai berat
molekul 50.000 dan banyak sekali mengandung karbohidrat (hexose, fuktrose,
hexosamin dan asam sialat), sedang asam amino yang dikandungnya kira-kira 57%
(Partodihardjo, 1980).
Uji laboratorium untuk tes kehamilan dilakukan penentuan
HCG sebagai penentuan paling logis pada awal kehamilan yaitu ovulasi pada tiga
bulan yang pertama. Beberapa tes mengenai keberadaan HCG tergantung kekhusuan
reaksi antara antigen antibodi. Jika tes urine tidak mengandung HCG, maka
penambahan serum tidak akan dinetralkan. Ketika suspensi HCG ditambahkan maka
anti serum yang aktif akan bereaksi dengan partikel HCG yang menyebabkan
aglutinasi dan inilah yang akan memberi hasil positif tes kehamilan (Sood,
1987).
Tes yang paling umum berdasarkan pada tes hambatan aglutinasi. Eritrosit
domba atau partikel lateks diselubungi oleh HCG. Bila agen yang terselubung
tadi diberikan pada anti HCG, maka terjadi aglutinasi yang dapat terlihat
dengan terbentuknya gumpalan dan presipitasi. Urine yang akan dites HCG nya
dicampur dengan anti serum khusus untuk HCG dan campuran itu dites dengan agen
terselubung. Bila urine mengandung HCG maka tidak terrjadi aglutinasi karena
antibodi bereaksi dengan HCG urine dan tidak tersedia HCG untuk mengaglutinasi
sel atau partikel yang terselubung tadi. Sebaliknya urine yang tidak mengandung
HCG akan membentuk presipitasi menunjukan tidak adanya kehamilan. Tes imonologi
semacam ini sudah sangat berkembang dan sangat teliti. Sekarang isotopik hormon
dibuat kompleks dengan anti serum memungkinkan pengukuran dengan RIA, suatu
teknik yang sangat sensitif dan cepat. RIA dapat menguji konsentrasi dalam
plasma sedangkan urine menyimpulkan aras hormon plasma (Nalbandov, 1990).
Untuk mendeteksi adanya hormon HCG dalam urine dapat menggunakan test
kehamilan instant. Apabila muncul garis merah pada alat test tersebut berarti
test dilakukan dengan benar. Jika muncul dua garis merah muda berarti hasilnya
positif dan artinya adalah hamil. Sedangkan apabila hanya muncul satu garis
merah muda berarti hasilnya negatif dan artinya tidak hamil. Dengan cara ini,
kehamilan sudah dapat dideteksi pada hari ke 3 - 6 setelah terlambat haid. Jika
ragu dengan hasil yang didapat test tersebut dapat di ulang dalam jangka 2 -3 hari (OneMed Health Care).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar Fisiologi
Ternak dengan materi Pencernaau Unggas dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 21 Mei
2013, pukul 08.00-09.30 WIB
di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Fakultas
Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Alat yang digunakan
untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah
testpek yang digunakan untuk mengecek kehamilan.
Bahan yang digunakan
untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah
darah yang akan diukur kadar glukosanya, urine ternak hamil yang akan di cek
dengan testpek.
3.2. Metode
Menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan. Menampung di dalam botol kering urine pertama di pagi
hari pada ternak hamil. Kemasan alumunium foil dari test pack dibuka, strip
dikeluarkan kemudian dicelupkan dalam sampel urine sampai batas maksimum selama
30 detik. Strip diangkat dari sampel urine yang diuji dan diletakkan di tempat
kering. Setelah 2-3 menit akan keluar hasil test yang dilakukan. Bila strip
muncul 1 garis berarti hasil negatif, apabila strip muncul 2 garis, berarti
hasil positif. Hasil pengamatan dicatat pada lembar kerja.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
.1. HCG
Garis indikator = 1 (negatif)
Warna garis indikator : merah
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi
Ternak, 2013.
Berdasarkan
pengamatan praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG, pertama kali yang
dilakukan adalah mengkoleksi urine ternak hamil lalu diteliti di laboratorium dengan
menggunakan testpack yang berfungsi untuk mengetahui terdapat kehamilan atau
tidak di dalam urine tersebut. HCG merupakan suatu hormon yang cocok untuk
kehamilan hal ini sesuai pendapat (Murray et al., 1999) yang menyatakan
bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang
disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling
menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah
implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan
dasar bagi banyak tes kehamilan.
*HCG urine ternak hamil???
Ternak emang hamil????
* beri penjelasan perbedaan antara
urine ibu hamil dan urine ternak “hamil”
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hail praktikum dapat disimpulkan bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh
sel sinsitotrotoblas plasenta. Setelah dilakukan pengetesan dengan
menggunakan testpack didapat hasil negtif yaitu ditandai
dengan adanya Garis indikator = 1.
DAFTAR PUSTAKA
Murray,
Robert K. et al. 1999. Biokimia Harper. ECG. Jakarta.
Nalbandov. 1990. Fisiologi
Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. UI Press,
Jakarta.
Partodihardjo, S, Dr. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan.
Jakarta: Penerbit Mutiara.
PRAKTIKUM VI
PENCERNAAN UNGGAS
BAB
I
PENDAHULUAN
Ternak unggas merupakan asset
nasional yang turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Seiring
dengan meningkatnya konsumen terhadap kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
produk peternakan membuktikan bahwa usaha peternakan dewasa ini mengalami
kemjuan. Diantara produk-produk tersebut unggas memegang peranan yang sangat
penting karena digemari dan banyak dikenla oleh masyarakat. Kemajuan tersebut
tidak lepas dari pertumbuhan unggas yang semakin membaik. Asupan nutrisi untuk
unggas harus diperhatikan sebagai salah satu faktor pertumbuhan. Nutrisi tidak
dapat lepas dengan pakan yang diberikan kepada ternak unggas itu sendiri,
sedangkan pakan akan di absorbsi di
dalam tubuh ungas yang disebut dengan pencernaan. Sehingga pencernaan unggas
menjadi salah satu faktor pertumbuhan yang harus dipelajari secara mendalam
untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi dalam tubuh unggas agar unggas dapat
tumbuh serta berkembang secara optimal.
Tujuan dari praktikum Fisiologi
Ternak dengan materi Pencernaan Unggas adalah mengetahui fungsi setiap
kompartemen penyusun serta prinsip pengukuran keasaman dalam sistem pencernaan
unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah mendapatkan informasi mengenai organ
dari sistem pencernaan beserta fungsi dan kondisi pHnya.
TINJAUAN
PUSTAKA
*dibuat perpoin.
+ klasifikasi ayam (Gallus sp.)
Sistem digesti
adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan antara lingkungan dengan proses
metabolisme alamiah pada hewan. Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan
sejak masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Komara (2008) menyatakan bahwa pencernaan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi
beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencernaan
dan absorsi zat makanan mulai dari paruh sampai ke anus, serta juga bertanggung
jawab pula terhadap pengeluaran bahan yang lengkap yang tidak dapat dicerna.
Secara garis besar
fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan
dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan. Sistem
pencernaan meliputi saluran pencernaan (paruh, mulut, faring, esofagus,
proventrikulus, ventrikulus (gizzard), usus halus (small intestine), sekum,
rektum, kloaka) dan alat tambahan hati, getah empedu, pankreas, lien. (Yuwanta, 2004).
Unggas mengalami proses
pencernaan yang berbeda dengan hewan lain, meskipun mempunyai kesamaan pada
prosesnya. Pola
pencernaan makanan pada unggas umumnya mengikuti pola pencernaan makanan pada
ternak non ruminansia. Tetapi terdapat berbagai modifikasi. Unggas memiliki
usus besar yang pendek dibandingkan dengan hewan non ruminansia yang lain. Di
usus besar ini aktivitas jasad renik, tetapi sangat rendah dibandingkan dengan
ternak non ruminansia lain (Hartadi et all., 2008).
Menurut Yuwanta (2008), panjang alat
pencernaan pada ayam sekitar 245-255 cm, tergantung pada umur dan jenis ayam.
Prinsip pencernaan pada ayam ada tiga macam, yaitu pencrnaan secara mekanik
(fisik), pencernaan secara kima (enzimatik), dan pencernaan secara
mikrobiologik. Secara umum pencernaan pada unggas meliputi aspek digesti,
absorpsi dan metabolisme.
Sebagaimana hewan lain
proses pada saluran pencernaan ayam menggunakan tiga prinsip:
a)
Secara mekanik. Pencernaan secara mekanik pada unggas
berlangsung pada empedal. Pakan di dalam empedal dengan adanya kontraksi otot
empedal dengan bantuan grit akan diubah menjadi pasta.
b)
Secara khemis/enzimatis.
Pencernaan secara enzimatis terutama dibantu dengan adanya senyawa kimia dan
kerja dari enzim yang dihasilkan oleh alat-alat pencernaan.
c)
Secara mikrobiologik. Pencernaan secara mikrobiologik
terjadi dengan adanya mikrobia yang ikut berperan dalam proses pencernaan. Pada
ayam pencernaan secara mikrobiologik tidak berperan besar seperti pada ternak
yang lain, hanya sedikit ditemukan mikrobia pada tembolok dan usus
besarnya. Pada tembolok ditemukan beberapa bakteri aktif yang menghasilkan asam
organik seperti asam asetat dan asam laktat dan juga pada ceca terjadi
sedikit pencernaan hemiselulosa oleh bakteri.
BAB
III
MATERI DAN METODE
MATERI DAN METODE
3.1. Materi
Praktikum Dasar Fisiologi
Ternak dengan materi Pencernaau
Unggas dilaksanakan di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi
Hewan, Fakultas
Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.2. Metode
*prosedur kerja dicek lagi. Ayamnya bukan
dibius, tapi dipotong terus dibedah, kemudian diisolasi sistem digestorianya
Pada praktikum pencernaan unggas
metode praktikum atau prosedur kerja sebagai berikut, hewan yang digunakan
dalam percobaan praktikum adalah unggas (ayam), kemudian hewan percobaan dari setiap kelompok di
korbankan dengan pembiuasan. Setelah hewan benar-benar pingsan dilakukan pembedahan dengan
menggunakan pisau dan gunting bedah, kemudian diisolasi sistema digetoria, dari
rongga mulut hingga kloaka. Sistema digestoria kemudian ditempaatkan pada meja
observasi untuk kemudian diamati kompartemen penyusun traktus alimentarius dan
organ asesori penyusun sistem digestoria. Setelah diamati kemudian dilakukan
dokumentasi berupa gambar ilustrasi sistem digestoria, disertai dengan keterangan
gambar. Setelah digambar kemudian dilakukan pengukuran pH pada setiap
kompartemen traktus alimentarius mulai dari rongga mulut hingga rektum. Data
yang diperoleh ditabulai pada lembar kerja yang tersedia.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sistem Pencernaan Ayam
Berdasarkan
hasil pengamatan sistem pencernaan pada ayam didapatkan hasil sebagai berikut:
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak,
2013
|
Keterangan :
a. Esophagus
*bahasa
indonesiakan
b.
