Kamis, 27 Desember 2012

makalah kimia dasar

-->
MAKAKALAH KIMIA DASAR
KEBUTUHAN NUTRIEN PADA TERNAK RUMINANSIA








Disusun oleh:
NAMA         : MUHAMMAD FAHIM RIDHO      
NIM              : 23010112130186
KELAS         : D



FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012

KATA PENGANTAR
                                    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya, sehigga saya dapat menyelesaikan makalah kimia dasar yang berjudul “KEBUTUHAN NUTRISI PADA  TERNAK RUMINANSIA” tepat pada waktunya.
            Ternak ruminansia merupakan ternak yang memiliki keistimewahan pada sistem pencernaannya, yaitu lambung yang terdiri dari empat bagian yaitu rumen, retikuluj, omasum, dan abomasum. Kebutuhan nutrisi pada ternak ruminansia berbeda-beda baik anakkan, pejantan, induk laktasi maupun bunting, sehingga pakan yang diberikan pada ternak harus diperhatikan dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, makalah ini disusun, selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Kimia Dasar, serta untuk menambah pengetahuan mengenai kebutuhan zat-zat gizi yang penting bagi ternak ruminansia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun bagi pembacanya. Kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini sangat kami harapkan untuk bahan pembelajaran kami selanjutnya.
Semarang, Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PNGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Peranan Pentingnya Nutrisi bagi Ternak Ruminansia
2.2  Berbagai Macam Nutrisi Yang Dibutuhkan oleh Ternak Ruminansia
BAB III PEMBAHASAN
3.1  Pakan (nutrisi) untuk Anakan Kambing Perah Sebelum Sapih
3.2  Kebutuhan Nutrisi bagi Induk Ternak Ruminnsia
3.3  Kebutuhan Nutrisi bagi Induk Bunting
3.4  Kebutuhan Nutrisi bagi Induk Menyusui
BAB IV PENUTUP
4.1  Simpulan
4.2  Saran
DAFTAR PUSTAKA


-->
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ternak ruminansia sangat berbeda dengan ternak mamalia lain karena ruminansia mempunyai lambung besar yaitu abomasum, lambung muka yang membesar dan memiliki tiga ruangan yaitu rumen, reticulum dan omasum. Lambung ruminansia berkembang karena sebagai tempat fermentasi serat kasar yang dimakannya , Tilman (1991). Ternak ruminansia sebagaimana ternak lainnya memerlukan gizi sesuai dengan stadia fisiologisnya. Kebutuhan gizi saat bunting tentu berbeda dengan kebutuhan untuk laktasi maupun pejantan atau anakan, karena enersi yang dibutuhkan untuk kelangsungan proses tersebut juga berbeda.

            Nutisi (zat gizi) merupkan ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Nutrisi (zat gizi) yang terkandung dalam pakan akan masuk kedalam tubuh hewan yang dapat digunakan untuk menunjang fungsinya organ dalam rangkaian proses pertumbuhan/ perkembangan, reproduksi dan aktivitas biologi lainnya. Nutrisi tersebut yaitu energi, viamin-vitamin, mineral dan air (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Nutrisi tersebut dipeoleh dari ransum yang dberikan kepada ternak. ). Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh, dan lingkungan tempat hidupya, serta bobot badannya (Tomas, 1993).

Kebutuhan pokok hidup yaitu kebutuhan sejumlah nutrisi untuk menjamin keseimbangan dan kondisi tubuh yang normal, sehingga tubuh mampu beraktifitas seperti bernafas, mencerna pakan, mengatur suhu badan dan melakukan prosesmetabolisme (Sudarmono dan Sugeng, 2008).Kebutuhan untuk hidup pokok ternak ditentukan oleh kondisi lingkungan setempat seperti suhu, hembusan dan arah angin. Sebagai golongan mamalia, ternak ruminansia juga memerlukan upaya untuk menjaga agar suhu tubuhnya konstan meskipun suhu di luar tubuh mengalami fluktuasi. Umumnya sushu tubuh mamalia lebih tinggi dari suhu lingkungan, sehingga panas tubuh dapat mengalir ke luar.

Dari uraian diatas maka  penulis mengambil judul “KEBUTUHAN NUTRIEN PADA TERNAK RUMINANSIA”.