Proventrikulus
c.
Ventrikulus
d.
Hati
e.
Pankreas
f.
Usus halus
g.
Usus besar
h.
Kloaka
|
Ilustrasi 6.
Sistem Pencernaan Unggas
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sistem Pencernaan Ayam
Kompartemen
traktus alimentarius
|
Fungsi
|
Sekresi
|
pH
|
Komposisi
|
Mulut
(paruh)
|
Mengambil
makanan dan pencernaan secara mekanik dan kimiawi
|
Saliva
|
-
|
|
Esophagus
|
Membasahi makanan sehingga
makanan licin
|
-
|
5
|
|
Tembolok
|
Tempat
penyimpanan pakan
|
-
|
-
|
|
Proventrikulus
|
Penghasil kelenjar
|
Pepsin
dan hidrocoloric acid
|
6
|
|
Ventrikulus
|
Pencernaan
makanan secara mekanik
|
-
|
4
|
|
Pankreas
|
Penghasil kelenjar
|
Pancreas
|
-
|
|
Usus
halus
|
Tempat
berlangsungnya pencernaan dan absobsi produk pencernaan
|
Empedu
|
8
|
|
Caecum
|
Penyerapan air dengan skala
sedikit
|
-
|
8
|
|
Usus
besar
|
Mengatur kadar
air sisa makanan
|
-
|
|
|
Kloaka
|
Tempat pengeluaran sisa
pencernaan, urinari dan genital
|
-
|
-
|
|
Sumber : Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2013
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh dapat
diketahui bahwa sistem digesti ayam mulai dari pakan masuk sampai keluar
sebagai ekskreta antara lain mulut/paruh, oesophagus,
crop (tembolok), proventriculus, gizzard (empedal/ventrikulus), small
intestinum yang terdiri atas duodenum,
jejunum, dan ileum, coecum, usus
besar(rektum), dan kloaka. Di samping itu terdapat kelenjar
pencernaan yag berperan sebagai penghasil enzim dalam proses pencernaan makanan
yaitu pankreas, hati dan limfa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994)
yang menyatakan bahwa organ pencernaan ayam tediri atas mulut, faring, esophagus, temblok, lambung kelenjar,
lambung otot, usus halus, usu buntu, usus besar, kloaka dan alat asesoris yang
berupa hati, limpa dan pankreas. mulut/paruh ayam berbentuk seperti
corong yang runcing dan didalamnya terdapat lidah yang tebal serta menghasilkan saliva untuk membantu proses pencernaan di
dalam mulut. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008), bahwa mulut ayam menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva yang
membantu proses pencernaan didalam mulut. produksi saliva 7 sampai 30 ml/
hari tergantung pada jenis pakan. Pakan dari mulut menuju
esophagus dan diteruskan ke tembolok.
Esophagus setelah dilakukan
pengukuran kadar pH menunjukkan angka 7 atau netral. Hal ini sesuai pendapat
Wahju (1997) bahwa esophagus
mempunyai pH netral. Tembolok
merupakan modifikasi dari oesophagus yang memiliki fungsi sebagsai tempat
menampung pakan sementara didalam tubuh ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarto
(2000) bahwa fungsi utama tembolok adalah untuk
menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak.
Proventikulus atau lambung kelenjar
merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis. Berdasarkan
hasil pengukuran pH di dalam proventrikulus
yaitu sebesar 6, hal ini berarti suasana di dalam proventrikulus adalah asam, karena dapat mengekskresikan HCL,
pepsin. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa
Proventrikulus merupakan perut kelenjar atau succenturiate
ventricle atau glandular stomach yang mengekskresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Ventriculus (gizzard) disebut juga perut muscular (muscular stomach) yang
merupakan perpanjangan dari proventrikulus dan fungsi utamanya untuk memecah / melumat pakan dan mencampur dengan air
pasta yang disebut chymne. Berdasarkan hasil pengamatan dan
pengukuran pH di dalam gizzard diperoleh hasil pH didalam gizzard adalah 4, hal
ini berarti suasana didalam gizzard
adalah asam. hal ini sesuai dengan pendapat Kustono (2008), bahwa gizzard
bersifat asam dengan pH 2 sampai 3,5 dan tidak ada digesti enzim. Usus
terdiri atas saluran makanan yang dimulai dari duodenum, yaitu usus halus di
bagian depan, jejunum, ileum dan berakhir di rektum atau usus besar di bagian
paling belakang. Usus bersifat basa dengan skala indicator pH menunjukkan angka
8, hal ini sesuai pendapat Wahju (1997) bahwa intestinum bersifat basa
dikarenakan sekresi bikarbonat dari pankreas. Unggas memiliki caecum
yaitu sepasang caeca (saluran buntu)
yang merupakan percabangan dari ujung usus halus. Dari
hasil pengukuran pH didalam caecum adalah
baa, dengan derajat 8. Di dalam caecum terjadi proses fermentasi dengan
bantuan mikroorganisme yang mencerna serat kasar. Large
intestinum atau usus
besar pada unggas lebih pendek jika dibandingkan dengan usus hewan
non-ruminansia lain. Usus besar menyerap zat-zat yang mungkin masih dibutuhkan
oleh tubuh unggas dan menyerap air. Pada beberapa sumber buku, disebutkan bahwa
large intestinum pada unggas sama dengan rektum. Rektum merupakan penampung
kotoran sementara yang terhubung dengan kloaka. Menurut Yuwanta (2004), pada
bagian rektum juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urin yang
bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan ekskreta. Kloaka
merupakan tempat keluarnya ekskreta (Yuwanta, 2000). Kloaka pada unggas terdiri
dari 3 bagian, yaitu kuprodeum, urodeum, dan
protodeum. Kuprodeum merupakan muara tempat keluarnya feses.
*pakai bahasa ilmiah. Misalnya: Large
intestinum diganti dengan
Kolon
BAB
V
SIMPULAN
5.1. Simpulan
Sistem
pencernaan ayam berdasarkan hasil pengamatan terdiri atas mulut (paruh),
kerongkongan (esophagus), tembolok,
lambung kelenjar (proventrikulus),
lambung otot (gizzard), usus halus
yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, usus besar, usus buntu (caecum) dan kloaka. Masing-masing organ
mempunyai fungsi tersendiri dalam peranannya untuk menceerna makanan. Pengujian
kadar pH terhadap beberapa organ pencernaan ayam diperoleh data sebagai berikut
: Esophagus bersifat netral, Proventrikulus dan gizzard bersifat asam dan usus serta caecum bersifat basa.
5.2. Saran
Selama
praktikum berlangsung hendaknya praktikan melaksanakannya dengan hati-hati dan
teliti terutama saat melakukan pembedahan terhadap ayam agar tidak merusak
organ yang akan diamati dan memperoleh
data yang valid.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Hartadi, H., Kustantinah, E.
Indarto, N.D. Dono, dan Zuprizal. 2008. Bahan
Ajar. Nutrisi Ternak Dasar.
Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM.
Komara, Toni. 2008. Pemeliharaan Ayam
Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kustono, D.T. Widayati, Ismaya, dan
S. Bintara. 2008. Bahan Ajar. Fisiologi
Ternak. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak. Bagian Produksi
Ternak. Fakultas Peternakan. UGM.
Wahju,
J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Winarto. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Pustaka Media. Yogyakarta.
Yuwanta,
Tri. 2000. Dasar Ternak Unggas.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Yuwanta,
Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas.
Kanisius. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2008. Dasar Ternak Unggas Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta.
PRAKTIKUM I
PERTUMBUHAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan
merupakan suatu proses perubahan secara
fisik dalam makhluk hidup yang dapat diamati yang bersifat ireversibel berupa pertambahan massa, pertambahan ukuran, pertambahan bobot badan, dan disertai dengan
peningkatan populasi. Fenomena kompleks ini tidak
hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga dipengaruhi oleh hormon tiroid,
androgen, glikocortiroid dan insulin.
Faktor - faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah susunan genetika,
sedangkan faktor ekstrinsik merupakan
pakan dan kondisi lingkungan yang paling penting mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari praktikum pertumbuhan adalah mahasiswa mampu
menggunakan alat untuk mengadakan percobaan pengukuran pertumbuhan.
Selain itu mahasiswa mampu mengukur pertumbuhan dan mampu
menginterpretasikan data yang diperoleh dari pengukuran.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Ayam (Gallus
sp.)
Ayam broiler
adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan
tujuan sebagi penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Ayam
broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain
hanya 5-6 minggu sudah siap dipanen. Ayam yang dipelihara adalah ayam broiler
yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 2008). Pertumbuhan
yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian
mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjarna dan
Suprijatna, 2006).
Klasifikasi
standar adalah pengelompokkan jenis-jenis ayam `berdasarkan buku yang
diterbitkan oleh perhimpunan Peternak Unggas Amerika Serikat, yaitu The
American Standard of Perfection. Berdasarkan buku tersebut, terdapat 11 kelas
ayam, namun yang dianggap penting hanya 4 kelas, yaitu kelas inggris, kelas
amerika, kelas mediterania, dan kelas asia (Suprijatna et al., 2008). Ayam
kelas inggris adalah sekelompok ayam yang dibentuk dan dikembangkan di Inggris.
Karakteristik ayam inggris adalah bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah,
kulit putih, kerabang telur coklat kekuningan, bulu merapat ke tubuh, dan
termasuk tipe pedaging. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas inggris antara
lain Dorking, Autralorp, Orpington, Sussex, dan Cornish (Suprijatna et al.,
2008). Ciri-ciri umum kelas inggris antara lain kulit telur berwarna coklat,
kecuali bangasa ayam darling, cuping telinga berwarna merah, cakar kaki tidak
berbulu, kulit berwarna putih kecuali bangsa ayam Cornish. Pada kelas ini
terdapat bangsa ayam sebagai berikut, bangsa ayam Cornish, dan bangsa ayam
australorp (Yuwanta, 2004). Ayam kelas amerika dikembangkan untuk tujuan dwiguna
(dual purpose), yaitu memproduksi telur dan daging. Tanda-tanda umum ayam
amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur coklat kecuali telur ayam
Lamona berwarna putih, cuping telinga berwarna merah, shank berwarna kuning,
dan tidak berbulu. Bangsa ayam amerika yang terkenal adalah Plymouth Rock (PR),
Rhode Island Red (RIR), Rhode Island White (RIW), Wyandotte, New Hampshire
(NH), White American, Dominique, Java, Lamona, Jersey Black Giant, Buck Eye,
dan Delawars (Yuwanta, 2004). Karakteristik kelas amerika adalah bentuk tubuh
sedang, cuping telinga berwarna merah, bulu mengembang, dan kulit berwarna
putih.ciri khas lain kulit telur berwarna coklat kekuningan, cakar tidak
berbulu, dan terkenal sebagai tipe dwiguna. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk
kedalam kelas ini adalah Plymouth Rock, Wyandotte, Rhode Island Red (RIR), New
Hampshire, dan Jersey (Suprijatna et al., 2008). Terdapat tiga bangsa yang
terkenal dalam kelas asia, misalnya Brahma (di India), Langshan (dari China),
dan Cochin (dari Shanghai, China). Tanda spesifik ayam asia adalah bentuk badan
besar, mempunyai sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat,
cuping telinga merah, dan kerabang telur coklat (Yuwanta, 2004). Ayam kelas
asia dibentuk dan dikembangkan di wilayah Asia. Contohnya Brahma, Langshan, dan
Cochin China. Karakteristik ayam asia yaitu bentuk tubuh besar, bulu merapat ke
tubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang telur beragam coklat kekuningan
sampai putih. Ciri khas lain dari kelas asia ini adalah cakar berbulu, kulit
berwarna putih sampai gelap, dan merupakan ayam tipe pedaging (Suprijatna et
al., 2008).Kelompok ayam ini dibentuk dan dikembangkan di sekitar negara dan
pulau di Laut Tengah, seperti Spanyol dan Italia. Karakteristik ayam kelas
mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, kerabang
telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Bangsa-bangsa ayam yang
termasuk kelas ini antara lain Leghorn, Ancona, Spanish, Minorca, dan Andalusia
(Suprijatna et al., 2008). Kelas mediterania memiliki ciri-ciri umum antara
lain ukuran badan relatif kecil, cuping telinga berwarna putih, cakar tidak
berbulu, telur banyak dan berwarna putih, kulit berwarna putih kecuali leghorn
dan ancona. Bangsa-bangsa ayam yang termasuk kelas ini sebagai berikut bangsa
ayam Leghorn, Ancona dan Minorca (Yuwanta, 2004)
2.2 Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Pertumbuhan merupakan perubahan dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah
sel dan volume sel dan proses tersebut tidak dapat dibalik (Kadaryanto, 2003).
Menurut Anggorodi
(1984) periode pertumbuhan
terdiri atas :
·
Pertumbuhan awal
dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan.
·
periode
logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan baik secara
eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh) maupun
secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan tulang).
·
Periode akhir
dari pertumbuhan adalah periode perlambatan yang ditandai dengan penurunan laju
pertumbuhan yang cenderung konstan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan
berbeda-beda antara spesies satu dengan spesies yang lain. Tetapi, pada
dasarnya memiliki persamaan tahapan perkembangan (Diah, 2007), yaitu sebagai berikut:
1. Pembelahan Sel
Setelah terjadi fertilisasi (pembuahan sel gamet jantan dan sel gamet
betina), terbentuklah zigot. Zigot mengalami pembelahan mitosis secara
terus-menerus. Pembelahan ini berlangsung sangat cepat. Sel-sel yang dihasilkan
dari pembelahan disebut morula. Morula berkembang menjadi bentuk yang berlubang
disebut blastula.
2. Morfogenesis
Blastula terus mengalami pembelahan sel. Selama pembelahan ini terjadi
morfogenesis, yaitu proses perkembangan bentuk berbagai bagian tubuh embrio.
3. Diferensiasi
Blastula terus membelah dan
membentuk gastrula. Dari gastrula terbentuk embrio. Sel-sel embrio berkembang
terus membentuk jaringan, organ, dan sistem organ yang membentuk struktur dan
fungsi khusus yang nantinya difungsikan pada waktu dewasa.
4. Pertumbuhan
Setelah terbentuk organ, terjadi pertumbuhan makhluk
hidup menjadi lebih besar. Perkembangan berjalan seiring dengan pertumbuhan.
Perkembangan adalah proses mencapai kedewasaan. Perbedaan antara pertumbuhan
dan perkembangan, yaitu per-tumbuhan dapat diukur dengan ukuran tertentu,
sedangkan perkembangan tidak dapat diukur dengan suatu ukuran.
2.3 Faktor yang memengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk
hidup merupakan hasil interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup adalah gen, nutrisi, hormon, dan lingkungan (Isnaeni, 2006).
1. Gen
Gen adalah
faktor pembawa sifat menurun yang terdapat di dalam sel makhluk hidup. Gen
berpengaruh pada setiap struktur makhluk hidup dan juga perkembangannya,
walaupun gen bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhinya. Artinya, sifat-sifat
yang tampak pada makhluk hidup seperti bentuk tubuh, tinggi tubuh, warna mata,
warna bulu pada hewan, warna bunga, penambahan ukuran, dan sebagainya
dipengaruhi oleh gen yang dimilikinya. Setiap spesies memiliki gen untuk sifat tertentu. Demikian pula pada hewan ternak
yang memiliki gen unggul, misalnya pertumbuhannya cepat dan dengan memberikan
makanan yang cukup maka akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang baik
pula. Sebaliknya, jika hewan ternak tersebut tidak memiliki gen unggul dengan
pertumbuhan yang cepat, meskipun didukung dengan pemberian makanan yang cukup
maka pertumbuhan dan perkembangannya tidak sebaik bila hewan tersebut memiliki
gen unggul (Isnaeni, 2006).
2. Nutrisi
Nutrisi atau makanan berperan pentingdalam pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.
Fungsi nutrisi di antaranya adalah sebagai bahan pembangun tubuh makhluk hidup.
Sampai batas usia tertentu manusia akan mengalami pertumbuhan, yaitu bertambah
tinggi dan besar. Hal ini dapat terjadi karena setiap hari manusia makan
makanan yang cukup bergizi. Demikian pula hewan, pada batas periode tertentu
juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan karena hewan tersebut makan setiap
hari. Nutrisi bagi sebagian besar hewan dan manusia dapat berupa protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein merupakan bahan pembangun
sel-sel tubuh. Oleh karena itu dalam masa pertumbuhan harus mendapatkan protein
yang cukup (Isnaeni, 2006).
3. Hormon
Hormon
merupakan senyawa organik (zat kimia) pada manusia dan sebagian hewan. Hormon
dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar buntu,
artinya kelenjar itu tidak memiliki saluran. Hasil sekresi kelenjar endokrin
(hormon) langsung masuk ke pembuluh darah. Hormon diedarkan ke seluruh tubuh
oleh darah. Hormon mempengaruhi reproduksi, metabolisme, serta pertumbuhan dan
perkembangan pada manusia dan sebagian hewan. Pada manusia, hormon pertumbuhan atau Growth
Hormone (GH) mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan seseorang. Seseorang yang kelebihan hormon akan mengalami
pertumbuhan yang luar biasa/gigantisme. Sebaliknya, jika seseorang kekurangan
hormon pertumbuhan maka dapat mengakibatkan kekerdilan. Hormon tiroksin yang
dihasilkan oleh kelenjar gondok (kelenjar tiroid) mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Bila pada masa kanak-kanak kekurangan hormon tiroksin
mengakibatkan kretinisme. Kretinisme yaitu pertumbuhan yang lambat dan mental
yang terbelakang, sehingga perkembangannya juga terhambat. Pada hewan tingkat
tinggi (vertebrata) misalnya katak, metamorfosis berudu menjadi katak dewasa
dipengaruhi oleh hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Hal ini
menunjukkan bahwa pada katak, hormon tiroksin mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Pada hewan tingkat rendah (invertebrata) misalnya Hydra memiliki
zat kimia yang mirip hormon (neuropeptida). Zat kimia ini merangsang terjadinya
pertumbuhan dan regenerasi (Isnaeni, 2006).
4. Lingkungan
Pertumbuhan
dan perkembangan makhluk hidup terutama tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Faktor lingkungan berperan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan terutama adalah suhu, udara, cahaya, dan kelembapan (Isnaeni,
2006).
Pertumbuhan
ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kualitas makanan, suhu lingkungan, dan kesehatan ayam itu sendiri (Sudarmono,
2002).
BAB
III
METODE
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi
Ternak mengenai Pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 14 Mei 2013 pukul
08.00-09.30 dan 21 mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi Sruktur dan Fisiologi
Ternak, Jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Semarang.
3.2. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum
adalah timbangan untuk mengukur bobot badan ayam, tali untuk mengukur
sementara bagian tubuh yang akan diukur yaitu sayap,tibia-tarsus,penggaris
untuk mengukur panjang tali yang sudah diukur pada media ukur, ,jangka sorong
untuk mengukur panjang paruh,kandang
ayam sebagai tempat untuk memelihara ayam dan alat tulis digunakan untuk
mencatat hasil pengamatan
Bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah unggas (ayam boiler)
3.3. Metode
Hewan percobaan yang dipergunakan dalam praktikum adalah
ayam broiler , Hewan percobaan ditimbang menggunakan timbangan untuk mengetahui
bobot badan awal dan dilanjutkan dengan pengukuran somatometrik (panjang paruh,
panjang sayap, dan panjang tibiotarsus) menggunakan caliper atau mistar. Hewan
percobaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu Kelompok I: sebagai kontrol, dan
Kelompok II: diperlakukan dengan diberi pakan tambahan berupa konsentrat
berprotein tinggi selama dua minggu,Setelah dua minggu, hewan percobaan
ditimbang lagi untuk mengetahui bobot setelah perlakuan. Dilakukan pengukuran
somatrik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum pengukuran pertumbuhan
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel pengukuran bobot tubuh dan somatometrik
|
|||
Variabel yang diukur
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
|
Bobot tubuh (kg)
|
1,37
|
1,06
|
|
1,34
|
1,27
|
||
1,38
|
1,53
|
||
1,71
|
1,75
|
||
Panjang paruh (cm)
|
3,3
|
3,3
|
|
2,9
|
3,8
|
||
3,5
|
3,5
|
||
3,4
|
3,4
|
||
Panjang sayap (cm)
|
17,5
|
16,7
|
|
15,5
|
15,7
|
||
14,5
|
14,5
|
||
14,2
|
14,2
|
||
Panjang tibia-tarsus (cm)
|
10.4
|
20,5
|
|
9,5
|
19,5
|
||
8,5
|
20
|
||
8,3
|
20,5
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Fisiologi Ternak, 2013
Berdasarkan dari hasil pengukuran dan pengamatan dalam praktikum yang telah dilakuan bahwa pada ayam broiler dalam jangka
waktu pengamatan yang berbeda yaitu selama 2 minggu mengalami proses
pertumbuhan yang ditunjukkan dengan berbagai parameter, baik mengenai bobot
tubuh, panjang paruh, panjang sayap, maupun panjang tibia-tarsus. Diperoleh bahwa bobot tubuh rata- rata dari 1,32
kg menjadi 1,44 kg, panjang paruh rata-rata
dari 3,075 cm menjadi 3,5 cm, panjang sayap rata-rata
dari 26,175 cm menjadi 30,5
cm dan panjang tibia-tarsus rata-rataa pada ayam broiler dari 18,575 cm menjadi 20 cm. Hal ini terjadi pertambahan disetiap minggunya baik dari bobot tubuh maupun panjang somatometrik secara fisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kadaryanto (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan
dari kecil menjadi besar karena bertambahnya jumlah sel dan volume sel dan
proses tersebut tidak dapat dibalik.Ditambahkan oleh Anggorodi
(1984) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan
awal dimulai dari periode lamban dengan ciri-ciri sedikit pertumbuhan. Disusul
dengan periode logaritma atau eksponen yang ditandai dengan pesatnya
pertumbuhan baik secara eksterior (berat badan, panjang sayap, panjang kaki,
dan panjang paruh) maupun secara interior (organ-organ dalam, jaringan otot, dan
tulang).