1.2       Rumusan Masalah

·         Nutrisi apa saja yang dibutuhkan ternak ruminanasia untuk kebutuhan pokok hidup
·         Bagaimaa ternak rumiansia untuk mmenuhi nutrisi
·         Bagaimana tingkatan konsumsi nutrisi pada ternak rumiansia
·         Apakah  konsumsi nutrisi ternak ruminansia berbeda-deda pada setiap kondisinya

1.3.      Tujuan
·         Mengetahui berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak ruminansia
·         Mengetahui sumber nutrisi ternak ruminansia
·         Mengetahui berbagai tingkatan konsumsi nutrisi ternak ruminansia
·         Mengetahui prbedaan tingkat konsumsi nutrisi pada setiap kondisinya






BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Peranan Pentingnya Nutrisi bagi Ternak Ruminansia
            Nutisi (zat gizi) merupkan ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Nutrisi (zat gizi) yang terkandung dalam pakan akan masuk kedalam tubuh hewan yang dapat digunakan untuk menunjang fungsinya organ dalam rangkaian proses pertumbuhan/ perkembangan, reproduksi dan aktivitas biologi lainnya. Nutrisi tersebut yaitu energi, viamin-vitamin, mineral dan air (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Nutrisi tersebut dipeoleh dari ransum yang dberikan kepada ternak.

            Kebutuhan pokok hidup yaitu kebutuhan sejumlah nutrisi untuk menjamin keseimbangan dan kondisi tubuh yang normal, sehingga tubuh mampu beraktifitas seperti bernafas, mencerna pakan, mengatur suhu badan dan melakukan prosesmetabolisme (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Jika nutrisi untuk kebutuhan pokok hidup telah terpenuhi maka kelebihan nutrisi akan digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi atau disimpan dalam tubuh dalambentuk lemak badan. Sebaliknya jika ternak kekurangan nutrisi yang dibutuhkan dan hal ini berlangsung dalam kurun waktu cukup lama maka cadangan yang ada dalam bentuk   lemak   badan  akan   dimetabolisasika  untuk  dibakar   untuk  memenuhi
 kebutuhan pokok hidup. 

2.2.      Berbagai Macam Nutrisi Yang Dibutuhkan oleh Ternak Ruminansia
            Nutrisi  yang dibutuhkan  untuk memenuhi  kebutuhan  pokok  hidup  oleh
ternak ruminansia yaitu sebagai berikut:
2.2.1.   Energi
            Nutrisi yang dibutuhkan ruminansia yang diperoleh dari ransum pada akhirnya akan menjadi energi. Energi diperoleh dari karbohrat, protin dan lemak. Nutrisi yang dibutukkan terdapat pada ransum yang diberikan ternak seperti hijauan dan konsentrat.

2.2.2.   Protein
Protein merupakan senyawa organik yang susunannya sangat kompleks dan molekulnya sangat besar serta merupakan polimer dari alfa asam-asam amino. Jadi protein bukanlah merupakan zat tunggal, serta molekul-molekulnya sederhana tetapi masih terdiri dari asam-asam amino. Oleh karena itu protein tersusun atas asam-asam amino, maka susunan kimia mengandung unsur-unsur seperti terdapat dalam asam-asam amino penyusunnya yaitu C, H, O, N dan kadang-kadang mengandung unsur-unsur lain, seperti misalnya S, P, Fe atau Mg.

Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Fungsinya terutama adalah sebagai unsur pembentuk struktur sel, misalnya dalam rambut, wol, kalogen, jaringan penghubung, membrane sel, dan lain-lain. Wirahadikusuma (1992) Protein dalam tubuh  diperoleh dari bahan makanan, baik yang berasal dari hewan meupun tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, ssedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati Yazid (1990).

2.2.3.   Karbohidrat
Karbohidrat pada awalnya digunakan untuk golongan senyawa yang mengandung C, H, dan O yang dianalisa mempunyai rumus (CHO)n, yaitu senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Kuchel (2006) Karbohidrat berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan sebagai sumber energi Poedjiadi (1994).

2.2.4.   Lemak
Lemak adalah ester antara gliserol dan asam lemak dimana ketiga radikal hidroksil dan gliserol semua diesterkan. Oleh karena itu, lemak dapat disebut trigliserida. Lehninger (1982) yang menyatakan bahwa lemak senyawa organik, minyak tidak larut dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar seperti Eter dan Kloroform. Lemak dapat dijadikan sebagai cadangan energi. Fungsi utama lemak pada semua  jenis sel berakar dari kemampuannya membentuk membran berbentuk seperti lembaran-lembaran dan sebagain media penyimpanan energy yang efisien bagi makhluk hidup.