BAB
V
SIMPULAN
5.1.
Simpulan
Pertumbuhan adalah perubahan makhluk hidup dari kecil menjadi
besar. Pertumbuhan merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Parameter
pengukuran pertumbuhan ayam ini berdasar pada bobot badan, panjang
sayap, panjang paru dan panjang tibia-tarsus hal ini untuk mempermudah dalam
pengamatan proses pertumbuhan, karena bagian-bagian tersebut yang paling mudah
untuk diamati dan diukur dengan peralatan yang sederhana dan dengan hasil yang
cukup teliti. Sebenarnya pertumbuhan pada ayam tidak terjadi hanya pada
bagian-bagian tertentu saja sebagaimana parameter diatas, namun pertumbuhan itu
terjadi pada semua jaringan dan organ badan ayam tersebut.
5.2
Saran
Pada praktikum pertumbuhan diperlukan ketelitian untuk
mengukur faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum.
Cetakan ke-3. PT Gramedia, Jakarta.
Diah, A. 2007. Biologi 2. Erlangga, Jakarta.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta
Kadaryanto. 2003. Biologi. Yudhistira, Bogor.
Kartasudjana,R dan Edjeng Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta
Rasyaf, M. 2008. Panduan
Beternak Ayam Pedaging. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E dan Umiyati, A. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E dan U. Atmomarsono, R. Kartasudjana.
2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yuwanta, T. 2004.
Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
PRAKTIKUM II
STATUS DARAH:
KADAR HEMOGLOBIN DAN JUMLAH
ERITROSIT
BAB
I
PENDAHULUAN
Darah merupakan suatu suspensi sel
dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan
jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh
sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh
terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Darah pada dasarnya terdiri dari
dua macam komponen utama yaitu cairan darah atau plasma darah dan sel-sel darah
yang
terdiri dari berbagai sel seperti eritrosit
atau sel darah merah, sel darah putih
(leukosit) dan trombosit. Fungsi
ketiga macam sel ini berbeda-beda. Darah berwarna merah, antara merah terang
apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah
pada darah disebabkan oleh hemoglobin,
protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi
dalam bentuk heme,
yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Tujuan dari praktikum darah adalah agar
dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat
mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar
hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
Manfaat dari praktikum adalah mahasiswa
dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, perhitungan
jumlah eritrosit dan dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah
eritrosit dalam kondisi tertentu.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Definisi Darah
Darah
merupakan jaringan ikat berbentuk cair yang tersusun atas bagian padat berupa
sel-sel darah dan bagian cair berupa plasma darah. Darah tersusun atas plasma
darah (55%) dan sel-sel darah (45%). Angka ini dinyatakan dalam nilai
hematokrit atau volume darah yang dipadatkan. Nilai hematokrit antara 40-70.
Darah merupakan alat transpor utama dalam tubuh. Kadang-kadang darah berwarna
merah tua atau merah muda tergantung kadar oksigen dan karbon dioksida dalam
darah. Fungsi darah secara umum sebagai
alat pengangkut, sebagai pelindung tubuh terhadap serangan penyakit, dan
sebagai keseimbangan asam basa dalam darah untuk menghindari kerusakan darah.
Warna merah yang dimiliki darah berasal hemogloblin. Setiap sel darah merah
mengandung 200 juta molekul Hb. Hb merupakan
senyawa protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hb mempunyai daya ikat
terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk
oksihemogloblin , sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida
disebut deoksihemogloblin. Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam
mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Jumlah hemogloblin yang normal 15 gram
setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin tergantung pada umur dan jenis kelamin
(Setiowati dan Deswaty, 2007).
2.2. Komponen Penyusun
Darah
Komponen
penyusun darah terdiri dari sel-sel darah dan plasma darah (cairan). Darah
terdiri daripada beberapa jenis korpuskula (sel-sel darah) yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk
medium cairan darah yang disebut plasma darah.
2.2.1. Sel-sel darah
2.2.1.1. Leukosit (Sel
darah putih)
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 2. Sel Darah Putih
Sel darah putih (leukosit) berwarna
bening. Umumnya, berukuran lebih besar daripada sel darah merah. Bentuk sel
darah putih tidak tetap karena dapat bergerak secara amoeboid. Sel darah putih
memiliki inti. Sel darah putih dibentuk di dalam sumsum merah pada tulang
pipih, limpa, dan kelenjar limpa. Jumlah sel darah putih lebih sedikit
dibandingkan sel darah merah. Jumlah sel darah putih 4000-8000 butir setiap mm3
darah. Jumlah sel darah putih dapat naik (leukositosis) atau turun (leukopeni)
tergantung pada ada atau tidaknya infeksi kuman-kuman tertentu (Setiowati dan
Deswaty, 2007).
Berdasarkan ada tidaknya butir-butir
dalam sitoplasmanya dibedakan menjadi granulosit dan agranulosit (limfosit dan
monosit). Granulosit jenis leukosit yang paling banyak terdapat dalam darah
sekitar 75%, memiliki butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam
sitoplasma. Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas
tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, tetapi juga
dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Monosit adalah sel
agranulosit berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel ini merupakan sel
yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 µm
(Subowo,2009).
2.2.1.2. Eritrosit (Sel darah merah)
Sumber: Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 3. Sel Darah Merah
Sel darah merah (eritrosit)
merupakan bagian uatama dari sel-sel darah. Setiap mm3 darah
mengandung 4,5-5 juta sel darah merah. Bentuk sel darah merah bulat pipih
dengan cekung dibagian tengah. Sel darah merah tidak berinti. Kira-kira 5-15%
eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa (retikulosit) (Setiowati
dan Deswaty, 2007).
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel-sel berbentuk
cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan
spesialisasi untuk pengakut oksigen. Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh
karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel
tersebut. Komposisi molekuler eritrosit menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya
terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Eritrosit
mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang
dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk
hemoglobin untuk mengikat oksigen
(Subowo,2009). Setiap sel darah merah mengandung 200
juta molekul hemogloblin. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa protein yang
mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat terhadap oksigen
dan karbon dioksida (Setiowati dan Deswaty, 2007).
2.2.1.3.
Trombosit (Keping Darah)
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Ilustrasi 4. Keping Darah
Trombosit berasal dari sebuah sel
yang sangat besar dalam sumsum tulang yang dinamakan megakarosit. Trombosit
berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma yang berukuran 2-5 µm lengkap dengan
membran plasma yang mengelilinginya. Oleh karena itu dinamakan keping darah.
Jumlah trombosit diperkirakan sekitar 150-300 ribu setiap µl, sedang umurnya
sekitar 8 hari (Subowo,2009). Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur,
berukuran kecil, tidak berwarna, dan tidak berinti. Trombosit dibuat di dalam
sumsum tulang yang berasal dari sel raksasa yang dinamakan megakariosit. Setiap
mm3 darah mengandung sejumlah 200.000-300.000 trombosit (Setiowati dan Deswaty,
2007). Keping darah berukuran kecil, memiliki bentuk yang tidak teratur, dan
tidak memiliki inti. Keping darah berfungsi untuk proses pembekuan darah,
sehingga keping darah disebut juga sel darah pembeku. Keping darah memiliki
sifat mudah pecah jika keluar dari pembuluh darah atau tersentuh oleh
benda-benda yang permukaannya kasar (Saktiyono, 2004).
2.2.2. Plasma Darah
Bagian darah yang cair dan berwarna
kekuning-kuningan pada darah. Diperkirakan plasma darah berjumlah 55% dari
seluruh jumlah darah, dan sisanya 45% adalah sel-sel darah. Plasma darah
terdiri dari 90% air dan sisanya adalah zar-zat terlarut. Plasma darah
berfungsi sebagai pengangkut sari-sari makanan, hormon, dan zat-zat sisa
metabolisme, misalnya karbon dioksida. Selain itu, plasma darah juga berfungsi
dalam pembekuan darah, karena mengandung fibrinogen (Saktiyono,2004). Dalam
plasma terdapat protein, seperti fibrinogen
yang berperan dalam pembekuan darah dan serum albumin yang berkaitan
dengan proses absorpsi. Dalam plasma darah, juga tedapat serum globulin yang
berperan membentuk antibodi yang diperlukan dalam reaksi imunitas. Protein
dalam serum darah berfungsi juga memelihar kekentalan (viskositas) darah atau
memelihara osmosis darah (Karmana,2008).
2.3. Parameter Status
Darah
2.3.1. Eritrosit
Menghitung sel darah merah dalam
volume yang kecil dari darah yang sudah sangat diencerkan tidaklah akurat dan
jarang dilakukan. Hitung sel darah merah dilakukan secara langsung dan akurat
oleh penghitung elektronik untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan dan reproducible. Jika sel darah merah dalam konsentrasi
tertentu mengalami lisis, terjadi pembebasan hemoglobinyang dapat diukur secara
spektofotometris pada panjang gelombang ini, yang konsentrasinya setara dengan
densitas optis (Sacher,2000).
2.3.2.
Hemoglobin
Hemoglobin dapat diukur dengan
menggunakan spektofotometer yang tersedia di sebagian laboratorium umum, namun
metode yang paling banyak digunakan adalah penghitung sel otomatis yang secara
langsung mengukur hemoglobin di dalam saluran sel darah merah. Tiga variabel
primer adalah jumlah hemoglobin yang ada di darah lengkap (dalam gram per desiliter);
proporsi sel darah merah dalam darah lengkap hematokrit atau packed cell volume
dan jumlah absolut sel darah merah dalam darah lengkap, biasanya dinyatakan
sebagai juta sel per mikroliter, indeks sel darah merah (indeks korpuskular)
untuk perhitungan ukuran rata-rata dan kandungan hemogloblin di masing-masing
eritrosit (Sacher,2000).
BAB
III
METODOLOGI
Praktikum
Fisiologi Ternak dengan materi Status Darah Kadar Hemoglobin dan Jumlah
Eritrosit dilaksanakan pada Selasa, 14 Mei 2013 pukul 08.00-09.30 di Laboratorium Biologi
Struktur dan Fisiologi Hewan,
Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar
hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah pipet sahli untuk mengambil darah,
tabung sahli, tabung hemometer untuk mengukur kadar Hb, aspirator untuk
menyedot darah masuk ke dalam tabung sahli, pipet tetes untuk menetesi aquades,
improved neubauer untuk mengamati sel darah merah, dan mikroskop untuk alat
bantuan melihat eritrosit, pipet eritrosit, cuvet sentrifuse.
Bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum fisiologi ternak dengan materi status darah kadar
hemoglobin dan jumlah eritrosit adalah alkohol 70%, kapas, HCl 0,1 N, darah,
aquades, larutan Hayem, serum.
3.2.
Metode
Cara penentuan kadar
hemoglobin antara lain tabung sahli disiapkan terlebih dahulu dengan diisi larutan
HCl 0,1N sampai skala 2. Menghisap darah dari tetesan darah yang telah
disiapkan menggunakan pipet sahli beserta aspiratornya. Darah yang keluar
dihisap sampai batas angka 20 secara perlahan-lahan. Darah yang berada di ujung
pipet dibersihkan dan dengan segera darah dikeluarkan dengan cara menghembuskan
darah dari pipet ke tabung sahli. Semua darah di dalam pipet diusahakan masuk
ke dalam tabung sahli. Tabung sahli diletakkan kembali di antara kedua bagian
standart warna dalam alat hemometer. Darah yang telah bercampur dengan HCl 0,1
N didiamkan selama 1 menit sampai 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang
berwarna coklat. Dengan pipet tetes ditambahkan sedikit-sedikit aquades, sampai
warna darah yang bercampur dengan HCl sama dengan warna standart. *fungsi HCl
Cara menentukan jumlah
eritrosit dengan menyiapkan kamar/bilik hitung dan mikroskop. Biik hitung
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x sampai terlihat kotak-kotak
yang akan dipergunakan untuk menghitung jumlah eritrosit. Menyiapkan pipet
eritrosit dengan memasang aspirator pada bagian ujung. Darah yang sudah
disiapkan dihisap menggunakan aspirator sampai skala 1,0 dengan pipet
eritrosit. Menghisap larutan Hayem juga dan dengan pipet yang sama sampai skala
101. Pipet dikocok membentuk angka 8 sehingga dara dan arutan Hayem bercampur.
Tetesan pertama pada pipet eritrosit diteteskan di tisu, setelah itu diteteskan
di bilik hitung, diamati dan dihitung.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Jumlah Eritrosit Dalam
Darah
Berdasarkan
praktikum penentuan jumlah eritrosit dalam darah didapat hasil sebagai berikut :
Diket : x1=
80, x2= 81, x3=84, x4=91, x5=107
x1=
80
x2= 81
x3=
84
x4=
91
x5= 107
+
443
Jumlah butir darah merah pada 5 kotak=
443 butir
Jumlah butir darah merah per mm3
darah= 443 x 5000 butir
=
2.215.000 butir
Sumber : Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
hasil perhitungan jumlah butir darah per
mm3 adalah 2.215.000 butir. Hal tersebut tidak sesuai dengan
pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa Setiap mm3 darah
mengandung 4,5-5 juta sel darah merah.*apa penyebab eritrosit bisa kurang dari 4-5 juta??
Kira-kira 5-15% eritrosit berupa sel-sel darah merah yang belum dewasa
(retikulosit). Dalam
hal ini
Subowo (2009) menambahkan bahwa
dalam setiap 1 mm3 darah
terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang
tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Sel eritrosit berbentuk cakram
bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti dengan
spesialisasi untuk pengakut oksigen. Bentuk bikonkaf dari eritrosit ternyata
lebih menguntungkan daripada bentuk seperti bola karena pertambahan luas
permukaannya menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorpsi dan pelepasan O2.
Tidak adanya inti sel juga lebih menguntungkan karena eritrosit akan
memberikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak
yang diikat.
4.2. Kadar Hemoglobin (Hb)
Berdasarkan
hasil praktikum pengukuran kadar hemoglobin didapatkan hasil berikut :
Kadar Hb = 15 g%
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan
hasil pengamatan kadar Hb 15,5 g%. Kadar Hb di tentukan oleh kadar sel darah
merah di dalam tubuh. Menurut pendapat Setiowati dan Deswaty (2007) bahwa
jumlah hemogloblin yang normal 15 gram setiap 100 mL darah. Kadar hemogloblin
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa
protein yang mengandung unsur besi (Fe). Hemogloblin mempunyai daya ikat
terhadap oksigen dan karbon dioksida. Ikatan hemogloblin dan oksigen membentuk
oksihemogloblin (HbO2), sedangkan ikatan antara hemoglobin dan karbon dioksida
disebut deoksihemogloblin (HbCO2). Oleh karena itu, hemogloblin berfungsi dalam
mengangkut O2 ke seluruh jaringan tubuh. Menurut pendapat Praseno (2001) bahwa proses pelepasan oksigen disebut
oksigenasi yang membutuhkan besi dalam bentuk ferro di dalam molekul
hemoglobin. Zat gizi tersebut menuju sumsum tulang menjadi bagian dari molekul
heme guna membentuk eritrosit.
. BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat
disimpulkan bahwa jumlah eritrosit yang didapat pada saat praktikum berjumlah
2.215.000 butir, kadar Hb yang didapat adalah 15 g%. Eritrosit berwarna merah
pada intinya, leukosit berupa cairan putih kekuningan dan trombosit berupa
keping-keping darah. Jumlah eritrosit pada darah tidak normal disebabkan
kualitas pakan tidak baik, dan juga keadaan lingkungan yang tidak sesuai.
Sedangkan kadar hemoglobin kurang normal, disebabkan karena faktor lingkungan
yang tidak mendukung. faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar
hemoglobin dalam darah adalah usia, jenis kelamin, faktor fisiologis,
lingkungan, kualitas nutrisi ransum, spesies, dan aktivitas sumsum tulang dalam
memproduksi eritrosit. .
* simpulan sesuaikan tujuan : Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
* simpulan sesuaikan tujuan : Tujuan dari praktikum darah adalah agar dapat mengetahui prinsip dan cara perhitungan kadar hemoglobin, dapat mengetahui perhitungan jumlah eritrosit, dapat membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada kondisi tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
Karmana,
O. 2008. Biologi. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Praseno, K. 2001. Fisiologi Hewan,
Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan,
FMIPA UNDIP.
Sacher,
R. 2000.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Davis Company : USA.
Saktiyono. 2004. Ipa
Biologi SMP dan MTs Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Setiowati,T
dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.
Subowo.2009.
Histologi Umum. Sagung Seto. Jakarta.
PRAKTIKUM III
MENGUKUR TINGKAT KEASAMAN DARAH
BAB
I
PENDAHULUAN
Darah merupakan suatu suspensi sel
dan fragmen sitoplasma di dalam cairan. Secara fungsional darah merupakan
jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh
sehingga seluruh bagian tubuh merupakan satu integritas. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh
terhadap serangan penyakit, menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Darah selalu bersifat alkali yaitu kadar
alkalinya tergantung dari konsentrasi ion hidrogen dan ini dinyatakan dengan
keasaman atau pH darah. Darah selalu mengandung sedikit alkali, dalam keadaan
normal, pH darah ayam berkisar antara 6,6 - 7,1. Tingkat keasaman (pH) darah dipertahankan
dalam batas-batas yang relatif sempit oleh adanya natrium bikarbonat dalam plasma darah, yang berfungsi untuk
menetralisir keasaman darah. Terbentuknya asam karbonat ini akan
mengubah harga pH menjadi sekitar 4,5 karena bertambahnya konsentrasi ion H+
yang berasal dari asam karbonat
tersebut.
Tujuan Praktikum Dasar Fisiologi Ternak dengan
materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah untuk mengetahui prinsip dan
cara-cara pengukuran pH darah dan mampu membandingkan pH darah hewan pada suatu
keadaan tertentu serta mampu menggunakan
pH indikator secara baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tingkat Keasaman Darah
Nilai pH darah menunjukkan tingkat
keasaman darah dalam tubuh. Nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Nilai pH
darah ini berkaitan erat dengan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Pada kondisi asidosis (pH darah
menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat
ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap
oksigen meningkat (Asmadi,2008). Asidosis dalam cairan tubuh mengacu pada
peningkatan konsentrasi H+ diatas normal atau penurunan pada HCO3-
di bawah normal, yang
mengakibatkan penurunan pH cairan tubuh sampai 7,35 (Tambayong,2000). Skala pH
adalah logaritma, yang berarti bahwa perubahan satu skala menunjukkan perubahan
sepuluh kali lipat dalam [H+]. Hal terpenting saat mempertimbangkan pH darah, yang harus berada
dalam kisaran sempit (pH 7,35-7,45) agar homestasis dipertahankan. Jika pH
darah berada di luar kisaran ini, disfungsi fisiologis akan terjadi dengan
cepat (Brooker,2008).
Perubahan kecil saja pada pH normal
dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada di dalam tubuh, berubahnya
kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia yang
akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas
7,8 atau turun sampai di bawah 7,0 (Sumardjo,2006).
2.2. Faktor yang Mempengaruhi pH Darah
Bila kadar karbon dioksida dalam
darah meningkat (hiperkapnea), pH darah menurun menjadi asam karena karbon dioksida berdifusi dengan
cepat ke dalam cairan dan melewati cairan serebrospinal yang pH-nya juga menurun.
Rendahnya nilai pH darah umumnya disebabkan oleh hiperkapnea, meskipun pH darah
juga dapat menurun karena sebab lain
seperti produksi asam laktat selama metabolisme anaerob. Rendahnya pH darah,
secara cepat akan menjadi toksik terhadap semua reaksi kimia dalam tubuh.
Pada kondisi asidosis (pH darah
menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat
ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi alkolis (pH meningkat) afinitas
Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008).
pH darah arteri normal adalah 7,40±0,02. Proses perubahan pH darah ada 2
macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik (karena perubahan
konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat
respiratorik (karena perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan
gangguan respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH
darah. pH darah akan turun (asidosis) apabila PaCO2 ↑(asidosis
respiratorik primer) atau jika HCO3-↓ (asidosis metabolik
primer). pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis
respiratorik primer) atau jika HCO3-↑ (alkalosis
metabolik primer) (Djojodibroto, 2007).
BAB
III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar Fisiologi
Ternak dengan materi Mengukur Tingkat Keasaman Darah dilaksanakan pada hari Selasa
tanggal 14 mei 2013, pukul 08.00 – 09.30 WIB di Laboratorium
Biologi
Sistem Fisiologi Hewan,
Jurusan Biologi,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
4.1. Materi
Alat yang digunakan dalam
praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah adalah pH indikator sebagai alat ukur untuk mengetahui kadar keasaman darah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah darah
hewan percobaan (Ayam).
4.2. Metode
Mencelupkan pH indikator ke dalam sample darah
selama 5 menit, kemudian setelah 5 menit mengangkat dan mengering anginkan pH
indikator tersebut. Setelah itu menyesuaikan warna pH indikator tersebut dengan
warna standar dan membaca angka pH yang di dapatkan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil percobaan Mengukur Tingkat Keasaman Darah didapatkan hasil sebagai
berikut :
pH darah = 8
Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.
Berdasarkan dari pengamatan
praktikum, didapatkan hasil bahwa pH darah 8. Hal tersebut berarti pH bersifat
alkali atau basa. pH darah normal itu berkisar antara 7,35-7,45. Menurut
pendapat Asmadi (2008) bahwa nilai normal pH darah adalah 7,35-7,45. Pada
kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang,
sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pada kondisi
alkolis (pH meningkat) afinitas Hb terhadap oksigen meningkat (Asmadi,2008).
Dalam hal ini Djojodibroto (2007) berpendapat bahwa pH darah akan naik
(alkalosis) jika PaCO2↓ (alkalosis respiratorik primer) atau jika
HCO3-↑ (alkalosis metabolik primer).
Menurut pendapat Sumardjo (2006)
bahwa perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat
yang ada di dalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, dan
berhentinya beberapa reaksi biokimia yang akhirnya dapat mengakibatkan
kematian. Kematian terjadi apabila pH naik di atas 7,8 atau turun sampai di
bawah 7,0.
BAB
V
SIMPULAN
5.1. Simpulan
Dari hasil
praktikum Mengukur Tingkat Keasaman Darah dapat disimpulkan bahwa pH darah pada
ayam adalah 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH darah pada ayam bersifat basa/alkalis. pH dapat
berbeda karena tergantung pada pengeluaran gas asam yang berlebih melalui urine
dan suhu tubuh. Darah dapat bersifat asam maupun basa. Perubahan tingkat
keasaman darah tersebut akan terjadi karena beberapa faktor. Faktor – faktor
tersebut antara lain : kondisi makhluk hidup pada saat itu, jumlah larutan
Natrium bikarbonat dan suhu. Kemampuan untuk mempertahankan pH darah tergantung
pada Natrium bikarbonat yang berfungsi sebagai larutan buffer/penyangga. Natrium
bikarbonat dapat menetralisir sifat asam dalam darah.
5.2. Saran
Pada peraktikum pengamatan
tingkat keasaman darah harus benar-benar teliti untuk mengukur pH agar hasil
yang didapat tidak salah.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.2008.Teknik
Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Salemba Medika.
Jakarta.
Brooker,
C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Terjemahan: Estu Tiar. EGC. Jakarta.
Djojodibroto, D. 2005. Respirologi. EGC : Jakarta.
Sumardjo,
D. 2006. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Tambayong,
J. 2000. Patofisiologi untuk
keperawatan. EGC.Jakarta.
PRAKTIKUM IV
MENGUKUR KADAR GLUKOSA DALAM DARAH
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Glukosa,
suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa berasal dari
proses katabolisme karbohidrat yang terjadi pada proses glikolisis. Glukosa
adalah senyawa yang penting untuk tubuh tingkat karena tidak mudah bereaksi
secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Jika kadar glukosa dalam
darah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, dan
lain sebagainya. Kadar glukosa darah dalam tubuh setiap mahkluk hidup
berbeda-beda, tinggi rendahnya kadar glukosa darah dipengaruhi sekresi hormon
insulin dan glukagon sebagai peranan terpenting dalam metabolisme. Dengan
meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu
membawa gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau
disimpan sebagai lemak apabila kelebihan. Kadar glukosa darah yang diketahui
dapat membantu memprediksi metabolismeme yang mungkin terjadi dalam sel dengan
kandungan gula yang tersedia.
Tujuan dari
praktikum mengukur kadar glukosa dalam darah adalah agar praktikan dapat
mengetahui prinsip dan cara penentuan kadar glukoa darah, mahir dan terampil
menggunakan alat yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam darah
dan mengukur kadar glukosa darah. Manfaat dari praktikum ini adalah dapat
menentukan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat mengatur glukosa dalam
darah melalui asupan gizi yang akan diberikan pada ayam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Glukosa Darah
Glukosa dalam darah merupakan bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon untuk mensintesis senyawa yang lain yang berada di dalam tubuh manusia (Campbell, 2004). Glukosa darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan glukosa dari persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila laju penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi daripada laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh insulin, yang disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa berpindah dari plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih tinggi daripada dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6 fosfat yang ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas membrane oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk menjaganya tanpa control (Soewolo, 2000).
2.2 Faktor Yang
Mempengaruhi Kadar Glukosa
Kadar gula
darah sepanjang hari bervariasi, dimana gula darah akan meningkat setelah makan
dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula 5 darah yang normal pada pagi
hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar
gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau
minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah
yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap)
setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang pankreas
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soewolo, 2000).
Kadar glukosa dapat naik bila seseorang banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung gula berlebihan. Dan juga ketika kelenjar pankreas tidak dapat
menghasilkan hormon insulin dengan baik, yang mengakibatkan seluruh gula
(glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses dengan sempurna, sehingga
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa
darah sebenarnya dapat dicegah. Diantaranya dengan menerapkan pola hidup sehat,
menjalankan pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik (olah raga) secara
teratur dan memadai.
Hormon
insulin dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas dan sangat penting untuk
menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin meningkatkan kecepatan transpor
glukosa melalui membran sel hati. Dalam sel hati gula akan mengalami
katabolisme atau disimpan. Hormon insulin juga dapat meningkatkan aktivitas
enzim glukokinase, suatu enzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan
glikogen.kekurangan insulin dalam tubuh akan mengakibatkan menurunnya tingkat
katabolisme glukosa dan menurunkan sintesis dan penyimpanan glikogen, akibatnya
kadar gula dalam darah meningkat . Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak
bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang
akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun.
BAB
III
MATERI METODE
Praktikum
Fisiologi Ternak dengan acara Pengukura Kadar Glukosa Dalam Darah dilakukan
pada hari Selasa tanggal 14 Mei 2013 pada pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium
Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1 Materi
Alat
yang digunakan dalam praktikum adalah kapas digunakan untuk membersihkan alat, jarum francle untuk
menusuk atau mengambil darah, Accu Check Active untuk menentukan kadar glukosa
darah, test strip untuk mengukur kadar glukosa darah. Alat tulis untuk mencatat
hasil dari praktikum. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah sebagai
bahan percobaan, alkohol 70% untuk mensterilkan alat.
3.2 Metode
3.2.1. Pengambilan Darah
Metode yang dilakukan dalam
praktikum adalah membersihkan jarum francle dengan kapas yang telah dicelupkan
ke dalam alkohol 70%. Kemudian mengambil darah dengan menggunakan jarum
francle, selanjutnya ditusukkan pada vena brachialis bagian sayap ayam dengan
arah miring. Tetesan darah yang keluar dipakai untuk pemeriksaan kadar glukosa
dalam darah.
3.2.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Accu
Check dinyalakan dengan menekan tanda On (S) sehinnga pada layar muncul “ON”.
Kemudian memasang test strip pada Accu Check. Tunggu beberapa saat sampai lampu
indikator warna merah berkedip-kedip. Berkedipnya lampu menandakan bahwa test
strip siap untuk ditetesi darah. Meneteskan darah sebanyak satu tetes diatas
area yang berbentuk kotak, berwarna jingga (orange) pada test strip. Tunggu
selama 5-7 detik atau hingga muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa darah
pada layar. Kemudian mencatat angka yang diperoleh.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah diperoleh hasil, bahwa
kadar glukosa darah Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa
di dalam darah.
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di
dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi
untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang
sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah
makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang
makan (American Diabetes Association, 2006).
Sampel darah yang digunakan untuk pengujian kadar glukosa
dalam darah berasal dari darah ayam. Kadar gula darah normal pada ternak
ruminansia bervariasi, yaitu antara 40 – 60 mg/100 ml dan 35 - 55 mg/100 ml
(Poedjiadji 1994). Glukosa darah berasal dari beberapa sumber, antara lain
adalah dari karbohidrat makanan, dari senyawa glikogenik melalui
glikoneogenesis, dan dari glikogen hati oleh glikogenesis Pada ternak
ruminansia, dikenal adanya sistem penjaga kadar glukosa dalam darah melalui
proses glikolisis, glikogenesis dan lain sebagainya, sehingga konsentrasi
glukosa darah relatif konstan (Poedjiadji 1994).
Hasil pengamatan dan perhitungan
menunjukkan bahwa kadar glukosa yang diperoleh dari darah ayam adalah 64 mg/
dL. Hal ini menunjukan bahwa berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai
glukosa darah pada sampel masih pada batas normal. Sampel tersebut tidak
mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah ataupun kekurangan kadar glukosa
dalam darah. Kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh aktifitas tubuh, kesehatan
dan faktor genetik. Tingkat gula darah diatur melalui umpan
balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa
di dalam darah dimonitor oleh pankreas.
Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di
lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses
ini disebut glikogenolisis).
BAB V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan
dari praktikum ini adalah kadar glukosa dalam darah ayam yang diambil yaitu 64 mg/ dL. Hal ini menunjukkan bahwa
ampel darah
tersebut normal, darah tidak kelebihan glukosa maupun kekurangan glukosa.
5.2. Saran
Sebelum
mengambil sampel darah disarankan untuk membersihkan alat- alat yang akan
digunakan agar tidak menganggu hasil dari praktikum. Dan dalam pelaksanaannya
harus lebih teliti.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. January
2006 Diabetes Car2006. "Standards of Medical Care-Table 6 and Table 7,
Correlation between A1C level and Mean Plasma Glucose Levels on Multiple
Testing over 2-3 monthsStandar Pelayanan Kesehatan Korelasi antara tingkat A1C
dan Rata-rata Tingkat Glukosa Plasma. 2006. American Diabetes Association
Campbell, Neil
A. 2004 .Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta
Poedjiadji,
Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Soewolo, dkk.
2000. Fisiologi Manusia. UM. Malang.
PRAKTIKUM V
MENENTUKAN HCG
BAB
I
PENDAHULUAN
Darah
merupakan cairan tubuh yang sangat penting bagi tubuh dan seluruh organ dalam
tubuh makhluk hidup. Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh makhluk
hidup salah satu fungsi darah yaitu sebagai penyalur oksigen (O2),
pengangkut hormone
dan penghangat atau penghantar panas dalam tubuh. Darah juga sebagai medium
transport penyampai zat-zat makanan beredar di dalam tubuh.
Urin
merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal. Cairan sisa metabolisme
tubuh yang diproses di dalam ginjal, kandungan air yang masi dapat dimanfaatkan
oleh tubuh akan di serap didalam ginjal dan menyerahkan pada darah untuk di
sebarkan mengelilingi tubuh dan cairan sisa yang sudah tidak digunakan lagi
atau dirasa kandungan-kandungan tersebut sudah mencukupi kebutuhan tubuh
makhluk hidup tersebut maka cairan tadi akan dieksresikan, dibuang dan
dikeluarkan melewati uretra.