Hasil penelitian muthakir menunjukkan bahwa ternak ruminansia mampu mentoleransi kandungan lemak pakan hingga 10 % tanpa mengalami gangguan pencernakan. Peranan lemak pakan adalah sebagai sumber enersi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis lemak, menjadi VFA. Penambahan lemak dalam pakan sapi perah memiliki keuntungan sebagai berikut:
  Meningkatkan densitas kalori dari ransum, terutama jika konsumsi pakan terbatas oleh bahan pakan pengisi perut seperti rumput atau jerami padi
Membatasi kebutuhan konsentrat yang mengandung karbohidrat kaya enersi. Konsentrat seperti ini umumnya diberikan pada sapi perah dalam stadia awal laktasi dimana sapi perah dalam kondisi keseimbangan enersi negatip.  Pada kondisi cuaca panas, pemberian lemak akan dapat membantu mengurangi stress akibat panas pada sapi laktasi.

2.2.5.   Mineral
 Mineral merupakan unsur peting dalam tanah, bebatuan, air, dan udara. Sedangkan pada tubuh makhluk hidup sendiri mineral  merupakan suatu komponen penyusun tubuh, 4-5% berat badan kita sendiri atas mineral, sekitar 50% mineral tubuh terdiri atas kalsium, 25% fosfor,dan 25% lainnya terdiri atas mineral lain. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan ternak, mineral digolongkan dalam dua kelompok yaitu makro mineral antara lain  : Kalsiun (Ca), Fosfor (P), Kalsium (K), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Clor (Cl), dan Mineral mikro antara lain : Zn (seng), molybdenum (Mo), mangan (Mn), kobalt (Co), Krom (Cr), nikel (Ni), dan yodium (I), mineral makro dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan mineral mikro. Beberapa mineral memiliki lebih dari satu fungsi menurut (Church dan Pond, 1982). Mineral tidak dapat dibuat didalam tubuh hewan, sehingga harus disediakan dalam rasum baik dalam hijauan, kosentrat, maupun pakan suplemen.

2.2.6. Air
Acapkali kita membicarakan kebutuhan zat gizi, kebutuhan air sering terabaikan. Padahal air merupakan komponen terbesar tubuh ternak yang senantiasa menjaga keseimbangan suhu tubuh. Air juga ikut berperan dalam proses pencernakan (hidrolisis protein, karbohidrat maupun lemak), proses penyerapan zat gizi, proses transport metabolit di dalam tubuh serta proses eksresi sisa metabolit ke luar tubuh. Kebutuhan air sangat tergantung pada bentuk pakan, kandungan bahan kering pakan, cara makan serta suhu lingkungan. Pada ternak sapi setiap kg bahan kering yang dikonsumsi memerlukan air minum 3  –  5 L. Pada ternak yang masih menyusu kebutuhan air lebih besar lagi, yaitu dapat berkisar antara 6  –  7 L air/kg konsumsi bahan kering. Sapi perah membutuhkan lebih banyak air untuk menjamin produksi susunya. Pemberian air minum secara berlebih (ad libitum) pada sapi perah laktasi dapat meningkatkan produksi susu antara 1 – 2 L/hari tanpa penambahan pakan suplemen.Adanya garam dapur (NaCl) atau protein dalam konsentrasi tinggi di dalam pakan akan memicu ekskresi urine, sehingga akan menyebabkan peningkatan konsumsi air


BAB III
PEMBAHASAN
3.1       Pakan (Nutris) Untuk Anakan Kambing Perah Sebelum Sapih
Pakan yang dibuthkan oleh anaka kambing yang belum sapih yaitu pada saat usia kambing 1-3 hari pakan yang dibetikan Kolustrum Induk. Pada usia 4-7 hari yang dberikan 500-600cc/hari susu induk yang diberikan 3-4 kali per hari. Pada usia 2 minggu diberikan 800cc/hari campuran susu induk dengan susu sapi (50:50), diberikan 3-4 kali/hari. Pada usia 3-4 minggu diberikan 1 ltr susu sapi diberikan 3 kali/hari Mulai usia 4 minggu, cempe diperkenalkan dengan pakan padat (hijauan/konsentrat) untuk merangsang perkembangan rumen. Pakan konsentrat yang diberikan harus berkualitas baik dengan kandungan protein kasar 15-18%. Contoh adalah sebagai berikut: -Dedak padi 10-15% ,Pollard 15-20% , Bungkil kedelai 15-20%, Onggok 25-30%, Bungkil kelapa 10-15%, Molases 5-10%, Mineral mix, 1-2%. Pada usia5-8 minggu 1.5-2ltr susu sapi/hari + rumput/legum + konsentrat. Pada  9-10 minggu Sama seperti diatas, namun pemberiannya 2 kali sehari. Pada usia 11-12 minggu Pemberian susu sapi sekali sehari (jumlahnya dikurangi hingga 1ltr/hari). Pakan hijauan dan konsentrattersedia setiap saat. Air minum mulai diperkenalkan (Sutama,2009).


3.2.      Kebutuhan Nutrien bagi Induk Ternak Ruminansia
Kebutuhan untuk hidup pokok yaitu kebutuhan zat makanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan proses tubuh normal tanpa melakukan pekerjaan produktif. Sedangkan kebutuhan untuk produksi/reproduksi yaitu kebutuhan zat makanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan proses tubuh yang normal dengan melakukan pekerjaan produktif.
Induk 60 hari sebelum dan 90 hari setelah melahirkan merupakan masa kritis. Nutrisi yang tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan abortus, bobot lahir dan bobot sapih rendah, kegagalan berahi kembali. Namun induk bunting jangan diberi pakan terlalu berlebih dari kebutuhannya “overfeed” dapat menyebabkan induk kegemukan dan sulit melahirkan.

3.3.      Kebutuhan Nutrien bagi Induk Bunting
makanan mempunyai fungsi vital bagi induk bunting, perlu memperoleh perhatian serius. Dalam penyusunan makanan bagi induk bunting sangat dianjurkan penyediaan makanan yang berprotein yang cukup dan berkualitas, terutama menjelang akhir kebutingan, karena fetus cepat berkembang. Pakan konsentrat sebanyak 1 -3% dari bobot badan dengan kandungan PK minimal 10%, TDN minimal 60%, SK maksimal 17% dan abu maksimal 10%.
Mineral yang paling dibutuhkan dalam masa kebuntingan yaitu kalsium, fosfor, yodium, ferrum, cuprum, dan Cobalt. Berikan Ca rendah sebelum beranak, lalu normal atau tinggi setelah beranak untuk mencegah Milk Fever.
Pemberian hijauan yang berkualitas baik perlu diupayakan, agar kondisi rumen baik. Pemberian konsentrat diberi sedikit demi sedikit selama minggu akhir kebuntingan. Minggu-minggu terakhir kebuntingan, adalah masa persiapan melahirkan dan masa persiapan produksi susu. Perlu juga pemberian Ca dan P dalam jumlah tepat sesuai dengan kebutuhan. Pemberian suplemen vitamin A, D, dan E perlu dilakukan.
Janin membutuhkan karbohidrat dalam jumlah besar, sehingga bila makanan mengandung karbohidrat rendah maka kadar glucose darah induk dapat turun hingga menyebabkan gangguan. Pada domba keadaan ini disebut toksmia kebuntingan, dan sering terjadi saat akhir kebuntingan. Hewan menjadi lesu (lethargy), kehilangan nafsu makan, dan menunjukkan raksi-reaksi saraf seperti gemetar. Ternak penderita mempunyai kadar glukosa rendah dan kadar asam lmak bebas tinggi dalam plasma darah. Keadaan ini dapat dicegah dengan pemberian pakan yang mngandung karbohidrat tinggi yang diberikan selama masa akhir kebuntingan, biji-bijian sangat efktif untuk hal tersebut.
3.4.      Kebutuhan Nutrien bagi Induk Menyusui
Hijauan pada ransum sapi laktasi merupakan suatu keharusan. Hijauan tersebut berperan sebagai:
  • Faktor pnggertak agar rumen sapi dapat berfungsi normal.
  • Sumber serat bagi ternak. Pada sapi laktasi, hijauan yang diberikan minimal sebanyak 40% dari total bahan kering ransom atau diperkirakan sebanyak 1.5% dari bobot hidup ternak.
  • Hijauan segar dapat merupakan sumber vitamin A, D, dan E. Bila hijauan berkualitas baik dan diberikan dibrikan dalam keadaan segar pada sapi, maka kecil kemungkinannya ternak akan membutuhkan suplementasi vitamin tersebut.
.
Ternak yang sedang laktasi terutama pada minggu-minggu pertama masa laktasi aktivitas metabolisme kelenjar ambingnya meningkat. Untuk itu, diperlukan pasokan nutrien yang cukup tinggi dalam upaya memenuhi kebutuhan ternak untuk sintesis air susu. Namun di sisi lain, pada awal laktasi induk sangat sensitif terhadap kekurangan protein dan energi sebagai akibat menurunnya nafsu makan. Telah ketahui bahwa kualitas hijauan di daerah tropis adalah rendah sehingga jumlah hijauan yang dikonsumsi tidak mampu memenuhi kebutuhan ternak akan energi di luar kebutuhan hidup pokok ternak.
Ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan adalah rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi, protein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang pada giliran berikutnya dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan air susu. Konsentrat diharapkan dapat bertindak sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut, protein lolos degradasi, dan sebagai sumber glukosa untuk bahan baku produksi susu. Konsentrat memperluas peluang terbentuknya asam lemak atsiri (volatile fatty acid = VFA) terutama asam propionat yang lebih banyak dengan produksi metan semakin kecil, sehingga efisiensi penggunaan energinya lebih tinggi.
Dari uraian di atas, diharapkan bahwa pada awal laktasi, perbaikan mutu pakan dengan penambahan konsentrat, yang memungkinkan kandungan nutriennya semakin seimbang, dapat memenuhi kebutuhan fisiologis ternak akan nutrien selama laktasi. Dengan demikian, produksi susu dapat ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan anak yang lebih baik selama periode menyusu (prasapih).
Konsentrat komersial untuk ternak ruminansia yang sedang menyusui dapat diberikan sekitar 1,5 - 3% bobot badan dengan kandungan protein kasar (PK) minimal 12%, TDN minimal 60%, serat kasar (SK) maksimal 20% dan abu maksimal 10%.
Pada masa laktasi juga perlu diperhatikan pemberian mineral sesuai kebutuhan untuk menjamin produksi susu tetap normal. Defisiensi fosfor, kobalt, cuprum, dan NaCl mengakibatkan penurunan produksi air susu. Takaran rendah dari vitamin A dan D dalam makanan sapi perah juga menybabkan penurunan vitamin-vitamin ini dalam air susu, dan bila kekurangan dalam jumlah banyak, akan menyebabkan gangguan fisiologik hewan. Vitamin A mempengaruhi warna kekuning-kuningan pada air susu.


BAB IV
PENUTUP
4.1.      Simpulan
            Dari semua ulasa diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan nutrisi pokok hidup ternak ruminansia seperti energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air berbeda-beda, hal ini tergantung pada kondisi dan umur ternak uminansia. Kebutuan nutrisi pokok hidup anakan lebih rendah daripada induk atau pejantan, dan kebutuhan induk yang laktasi, bunting ataupun habis melahirkan lbih tinggi dari induk yang biasa saja.
4.2.      SARAN
            Peternak di indonesia seharusnya memperhatikan kebutuhan nutisiang dibutuhkan  pada setiap  ternaknya sehingga ternak mendapat nutrisi yang tercukup idan ternak akan berkembang lebih optimal dan dapat menyaingi peternak-peternak luar negri.








DAFTAR PUSTAKA



Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. UGM Press.   Yogyakarta.                                                                                                                      

Church, D.C. and W.G. Pond. 1982. Basic  Animal Nutrition and Feeding.2nd ed.  Jhon Wiley and Son. New York-Singapore.                                               

Sudarmono, A.S dan Y.B. Sugeng. 2008. Beternak domba. Depok, Niaga Swadaya.                                                                                                           

Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries.             

Kerley, M.S., 2000. Feeding For Enhancing  Rumen Function. Departement of Animal Sciences, University of Missouri – Columbia, USA. Bahan diambil dari Internet.                                                                                                                   

Kuchel, Philip dan Gregory B. Ralston. 2006. Biokimia. Jakarta:  Buku Kedokteran EGC.                                                                                                                   

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta:Universitas Indonesia Press. 

Sampath, K.T., 1990. Rumen Degradable Protein And Undegradable Crude Protein Content of Feeds and Fooders- A Review. Indian j.dairy.Sci. 43 :1-10.  

Sudarmo, S dan Sugeng, Bambang. 2008. Beternak Domba. Penebar Swaday Jakarta.                                                                                                          

Suryahadi, dkk. 1997. Manajemen Pakan Sapi Perah. IPB. Bogor.                   

Sutama,Budiarsana. 2009. Panduan Lengkap Kambing & Domba .Jakarta, Penebarar Swadaya.                                                                                              

Teleni, E., Campbell, R.S.F. and Hoffmann,D., 1993. Draught Animal Systems And Management: An Indonesia study. ACIAR Monograph No.19. Printed by Price Printers, Canberra, Australia.arta.                                                     

Tillman, Allen D, dkk. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyak Tillman, Hartadi, H, 

Reksohadiprodjo, Praawirokusumo dan Lobdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.                                  

Tomas Zewska, MW., Mastika,IM., Djajanegara A., Gordina, S dan Wiradarya,TK. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas maret University Press, Surabaya.                                                                                                                               
Yazid, Estein. 1992. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.