Cairan
sisa metabolisme ini merupakan cairan yang mengandung urea, amoniak yang
merupakan sisa-sisa perombakan protein, zat warna empedu, NaCl, mineral,
vitamin yang berlebihan, sisa obat-obatan yang dikonsumsi, dll. sehingga urin
tersebut mengandung asam ato dapat dikatakan urin tersebut bersifat asam.
Pada
urin wanita hamil dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa bulan kandungan.
Pada awal kehamilan juga diekskreikan Human
Chorionik Gonadotropin (HCG) yang merupakan glikoprotein yang mengadung
galaktosa dan heksosamin ke dalam urin. Didalam HCG tersebut juga terdapat
proses reaksi antigen – antibodi.
Tujuan
praktikum dalam penentuan HCG dalam urin adalah untuk mengetahui prinsip -
prinsip dan cara-cara penentuan HCG dalam urin secara kualitatif dan diharapkan
praktikan mampu menggunakan alat test pack untuk mengadakan percobaan HCG dalam
urin. Manfaat dalam praktikum dasar fisiologi ternak ini memberikan
pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan HCG yang terdapat dalam urin serta
dapat mendeteksi urin pada wanita hamil.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk tes kehamilan menggunakan urine, karena dalam urine wanita hamil
mengandung HCG ( Human chorionic gonadotropin) . HCG yaitu suatu hormon gliko
protein yang mempertahankan sistem reproduksi ternak (sapi) dalam keadaan cocok untuk kehamilan.
Kelompok hormon gonadotropin (FSH,
LH dan HCG) bertanggung jawab atas proses gametogenesis dan steriodogenesis
dalam kelenjar, sedangkan hormon merupakan glikoprotein dengan masa molekul +
75 kda. Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis
oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling
menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah
implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan
dasar bagi banyak tes kehamilan (Murray et
al., 1999).
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah Hormon gonadotropin yang
dihasilkan oleh chorion pada placenta ternak hamil kira-kira 30 sampai 60 hari sesudah menstruasi terakhir dan
disekresikan melalui urine (Toelihere, 1979).
Bersamaan dengan perkembangan sel-sel trofoblas dari ovum yang baru
mengalami fertilisasi, hormon khorionic gonadotropin disekresi oleh sel-sel
sinsisio-trofoblas kedalam cairan ternak hamil. Sekresi hormon ini pertama kali dapat diukur 8 hari setelah ovulasi tepat
saat ovum mengadakan implantansi pertama kali dalam endometrium. kemudian
sekresinya meningkat dengan cepat dan mencapai maksimal kira-kira 7 hari
setelah ovulasi dan berkurang relatif rendah menjelang 16 minggu setelah
ovulasi. Dalam analisa kimia, HCG mempuyai berat
molekul 50.000 dan banyak sekali mengandung karbohidrat (hexose, fuktrose,
hexosamin dan asam sialat), sedang asam amino yang dikandungnya kira-kira 57%
(Partodihardjo, 1980).
Uji laboratorium untuk tes kehamilan dilakukan penentuan
HCG sebagai penentuan paling logis pada awal kehamilan yaitu ovulasi pada tiga
bulan yang pertama. Beberapa tes mengenai keberadaan HCG tergantung kekhusuan
reaksi antara antigen antibodi. Jika tes urine tidak mengandung HCG, maka
penambahan serum tidak akan dinetralkan. Ketika suspensi HCG ditambahkan maka
anti serum yang aktif akan bereaksi dengan partikel HCG yang menyebabkan
aglutinasi dan inilah yang akan memberi hasil positif tes kehamilan (Sood,
1987).
Tes yang paling umum berdasarkan pada tes hambatan aglutinasi. Eritrosit
domba atau partikel lateks diselubungi oleh HCG. Bila agen yang terselubung
tadi diberikan pada anti HCG, maka terjadi aglutinasi yang dapat terlihat
dengan terbentuknya gumpalan dan presipitasi. Urine yang akan dites HCG nya
dicampur dengan anti serum khusus untuk HCG dan campuran itu dites dengan agen
terselubung. Bila urine mengandung HCG maka tidak terrjadi aglutinasi karena
antibodi bereaksi dengan HCG urine dan tidak tersedia HCG untuk mengaglutinasi
sel atau partikel yang terselubung tadi. Sebaliknya urine yang tidak mengandung
HCG akan membentuk presipitasi menunjukan tidak adanya kehamilan. Tes imonologi
semacam ini sudah sangat berkembang dan sangat teliti. Sekarang isotopik hormon
dibuat kompleks dengan anti serum memungkinkan pengukuran dengan RIA, suatu
teknik yang sangat sensitif dan cepat. RIA dapat menguji konsentrasi dalam
plasma sedangkan urine menyimpulkan aras hormon plasma (Nalbandov, 1990).
Untuk mendeteksi adanya hormon HCG dalam urine dapat menggunakan test
kehamilan instant. Apabila muncul garis merah pada alat test tersebut berarti
test dilakukan dengan benar. Jika muncul dua garis merah muda berarti hasilnya
positif dan artinya adalah hamil. Sedangkan apabila hanya muncul satu garis
merah muda berarti hasilnya negatif dan artinya tidak hamil. Dengan cara ini,
kehamilan sudah dapat dideteksi pada hari ke 3 - 6 setelah terlambat haid. Jika
ragu dengan hasil yang didapat test tersebut dapat di ulang dalam jangka 2 -3 hari (OneMed Health Care).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar Fisiologi
Ternak dengan materi Pencernaau Unggas dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 21 Mei
2013, pukul 08.00-09.30 WIB
di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi Hewan, Fakultas
Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Alat yang digunakan
untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah
testpek yang digunakan untuk mengecek kehamilan.
Bahan yang digunakan
untuk praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG pada ternak hamil adalah
darah yang akan diukur kadar glukosanya, urine ternak hamil yang akan di cek
dengan testpek.
3.2. Metode
Menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan. Menampung di dalam botol kering urine pertama di pagi
hari pada ternak hamil. Kemasan alumunium foil dari test pack dibuka, strip
dikeluarkan kemudian dicelupkan dalam sampel urine sampai batas maksimum selama
30 detik. Strip diangkat dari sampel urine yang diuji dan diletakkan di tempat
kering. Setelah 2-3 menit akan keluar hasil test yang dilakukan. Bila strip
muncul 1 garis berarti hasil negatif, apabila strip muncul 2 garis, berarti
hasil positif. Hasil pengamatan dicatat pada lembar kerja.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
.1. HCG
Garis indikator = 1 (negatif)
Warna garis indikator : merah
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi
Ternak, 2013.
Berdasarkan
pengamatan praktikum fisiologi ternak dengan materi HCG, pertama kali yang
dilakukan adalah mengkoleksi urine ternak hamil lalu diteliti di laboratorium dengan
menggunakan testpack yang berfungsi untuk mengetahui terdapat kehamilan atau
tidak di dalam urine tersebut. HCG merupakan suatu hormon yang cocok untuk
kehamilan hal ini sesuai pendapat (Murray et al., 1999) yang menyatakan
bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang
disintesis oleh sel sinsitotrotoblas plasenta. Hormon ini mempunyai struktur a yang khas bagi golongan ini dan paling
menyerupai LH. Kadar HCG meningkat dalam darah dan urine segera setelah
implantasi ovum yang sudah dibuahi. Dengan demikian ditemukannya HCG merupakan
dasar bagi banyak tes kehamilan.
*HCG urine ternak hamil???
Ternak emang hamil????
* beri penjelasan perbedaan antara
urine ibu hamil dan urine ternak “hamil”
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hail praktikum dapat disimpulkan bahwa Human Chorionic Gonadrotropin merupakan glikoprotein yang disintesis oleh
sel sinsitotrotoblas plasenta. Setelah dilakukan pengetesan dengan
menggunakan testpack didapat hasil negtif yaitu ditandai
dengan adanya Garis indikator = 1.
DAFTAR PUSTAKA
Murray,
Robert K. et al. 1999. Biokimia Harper. ECG. Jakarta.
Nalbandov. 1990. Fisiologi
Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. UI Press,
Jakarta.
Partodihardjo, S, Dr. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan.
Jakarta: Penerbit Mutiara.
PRAKTIKUM VI
PENCERNAAN UNGGAS
BAB
I
PENDAHULUAN
Ternak unggas merupakan asset
nasional yang turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Seiring
dengan meningkatnya konsumen terhadap kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
produk peternakan membuktikan bahwa usaha peternakan dewasa ini mengalami
kemjuan. Diantara produk-produk tersebut unggas memegang peranan yang sangat
penting karena digemari dan banyak dikenla oleh masyarakat. Kemajuan tersebut
tidak lepas dari pertumbuhan unggas yang semakin membaik. Asupan nutrisi untuk
unggas harus diperhatikan sebagai salah satu faktor pertumbuhan. Nutrisi tidak
dapat lepas dengan pakan yang diberikan kepada ternak unggas itu sendiri,
sedangkan pakan akan di absorbsi di
dalam tubuh ungas yang disebut dengan pencernaan. Sehingga pencernaan unggas
menjadi salah satu faktor pertumbuhan yang harus dipelajari secara mendalam
untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi dalam tubuh unggas agar unggas dapat
tumbuh serta berkembang secara optimal.
Tujuan dari praktikum Fisiologi
Ternak dengan materi Pencernaan Unggas adalah mengetahui fungsi setiap
kompartemen penyusun serta prinsip pengukuran keasaman dalam sistem pencernaan
unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah mendapatkan informasi mengenai organ
dari sistem pencernaan beserta fungsi dan kondisi pHnya.
TINJAUAN
PUSTAKA
*dibuat perpoin.
+ klasifikasi ayam (Gallus sp.)
Sistem digesti
adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan antara lingkungan dengan proses
metabolisme alamiah pada hewan. Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan
sejak masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Komara (2008) menyatakan bahwa pencernaan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi
beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencernaan
dan absorsi zat makanan mulai dari paruh sampai ke anus, serta juga bertanggung
jawab pula terhadap pengeluaran bahan yang lengkap yang tidak dapat dicerna.
Secara garis besar
fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan
dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan. Sistem
pencernaan meliputi saluran pencernaan (paruh, mulut, faring, esofagus,
proventrikulus, ventrikulus (gizzard), usus halus (small intestine), sekum,
rektum, kloaka) dan alat tambahan hati, getah empedu, pankreas, lien. (Yuwanta, 2004).
Unggas mengalami proses
pencernaan yang berbeda dengan hewan lain, meskipun mempunyai kesamaan pada
prosesnya. Pola
pencernaan makanan pada unggas umumnya mengikuti pola pencernaan makanan pada
ternak non ruminansia. Tetapi terdapat berbagai modifikasi. Unggas memiliki
usus besar yang pendek dibandingkan dengan hewan non ruminansia yang lain. Di
usus besar ini aktivitas jasad renik, tetapi sangat rendah dibandingkan dengan
ternak non ruminansia lain (Hartadi et all., 2008).
Menurut Yuwanta (2008), panjang alat
pencernaan pada ayam sekitar 245-255 cm, tergantung pada umur dan jenis ayam.
Prinsip pencernaan pada ayam ada tiga macam, yaitu pencrnaan secara mekanik
(fisik), pencernaan secara kima (enzimatik), dan pencernaan secara
mikrobiologik. Secara umum pencernaan pada unggas meliputi aspek digesti,
absorpsi dan metabolisme.
Sebagaimana hewan lain
proses pada saluran pencernaan ayam menggunakan tiga prinsip:
a)
Secara mekanik. Pencernaan secara mekanik pada unggas
berlangsung pada empedal. Pakan di dalam empedal dengan adanya kontraksi otot
empedal dengan bantuan grit akan diubah menjadi pasta.
b)
Secara khemis/enzimatis.
Pencernaan secara enzimatis terutama dibantu dengan adanya senyawa kimia dan
kerja dari enzim yang dihasilkan oleh alat-alat pencernaan.
c)
Secara mikrobiologik. Pencernaan secara mikrobiologik
terjadi dengan adanya mikrobia yang ikut berperan dalam proses pencernaan. Pada
ayam pencernaan secara mikrobiologik tidak berperan besar seperti pada ternak
yang lain, hanya sedikit ditemukan mikrobia pada tembolok dan usus
besarnya. Pada tembolok ditemukan beberapa bakteri aktif yang menghasilkan asam
organik seperti asam asetat dan asam laktat dan juga pada ceca terjadi
sedikit pencernaan hemiselulosa oleh bakteri.
BAB
III
MATERI DAN METODE
MATERI DAN METODE
3.1. Materi
Praktikum Dasar Fisiologi
Ternak dengan materi Pencernaau
Unggas dilaksanakan di Laboratorium Biologi Struktur dan Fisiologi
Hewan, Fakultas
Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.2. Metode
*prosedur kerja dicek lagi. Ayamnya bukan
dibius, tapi dipotong terus dibedah, kemudian diisolasi sistem digestorianya
Pada praktikum pencernaan unggas
metode praktikum atau prosedur kerja sebagai berikut, hewan yang digunakan
dalam percobaan praktikum adalah unggas (ayam), kemudian hewan percobaan dari setiap kelompok di
korbankan dengan pembiuasan. Setelah hewan benar-benar pingsan dilakukan pembedahan dengan
menggunakan pisau dan gunting bedah, kemudian diisolasi sistema digetoria, dari
rongga mulut hingga kloaka. Sistema digestoria kemudian ditempaatkan pada meja
observasi untuk kemudian diamati kompartemen penyusun traktus alimentarius dan
organ asesori penyusun sistem digestoria. Setelah diamati kemudian dilakukan
dokumentasi berupa gambar ilustrasi sistem digestoria, disertai dengan keterangan
gambar. Setelah digambar kemudian dilakukan pengukuran pH pada setiap
kompartemen traktus alimentarius mulai dari rongga mulut hingga rektum. Data
yang diperoleh ditabulai pada lembar kerja yang tersedia.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sistem Pencernaan Ayam
Berdasarkan
hasil pengamatan sistem pencernaan pada ayam didapatkan hasil sebagai berikut:
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak,
2013
|
Keterangan :
a. Esophagus
*bahasa
indonesiakan
b.
Proventrikulus
c.
Ventrikulus
d.
Hati
e.
Pankreas
f.
Usus halus
g.
Usus besar
h.
Kloaka
|
Ilustrasi 6.
Sistem Pencernaan Unggas
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sistem Pencernaan Ayam
Kompartemen
traktus alimentarius
|
Fungsi
|
Sekresi
|
pH
|
Komposisi
|
Mulut
(paruh)
|
Mengambil
makanan dan pencernaan secara mekanik dan kimiawi
|
Saliva
|
-
|
|
Esophagus
|
Membasahi makanan sehingga
makanan licin
|
-
|
5
|
|
Tembolok
|
Tempat
penyimpanan pakan
|
-
|
-
|
|
Proventrikulus
|
Penghasil kelenjar
|
Pepsin
dan hidrocoloric acid
|
6
|
|
Ventrikulus
|
Pencernaan
makanan secara mekanik
|
-
|
4
|
|
Pankreas
|
Penghasil kelenjar
|
Pancreas
|
-
|
|
Usus
halus
|
Tempat
berlangsungnya pencernaan dan absobsi produk pencernaan
|
Empedu
|
8
|
|
Caecum
|
Penyerapan air dengan skala
sedikit
|
-
|
8
|
|
Usus
besar
|
Mengatur kadar
air sisa makanan
|
-
|
|
|
Kloaka
|
Tempat pengeluaran sisa
pencernaan, urinari dan genital
|
-
|
-
|
|
Sumber : Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2013
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh dapat
diketahui bahwa sistem digesti ayam mulai dari pakan masuk sampai keluar
sebagai ekskreta antara lain mulut/paruh, oesophagus,
crop (tembolok), proventriculus, gizzard (empedal/ventrikulus), small
intestinum yang terdiri atas duodenum,
jejunum, dan ileum, coecum, usus
besar(rektum), dan kloaka. Di samping itu terdapat kelenjar
pencernaan yag berperan sebagai penghasil enzim dalam proses pencernaan makanan
yaitu pankreas, hati dan limfa. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994)
yang menyatakan bahwa organ pencernaan ayam tediri atas mulut, faring, esophagus, temblok, lambung kelenjar,
lambung otot, usus halus, usu buntu, usus besar, kloaka dan alat asesoris yang
berupa hati, limpa dan pankreas. mulut/paruh ayam berbentuk seperti
corong yang runcing dan didalamnya terdapat lidah yang tebal serta menghasilkan saliva untuk membantu proses pencernaan di
dalam mulut. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008), bahwa mulut ayam menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase saliva yang
membantu proses pencernaan didalam mulut. produksi saliva 7 sampai 30 ml/
hari tergantung pada jenis pakan. Pakan dari mulut menuju
esophagus dan diteruskan ke tembolok.
Esophagus setelah dilakukan
pengukuran kadar pH menunjukkan angka 7 atau netral. Hal ini sesuai pendapat
Wahju (1997) bahwa esophagus
mempunyai pH netral. Tembolok
merupakan modifikasi dari oesophagus yang memiliki fungsi sebagsai tempat
menampung pakan sementara didalam tubuh ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarto
(2000) bahwa fungsi utama tembolok adalah untuk
menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak.
Proventikulus atau lambung kelenjar
merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis. Berdasarkan
hasil pengukuran pH di dalam proventrikulus
yaitu sebesar 6, hal ini berarti suasana di dalam proventrikulus adalah asam, karena dapat mengekskresikan HCL,
pepsin. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa
Proventrikulus merupakan perut kelenjar atau succenturiate
ventricle atau glandular stomach yang mengekskresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Ventriculus (gizzard) disebut juga perut muscular (muscular stomach) yang
merupakan perpanjangan dari proventrikulus dan fungsi utamanya untuk memecah / melumat pakan dan mencampur dengan air
pasta yang disebut chymne. Berdasarkan hasil pengamatan dan
pengukuran pH di dalam gizzard diperoleh hasil pH didalam gizzard adalah 4, hal
ini berarti suasana didalam gizzard
adalah asam. hal ini sesuai dengan pendapat Kustono (2008), bahwa gizzard
bersifat asam dengan pH 2 sampai 3,5 dan tidak ada digesti enzim. Usus
terdiri atas saluran makanan yang dimulai dari duodenum, yaitu usus halus di
bagian depan, jejunum, ileum dan berakhir di rektum atau usus besar di bagian
paling belakang. Usus bersifat basa dengan skala indicator pH menunjukkan angka
8, hal ini sesuai pendapat Wahju (1997) bahwa intestinum bersifat basa
dikarenakan sekresi bikarbonat dari pankreas. Unggas memiliki caecum
yaitu sepasang caeca (saluran buntu)
yang merupakan percabangan dari ujung usus halus. Dari
hasil pengukuran pH didalam caecum adalah
baa, dengan derajat 8. Di dalam caecum terjadi proses fermentasi dengan
bantuan mikroorganisme yang mencerna serat kasar. Large
intestinum atau usus
besar pada unggas lebih pendek jika dibandingkan dengan usus hewan
non-ruminansia lain. Usus besar menyerap zat-zat yang mungkin masih dibutuhkan
oleh tubuh unggas dan menyerap air. Pada beberapa sumber buku, disebutkan bahwa
large intestinum pada unggas sama dengan rektum. Rektum merupakan penampung
kotoran sementara yang terhubung dengan kloaka. Menurut Yuwanta (2004), pada
bagian rektum juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urin yang
bercampur dengan feses sehingga feses unggas dinamakan ekskreta. Kloaka
merupakan tempat keluarnya ekskreta (Yuwanta, 2000). Kloaka pada unggas terdiri
dari 3 bagian, yaitu kuprodeum, urodeum, dan
protodeum. Kuprodeum merupakan muara tempat keluarnya feses.
*pakai bahasa ilmiah. Misalnya: Large
intestinum diganti dengan
Kolon
BAB
V
SIMPULAN
5.1. Simpulan
Sistem
pencernaan ayam berdasarkan hasil pengamatan terdiri atas mulut (paruh),
kerongkongan (esophagus), tembolok,
lambung kelenjar (proventrikulus),
lambung otot (gizzard), usus halus
yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, usus besar, usus buntu (caecum) dan kloaka. Masing-masing organ
mempunyai fungsi tersendiri dalam peranannya untuk menceerna makanan. Pengujian
kadar pH terhadap beberapa organ pencernaan ayam diperoleh data sebagai berikut
: Esophagus bersifat netral, Proventrikulus dan gizzard bersifat asam dan usus serta caecum bersifat basa.
5.2. Saran
Selama
praktikum berlangsung hendaknya praktikan melaksanakannya dengan hati-hati dan
teliti terutama saat melakukan pembedahan terhadap ayam agar tidak merusak
organ yang akan diamati dan memperoleh
data yang valid.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Hartadi, H., Kustantinah, E.
Indarto, N.D. Dono, dan Zuprizal. 2008. Bahan
Ajar. Nutrisi Ternak Dasar.
Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UGM.
Komara, Toni. 2008. Pemeliharaan Ayam
Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kustono, D.T. Widayati, Ismaya, dan
S. Bintara. 2008. Bahan Ajar. Fisiologi
Ternak. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak. Bagian Produksi
Ternak. Fakultas Peternakan. UGM.
Wahju,
J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Winarto. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Pustaka Media. Yogyakarta.
Yuwanta,
Tri. 2000. Dasar Ternak Unggas.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Yuwanta,
Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas.
Kanisius. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2008. Dasar Ternak Unggas Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta.